Pattaneteang, Desa Berdata Masyarakat Berdaya
Penulis : Sumarni Arianto
  • Foto: https://desapattaneteang.id/
    Foto: https://desapattaneteang.id/

Perencanaan program yang tidak tepat sasaran serta adanya penyalahgunaan anggaran menjadi masalah yang sering kita temui di lembaga pemerintahan. Program-program yang dijalankan pemerintah daerah terkadang tidak melalui tahapan analisis yang tepat dan mendalam sehingga tidak mampu menjadi solusi dalam menjawab permasalahan yang ada. Padahal, idealnya setiap program kerja yang ada berdasarkan pada kebutuhan utama yang ada di masyarakat.

Sebuah inovasi perlu dilakukan guna meminimalisir kemungkinan program salah sasaran dan penyalahgunaan anggaran. Salah satu inovasi yang dilaksanakan pemerintah desa Pattaneteang adalah penyusunan konsep inovasi data dan peta yang kemudian menjadi solusi dari beragam permasalahan yang ada.

Desa Pattaneteang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Tompobulo, Kabupaten Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan. Jarak dari kota Makassar jika melalui jalur kawasan wisata Malino-Kabupaten Gowa adalah 69 kilometer sedangkan jika melewati jalur pantai selatan yakni Makassar-Bantaeng adalah 155 km yang ditempuh 3-4 jam perjalanan dengan mobil.

Desa Pattaneteang dipimpin oleh seorang Kepala Desa muda bernama Lukman, SKM. Ia menjabat setelah terpilih secara langsung pada tahun 2015. Di Bantaeng ia adalah kepala desa muda pertama yang terpilih secara langsung.

“Ketika saya menjabat pertama kali sebagai kepala desa, di desa tidak ada pangkalan data (data spasial, data sosial, data lintas sektoral) yang disusun dalam sistem pangkalan data terintegrasi (GIS) sehingga desa susah membuat perencanaan pembangunan” ungkap kepala desa berusia 34 tahun ini.

https://desapattaneteang.id/

Desa Pattanetenag awalnya adalah desa sangat tertinggal, karena itu niat berprestasi menjadi dasar bagi Lukman untuk bekerja. “Kami sadar itu harus dimulai dari data. Data yang bisa terolah, sistematis, dan teknologinya dikuasai oleh orang desa yang disusun dalam Sistem Informasi Desa (SID)” ujarnya.

Di awal pemerintahannya tahun 2015, visi misi Lukman sudah memuat tentang bagaimana membangun desa dengan sistem pemetaan/mapping yang lebih memudahkan untuk melihat keseluruhan kondisi desa dalam satu perangkat seperti komputer. Berjalan 3 tahun pemerintahan, Lukman belum menemukan titik terang siapa yang mampu membantunya mewujudkan mimpi. Pintu desa dibuka seluas-luasnya untuk siapa saja yang memiliki pengetahuan terkait pendataan ini. Barulah ia kemudian dipertemukan dengan salah seorang aktivis pegiat sistem pendataan desa pada tahun 2018. 

Dari diskusi awal kemudian disepakati untuk mulai action di Desember 2018. Namun karena ketidaktersediaan anggaran di akhir tahun maka Lukman meminta kesediaan pemuda desa untuk terlibat sebagai relawan. Ia meyakinkan mereka bahwa inilah jawaban dari mimpi memiliki database desa yang selama ini dicita-citakan. Kegiatan pendataan pertama di akhir tahun yang dilaksanakan selama 15 hari berhasil memetakan satu dusun yakni dusun Katabung. Data yang diperoleh kemudian dipresentasikan di hadapan bupati saat itu dan menuai apresiasi luar biasa.

Inovasi berbasis peta dan data yang dikembangkan di desa Pattaneteang merupakan sebuah konsep dalam mengumpulkan data masyarakat yang kemudian diwujudkan dalam bentuk pangkalan data dan peta sehingga setiap data mampu ditampilkan secara rinci, terstruktur dan lengkap.

