Berjarak sekitar 10 KM dari Ibu kota Kabupaten Kaimana, di bagian timur terdapat sebuah kampung bernama Kampung Marsi. Jalan menanjak dan berliku membelah perbukitan mewarnai perjalanan menuju kampung ini. Sebagian jalanan menuju kampung adalah jalan tidak beraspal dengan batu kerikil yang membuat perjalanan menjadi lambat. Namun sambutan pemandangan indah dari Kolam Sisir yang hijau dalam perjalanan membuatnya jadi tidak menjenuhkan.
Kampung Marsi adalah kampung yang dihuni oleh Suku Mairasi, salah satu suku tertua di Kaimana. Mairasi berarti orang berkulit hitam dan berambut keriting. Namun kini telah banyak pendatang yang bekerja dan menetap di Kampung Marsi. Kondisi ini sedikitnya menggambarkan keterbukaan orang-orang Mairasi kepada pendatang.
Pagi itu, 3 Februari 2020, satu per satu orang berdatangan di Balai Kampung Marsi. Mereka adalah aparat kampung dan para tokoh masyarakat yang hendak mengikuti proses penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kampung (RPJMK). Setelah selesai dengan pemilihan kepala kampung pada akhir tahun 2019, kini saatnya mereka menyusun RPJMK. Kali ini, proses penyusunan RPJM Kampung Marsi akan dilakukan dengan melibatkan perwakilan dari bidang kesehatan dan pendidikan. Mereka adalah para staf Pustu Kampung Marsi serta para pengajar SD YPK SISIR I yang turut hadir pula pagi itu.
Pendampingan Sinergi Perencanaan dan Penganggaran Kampung, Puskesmas dan Sekolah di Kampung Marsi berlangsung selama lima hari (3-7 Februari 2020). Para peserta belajar sekaligus mempraktikkan langsung proses perencanaan kampungnya. Kegiatan ini dipandu oleh tim fasilitator dari Provinsi Papua Barat dan dari Kabupaten Kaimana yang sebelumnya telah dipersiapkan melalui kegiatan training of trainer sinergi perencanaan oleh tim KOMPAK-LANDASAN Fase II pada November 2019 lalu. Mereka adalah Umi Riantiny dari DPMK Provinsi Papua Barat yang akan memfasilitasi kelompok kampung bersama dengan Barnesi Ketsia Dias dari DPMK Kabupaten Kaimana dan Moh. Dain Warfete dari Bappeda Kabupaten Kaimana. Kelompok Kesehatan sendiri difasilitasi oleh Richard Tombiling dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kaimana. Sementara kelompok pendidikan difasilitasi oleh Blasius Kilmas dari Dinas Pendidikan Kabupaten Kaimana.
Melalui sinergitas perencanaan ini akan lahir usulan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kampung (RPJMK) dan Rencana Kerja Pembangunan Kampung (RKPK); Rencana Usulan Kegiatan (RUK) dan Rencana Kerja Tahunan (RKT) Pustu Kampung Marsi; serta Rencana Kerja Sekolah (RKS), Rencana Kerja Tahunan (RKT) dan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) SD YPK Sisir I. Semua dokumen ini nantinya akan menjadi acuan dalam melakukan kegiatan pembangunan di Kampung Marsi. Juga menjadi program yang akan dilaksanakan Pustu dan sekolah dalam memberikan pelayanan dasar bagi masyarakat Kampung Marsi.
"Kita bertekad untuk membuat RPJM Kampung sendiri sesuai dengan masukan dan kebutuhan masyarakat,” tegas Kepala Kampung Marsi, Roni Jaisona dalam sambutannya pada pembukaan kegiatan. Roni sendiri sebelumnya adalah kader kampung yang mengelola SAIK (Sistem Administrasi dan Informasi Kampung) di Kampung Marsi. Data SAIK yang tersedia inilah kemudian menjadi acuan dalam membuat perencanaan kampung yang berbasis data.
Musyawarah Kampung, Menyepakati Masalah Kampung Bersama-sama
Dalam musyawarah kampung, pihak sekolah dan Pustu hadir untuk menyampaikan hasil identifikasi mereka tentang permasalahan kesehatan dan pendidikan di Kampung Marsi berdasarkan data yang mereka miliki. Proses partisipatif pun terjadi dalam tahap ini. Semua peserta berkesempatan untuk menyampaikan saran dan harapannya terkait layanan dasar di kampung. Dalam pemaparan perwakilan Pustu Kampung Marsi, terdapat empat kondisi kesehatan di Kampung Marsi yang menjadi prioritas. Masalah tersebut antara lain adanya tujuh kasus balita dengan gizi kurang; 80 persen ibu hamil tidak melahirkan di fasilitas layanan kesehatan; terdapat 80 persen bayi usia 0-11 bulan yang tidak memperoleh Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) dan 77,46 persen keluarga tidak menggunakan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.
Berdasarkan pemaparan dari Pustu Kampung Marsi, banyak dari peserta yang mulai menyadari bahwa masalah-masalah tersebut memang perlu mendapat perhatian. Richard Tombiling, fasilitator kelompok kesehatan menyampaikan bahwa kasus gizi kurang ini perlu ditangani dengan benar. “Ini fakta yang kita temukan. Ada tujuh balita mengalami gizi kurang. Kalau ini sampai ke level gizi buruk, itu tidak akan bisa disembuhkan,” tegasnya.
Sementara itu, Kampung Marsi hingga kini belum memiliki Posyandu. Hal tersebut menyebabkan perkembangan balita tidak terpantau dengan baik oleh petugas kesehatan. Peserta lalu menyimpulkan bahwa ketiadaan Posyandu ini menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya kasus gizi kurang di kampung mereka dan menjadi penyebab bayi usia 0-11 bulan tidak memperoleh Imunisasi Dasar Lengkap.
