• Dok. Tenggara NTT
    Dok. Tenggara NTT

Salah satu indikator dalam tujuan SDGs nomor 3 adalah menjamin akses universal terhadap layanan kesehatan seksual dan reproduksi, termasuk keluarga berencana, informasi dan pendidikan, dan integrasi kesehatan reproduksi ke dalam strategi dan program nasional. Hal tersebut tampaknya masih menjadi sebuah tantangan bagi Indonesia, BKKBN menyebutkan bahwa tiga risiko yang dihadapi oleh remaja, di antaranya seksualitas, HIV/AIDS, serta NAPZA. Salah satu penyebabnya adalah karena kurangnya pengetahuan tentang kesehatan seksual dan kesehatan reproduksi.

Kesehatan reproduksi merupakan sesuatu yang mutlak untuk diketahui oleh remaja masa kini, bukan lagi hal yang tabu untuk dibicarakan sehingga kecenderungan pada hal – hal berbau pornografi dan pelecehan seksual dapat menurun. Dilansir dari Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia, HKSR menjamin setiap warga negara Indonesia untuk dapat mengambil keputusan terkait aktivitas seksual dan reproduksi tanpa adanya diskriminasi, paksaan, dan kekerasan. Artinya, setiap orang berhak menentukan pilihan terkait aktivitas seksualnya sendiri, serta mendapatkan akses terkait informasi dan pendidikan terkait seksualitas dan reproduksi.

Namun, pemenuhan HKSR sendiri masih sering bertabrakan dengan nilai dan norma yang hadir dalam masyarakat, utamanya yang terbentuk dan berakar dari kultur setempat. Di Indonesia, terutama di wilayah pedesaan yang masih kuat menerapkan nilai tradisional, pembicaraan mengenai seksualitas dan reproduksi tak jarang dianggap tabu. Hal ini kemudian membangun tembok bagi masyarakat untuk membahas topik-topik tersebut, bahkan tentang masalah kekerasan seksual sekalipun.

Di Nusa Tenggara Timur, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi NTT mencatat sebanyak 276 kasus Kekerasan Berbasis Gender yang terjadi terhadap perempuan sepanjang tahun 2022 atas dasar. Kasus perkawinan anak di bawah 19 tahun juga tercatat tinggi sejumlah 82.957. Hal ini diduga karena kurangnya edukasi kesehatan seksual dan reproduksi (Kespro) yang menghasilkan gap pengetahuan serta disinformasi bagi orang tua dan anak-anak.

Situasi tersebut menimbulkan masalah di mana orang tua dan anak tidak memiliki bekal yang cukup untuk membuat keputusan yang aman dan layak terkait HKSR. Atas dasar pertimbangan inilah Mariana Yunita Hendriyani Opat – atau yang akrab disapa Kak Tata bersama dengan teman-temannya mendirikan Tenggara Youth Community di Kota Kupang-Nusa Tenggara Timur. Tenggara Youth Community merupakan sebuah komunitas remaja dan anak muda yang fokus pada isu hak kesehatan seksual dan reproduksi anak dan remaja. Berdiri sejak tahun 2016, Tenggara hadir karena adanya keresahan para pengurus akan pengalaman mereka menghadapi masa pubertas, serta ketakutan terhadap teman-teman yang tidak mempunyai akses atau tidak bisa bangun kembali untuk mencapai mimpi-mimpi mereka karena mengalami kekerasan seksual dan gangguan kesehatan reproduksi. Kondisi tersebut juga didorong oleh belum adanya komunitas yang aktif pada isu kekerasan seksual dan kesehatan reproduksi di Kota Kupang.

Isu kesehatan reproduksi sendiri adalah isu yang sangat penting, terutama pada remaja. Sebab, masa remaja adalah waktu terbaik untuk membangun kebiasaan baik menjaga kebersihan, yang bisa menjadi aset dalam jangka panjang.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), remaja adalah orang yang berusia 12 hingga 24 tahun. Masa remaja merupakan peralihan dari kanak-kanak menjadi dewasa. Artinya, proses pengenalan dan pengetahuan kesehatan reproduksi sebenarnya sudah dimulai pada masa ini. 

Reproduksi bisa diartikan sebagai proses kehidupan manusia dalam menghasilkan kembali keturunan. Karena definisi yang terlalu umum tersebut, seringnya reproduksi hanya dianggap sebatas masalah seksual atau hubungan intim. Alhasih, banyak orang tua yang merasa tidak nyaman untuk membicarakan masalah tersebut pada remaja. Padahal, kesehatan reproduksi, terutama pada remaja merupakan kondisi sehat yang meliputi sistem, fungsi, dan proses reproduksi.