Saat ini, basis data dan peta telah digunakan dalam menganalisis permasalahan masyarakat, menetapkan program kerja, dan dipergunakan untuk keperluan lainnya. Peta desa digital menggambarkan tentang data spasial, data sosial dan data sektoral. Data spasial memuat data keruangan desa, daerah rawan bencana, topografi, jenis tanah. Untuk data sosial memuat data dasar kependudukan, data pendidikan, data elektrisitas, data pertanian, data pendidikan, data sejarah desa, data pengangguran dan tingkat pendapatan warga. Sedangkan data sektoral mencakup data kehutanan, data pertanian dan data kemiskinan

Proses pendataan desa Pattaneteang melalui partisipasi masyarakat. Kurang lebih 100 orang masyarakat desa di mana 80 persen diantaranya adalah pemuda, digerakkan dalam merencanakan, mengumpulkan data, hingga pembuatan peta. Sebelum memulai pendataan, diadakan pelatihan pengolahan data dan pembuatan peta oleh tenaga pendamping desa. Desa menyiapkan perangkat berupa komputer dan software sebagai pangkalan data. Pemuda yang telah mengikuti pelatihan kemudian turun mengumpulkan data. Setelah semua data terkumpul dilakukan analisis oleh tim peta yang berjumlah 7 orang untuk memverifikasi semua data yang ada. Beberapa data kemudian diunggah pada laman situs web agar dapat diketahui masyarakat luas. Data yang bersifat non publik disimpan oleh aparat desa untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. Data yang bersifat umum dapat dilihat di situs web https://desapattaneteang.id.

Hasil akhir dari program pemetaan ini adalah dilahirkannya peta digital desa, peta tiga dimensi, situs web desa hingga buku desa.

Dengan adanya pangkalan data dan peta digital desa, pemerintah desa mendapat kemudahan dalam menyusun program pembangunan desa yang lebih tepat sasaran dan sesuai kebutuhan. Penyusunan anggaran desa juga menjadi lebih transparan dan akuntabel, karena data yang ada di desa sesuai dengan data yang ada di kecamatan, kabupaten dan provinsi.

Hampir semua data yang diperoleh masyarakat dibuat dalam basis peta sehingga akan sangat mudah dalam melihat jalur pada setiap jenis data yang dibutuhkan. Data dan informasi yang diperoleh disajikan dalam beberapa media yakni peta 3D, peta digital, situs web desa dan dalam bentuk buku yang diberi judul Pattaneteang Desa untuk Indonesia 2019. 

Jika sebelumnya perencanaan pembangunan desa yang dilakukan dalam bentuk musyawarah desa tanpa data yang cukup, prosesnya berlangsung lebih lama. Salah satu data yang menarik dan sangat bermanfaat terkait perencanaan pengembangan ekonomi desa adalah data terkait kondisi sosial ekonomi warga. Hampir semua data mulai data kebutuhan rumah tangga dikumpulkan.

Sebut saja data terkait konsumsi sayuran warga, dimana diketahui jumlah pengeluaran rata-rata seluruh warga dalam sebulan untuk belanja sayuran adalah 12 juta rupiah. Ini bisa jadi peluang untuk Bumdes mensuplai kebutuhan sayuran warga atau terbuka peluang untuk anak muda menjadi petani sayur. Data ini merupakan potensi yang selama ini tidak diketahui padahal ini peluang kerja bagi pemuda desa.

Ketersediaan data membuat Lukman dan jajarannya berpikir bahwa ketika data dihidupkan potensi lapangan kerja akan semakin banyak teridentifikasi di desa. “Kemandirian dari sisi ekonomi masih menjadi PR besar buat kami, sebagai desa mandiri kami menang di poin lingkungan dan sosial sehingga untuk prioritas kegiatan tahun 2021 kami fokus ke bidang ekonomi” ungkap Lukman.

Untuk sektor pendidikan, dilakukan pendataan pada angka putus sekolah. Data yang diperoleh kemudian ditindaklanjuti dengan penyediaan fasilitasi program paket A, B dan C untuk meneruskan pendidikan. Desa Pattaneteang juga mendirikan fasilitas pendidikan berupa perguruan tinggi yang disebut dengan Kampus Merdeka.  Kampus didirikan sebagai salah satu upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia di desa Pattaneteang untuk mempercepat pembangunan desa dalam mempermudah masyarakat mengakses pendidikan. Kampus Merdeka menghadirkan jurusan ilmu politik yang bekerja sama dengan Universitas Teknologi Sulawesi (UTS).

Terkait bidang kesehatan, setelah melihat belanja masyarakat untuk bidang kesehatan, terutama belanja obat-obat ringan, desa kemudian memfasilitasi masyarakat di Pustu dan Polindes untuk bisa mengakses obat gratis. Di sektor pertanian, sejak data dipublikasikan semua bantuan lebih mudah masuk, karena data yang disajikan ke pemerintah kabupaten, provinsi dan pusat memperlihatkan dengan jelas kebutuhan masyarakat tani apa saja. Jika dulu petani tidak tahu siapa kelompoknya dan di mana letaknya sekarang sudah dibagi dengan pemetaan kelompok tani berbasis hamparan sehingga masyarakat tidak dengan mudah langsung membuat kelompok fiktif yang hanya untuk kepentingan mendapatkan program/bantuan. “Tahun 2020 arah pembangunan kabupaten sudah ada yang ditawarkan ke kami seperti peta pembangunan drainase, irigasi, jalan yang disiapkan anak-anak muda” kata Lukman.