Mengenai persoalan ke dua di mana 80 persen ibu hamil tidak melahirkan di Pustu menyebabkan risiko kematian ibu dan bayi saat persalinan menjadi tinggi. “Ibu-ibu mungkin merasa lebih nyaman di rumah saja. Dipikirnya kami juga bisa datang membantu proses persalinan. Tapi tidak bisa kami bawa semua alat-alat kesehatan yang dibutuhkan kalau darurat. Belum lagi kondisi tempatnya tidak steril. Ini penting dan harus kita perhatikan bersama,” ungkap Hasrawati, Bidan Pustu Kampung Marsi. Pada kesempatan tersebut, muncul saran dari peserta untuk membuat peraturan kampung (Perkam) yang mengharuskan ibu hamil melahirkan di fasilitas kesehatan, termasuk kewajiban memeriksakan kehamilan minimal empat kali selama masa kehamilan.
Mengenai air bersih, seluruh peserta menyepakati bahwa memang ini adalah masalah penting. Berdasarkan analisa masalah menggunakan alat sketsa kampung, peserta menemukan bahwa kasus diare memang banyak terjadi di daerah yang tidak memperoleh aliran air bersih. Pihak kampung pun menyetujui untuk membuat jaringan pipa yang mengantarkan air bersih ke rumah-rumah warga yang belum teraliri sebagai solusi masalah ini.
Dari bidang pendidikan sendiri, pihak sekolah berhasil mengidentifikasi beberapa permasalahan. Salah satunya adalah tidak tercukupinya buku pelajaran untuk menunjang proses belajar siswa. Alokasi dana BOS sendiri tidak cukup untuk mengadakan buku-buku pelajaran tersebut. “Anak-anak kami itu ada 66 orang. Masing-masing di kelas ada 9-15 orang. Tapi paling banyak cuma ada 3 buku pelajaran. Solusi kami adalah meminta mereka fotokopi, tapi hanya sedikit juga yang mampu fotokopi.” Jelas Sri Wahyuni, Guru SD YPK Sisir I.
“Masalah kurangnya jam belajar juga menjadi perhatian penting dalam forum ini. Siswa masuk sekolah seringkali di antara pukul 09.00 hingga 10.00, kemudian sudah pulang pukul 12.00. Untuk itu Fitri L.Tawang, Gusu SD YPK Sisir I menghimbau kepada orangtua agar bisa mengingatkan anak-anaknya ke sekolah tepat waktu serta ikut memperhatikan jam belajar anak-anak mereka di rumah. Kurangnya kemampuan akademik siswa terbukti dari hasil ujian sekolah yang sebagian besar memperoleh nilai di bawah standar juga disampaikan oleh tim sekolah. Mereka bermaksud mengadakan jam pelajaran tambahan dengan bantuan pembiayaan guru honor dari kampung.
Mengetahui kondisi kesehatan dan pendidikan di kampungnya, Kepala Kampung Marsi, Roni Jaisona menyampaikan bahwa musyawarah ini telah membuka mata kita. Baginya, masalah kesehatan dan pendidikan adalah juga masalah kampung. Ia berjanji untuk memperhatikan temuan yang telah disampaikan dalam menyusun program kerjanya. Beberapa usulan yang berhasil disepakati di bidang kesehatan diantaranya pembuatan peraturan kampung untuk mewajibkan ibu-ibu melahirkan di fasilitas layanan kesehatan yang tersedia dan memeriksakan diri selama masa kehamilan, pembangunan posyandu beserta insentif kader untuk memantau perkembangan anak, dukungan penyelenggaraan kegiatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi balita gizi kurang, membantu pengadaan beberapa alat-alat pemeriksaan kesehatan; serta sosialisasi kesehatan.
Untuk sektor pendidikan, kampung bersedia untuk membantu pengadaan buku pelajaran siswa dan membiayai guru honor untuk mengajar di kelas tambahan bagi siswa. Kampung juga menyisihkan dana tambahan untuk menambah buku bacaan dan membangun perpustakaan bagi sekolah. Termasuk membantu perbaikan atap sekolah yang rusak. Selesai dengan RPJMK, selanjutnya peserta bersama-sama menentukan kegiatan yang akan dianggarkan pada tahun 2020 dalam RKPK. Proses musyawarah pun diakhiri dengan kesepakatan bersama anatara kampung, Pustu dan sekolah.
Sampai di sini penyusunan dokumen RPJMK belum berakhir. Masih ada proses panjang yang akan mereka lalui. Terutama Tim 11 sebagai penyusun dokumen RPJMK. Namun mereka berkomitmen untuk menyelesaikan dokumen RPJMK pada akhir Maret 2020. Selama itu, proses pendampingan akan terus berjalan oleh fasilitator lokal dan tim KOMPAK-LANDASAN Fase II. Begitu pula Pustu dan sekolah yang masih harus menyempurnakan dokumen perencanaan mereka.
Desiderius Bir, Spesialis Kesehatan tim KOMPAK-LANDASAN Fase II menyampaikan bahwa dari 17 kampung yang ada di Distrik Kaimana, Kampung Marsi merupakan kampung pertama yang melibatkan masyarakat dalam proses pembuatannya. Riuh tepuk tangan peserta pun menyambut pernyataan tersebut. Ia juga tak lupa mengingatkan tugas yang masih harus dijalankan hingga dokumen RPJMK bisa benar-benar selesai dan menjadi dokumen yang resmi. “Harapannya adalah Kampung Marsi ini ke depan menjadi contoh bagi kampung lain. Meski baru dalam tahap awal, namun kita telah memulainya bersama.”