Kurangnya edukasi terhadap hal yang berkaitan dengan reproduksi nyatanya bisa memicu terjadinya hal-hal yang tak diinginkan. Salah satu hal yang sering terjadi karena kurangnya sosialiasi dan edukasi adalah penyakit seksual menular, kehamilan di usia muda, hingga aborsi yang berakibat pada hilangnya nyawa remaja.

Tenggara Youth Community mengembangkan sebuah upaya inisiatif untuk membantu mengedukasi anak-anak dan remaja mengenai kesehatan seksual dan reproduksi yang komprehensif. Salah satu programnya adalah Bacarita Kespro yang berasal dari kata bacarita dalam bahasa Melayu Kupang berarti ‘bercerita’. Target program ini adalah remaja dari kelompok miskin, marginal, dikucilkan secara sosial dan underserved. Bacarita ini memberikan edukasi mengenai kesehatan seksual dan reproduksi untuk anak remaja. Edukasi disampaikan dengan metode pembelajaran inovatif seperti mendongeng, permainan edukasi, dan penggunaan alat peraga.

Tata menggerakkan programnya untuk memberikan komunikasi dua arah, di mana peran orang tua, guru  dan anak diikutsertakan. Ini berdasarkan  banyaknya anak dikeluarkan dari sekolah saat menghadapi kasus kehamilan di luar pernikahan, serta minimnya pemahaman orang tua mengenai hak dan kebutuhan remaja, begitupun pendidikan HKSR masih terbatas diajarkan di bangku sekolah. 

Tata mengungkapkan bahwa para remaja penyintas kasus kekerasan dan pelecehan seksual sering kali tidak memiliki wadah untuk bercerita. Bahkan, ketika kasus seperti kehamilan di luar nikah pada remaja terjadi, mereka justru dikeluarkan dari sekolah yang seharusnya memiliki peranan dalam melakukan edukasi dan perlindungan.

Menurutnya, kasus-kasus ini terjadi karena minimnya akses para remaja dan keluarganya terhadap informasi terkait Kespro. Dengan begitu, hadirnya Tenggara Youth Community akan memberikan ruang untuk membahas topik dengan tujuan mengedukasikan HKSR untuk para remaja.

Selain itu, Tata mengungkapkan bahwa keresahannya juga didasari oleh kekerasan yang menimpanya saat masih kecil dan saat menjalin hubungan. Teman-teman yang ikut menggerakkan komunitas ini juga memiliki keresahan dari pengalaman pribadi sebagai penyintas kekerasan seksual. Dengan demikian, Tata dan Tenggara Youth Community berupaya untuk menghapus serta mengartikan kembali maksud dan tujuan dari pendidikan seksual. Untuk mencapainya, perlu ada pendekatan terhadap keluarga, terutama orang tua, para remaja. Hal ini dicap penting karena keluarga merupakan ring nomor satu dalam partisipasi edukasi ke anak secara umum.

Bersama-sama, Tata berharap agar orang tua, pendidik dan masyarakat paham bahwa pendidikan Kespro harus dibahas dalam lingkungan keluarga. Dengan begitu, para remaja merasa aman untuk mendiskusikan topik terkait Kespro dan orang tua dapat berperan dalam mencegah dan melindungi anak-anaknya.
 

Submission Agreement

Terimakasih atas  ketertarikan Anda untuk mengirimkan artikel ke BaKTINews. Dengan menyetujui pernyataan ini, Anda memberikan izin kepada BaKTINews untuk mengedit dan mempublikasikan artikel Anda di situs web dan situs afiliasinya, dan dalam bentuk publikasi lainnya.
Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuk setiap artikel yang dimuat.  Redaksi akan mempromosikan artikel Anda melalui situs kami dan saluran media sosial kami.
Dengan mengirimkan artikel Anda ke BaKTINews dan menandatangani kesepakatan ini, Anda menegaskan bahwa artikel Anda adalah asli hasil karya Anda, bahwa Anda memiliki hak cipta atas artikel ini, bahwa tidak ada orang lain yang memiliki hak untuk ini, dan bahwa konten Artikel Anda tidak mencemarkan nama baik atau melanggar hak, hak cipta, merek dagang, privasi, atau reputasi pihak ketiga mana pun.

Anda menegaskan bahwa Anda setidaknya berusia 18 tahun dan kemampuan untuk masuk ke dalam kesepakatan ini, atau bahwa Anda adalah orang tua atau wali sah dari anak di bawah umur yang menyerahkan artikel.
 
Satu file saja.
batasnya 24 MB.
Jenis yang diizinkan: txt, rtf, pdf, doc, docx, odt, ppt, pptx, odp, xls, xlsx, ods.