Hampir setiap tahun Pattaneteang berubah indeks desa membangunnya menurut penilaian Kementerian Desa. Tahun 2015 Pattaneteang adalah desa paling tertinggal di kabupaten Bantaeng, kemudian berubah jadi desa tertinggal, berkembang dan berubah menjadi desa maju dan sekarang berstatus desa mandiri pertama di kabupaten Bantaeng.

Inovasi sistem pangkalan data desa sudah mulai ditularkan pula ke desa tetangga. Sudah ada sekolah desa yang dikembangkan tahun 2019 dengan program sister village. Desa-desa lain yang ingin belajar terkait sistem pendataan desa digital, GIS akan dilatih di sekolah desa ini dimana anak-anak muda juga yang datang belajar. Hasil dari program sister village ini, Bumdes desa saudara bahkan lebih kuat dari desa Pattaneteang sendiri, dalam prosesnya terjadi pertukaran hal-hal baik antar sister village ini.

Untuk memastikan keberlanjutan inovasi desa ini, Lukman bersama BPD Desa menyusun Peraturan Desa agar sistem pangkalan data desa yang sudah berjalan dengan baik selama ini dapat terus dilaksanakan meski kapal Pattaneteang tidak dinahkodai lagi oleh Lukman sebagai pencetus gagasan ini.

Di usianya yang masih 34 tahun, Lukman telah membawa desanya memperoleh beragam prestasi dan penghargaan melalui inovasi-inovasinya. Penghargaan yang diperoleh antara lain Desa Taat Pajak se Kab Bantaeng, Pengelolaan Hutan Desa Terbaik (KLH 2017), penghargaan indeks desa membangun dari desa tertinggal menjadi desa berkembang (Kemendes 2017), penghargaan indeks desa membangun dari desa berkembang menjadi Desa Maju (Kemendes 2019). 

https://desapattaneteang.id/

Membangun desa membutuhkan ketulusan pelaku di dalamnya termasuk pemuda desa, karena mustahil negara dikuatkan jika desa tidak kuat. Kekuatan membangun Indonesia dimulai dari hal-hal terkecil mulai dari pribadi, keluarga, lingkungan. Desa Pattaneteang membangun dengan berlandaskan data dengan melibatkan kekuatan desa yakni pemuda. Kalau desa semua kuat maka Indonesia juga akan kuat dengan sendirinya. Untuk menuju Indonesia kuat dibutuhkan urun tangan anak-anak muda progresif yang mau membangun desanya berbasis data agar masyarakatnya berdaya.

Informasi lebih lanjut:
Lukman, S.KM, Kepala Desa Pattaneteang, melalui email bung8769[at]gmail.com

 

Submission Agreement

Terimakasih atas  ketertarikan Anda untuk mengirimkan artikel ke BaKTINews. Dengan menyetujui pernyataan ini, Anda memberikan izin kepada BaKTINews untuk mengedit dan mempublikasikan artikel Anda di situs web dan situs afiliasinya, dan dalam bentuk publikasi lainnya.
Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuk setiap artikel yang dimuat.  Redaksi akan mempromosikan artikel Anda melalui situs kami dan saluran media sosial kami.
Dengan mengirimkan artikel Anda ke BaKTINews dan menandatangani kesepakatan ini, Anda menegaskan bahwa artikel Anda adalah asli hasil karya Anda, bahwa Anda memiliki hak cipta atas artikel ini, bahwa tidak ada orang lain yang memiliki hak untuk ini, dan bahwa konten Artikel Anda tidak mencemarkan nama baik atau melanggar hak, hak cipta, merek dagang, privasi, atau reputasi pihak ketiga mana pun.

Anda menegaskan bahwa Anda setidaknya berusia 18 tahun dan kemampuan untuk masuk ke dalam kesepakatan ini, atau bahwa Anda adalah orang tua atau wali sah dari anak di bawah umur yang menyerahkan artikel.
 
Satu file saja.
batasnya 24 MB.
Jenis yang diizinkan: txt, rtf, pdf, doc, docx, odt, ppt, pptx, odp, xls, xlsx, ods.