Siapa saja yang termasuk dalam kata “umum”, ketika kita membicarakan mengenai tempat umum? Orang-orang seperti apa yang dapat memasuki, beraktivitas, dan berpartisipasi di dalam ruang publik? Dan siapa saja orang-orang yang tidak bisa berpartisipasi dalam ruang tersebut?
Pertanyaan ini merupakan pertanyaan pelik. Bagi sebagian orang, pertanyaan ini bukan sekadar bahan refleksi, tetapi bagian dari realita kehidupan. Aktivitas-aktivitas berlangsung di dalam sebuah ruang fisik yang dibangun berdasarkan asumsi-asumsi atas apa saja yang dibutuhkan oleh masyarakat umum. Sayangnya, sebagian ruang umum tidak dibangun mengikuti kebutuhan orang-orang yang memiliki fungsi tubuh berbeda, seperti penyandang disabilitas. Kepada siapakah ruang umum ini ditujukan, merupakan hal yang kerap ditanyakan penyandang disabilitas, sebab tidak semua ruang dapat diakses oleh mereka.
Keterbatasan ruang beraktivitas bagi penyandang disabilitas mempengaruhi kualitas hidup mereka. Disabilitas yang dimaksud di sini bukan hanya disabilitas fisik, tapi juga mental dan/atau sensorik, seperti autisme. Sedikitnya ruang fisik yang dapat mereka akses oleh menyebabkan mereka kesulitan berpartisipasi dalam berbagai aktivitas, seperti mengenyam pendidikan, bekerja, atau mengakses layanan-layanan publik lainnya. Keterbatasan akses dan ruang turut menyebabkan berkembangnya miskonsepsi dalam masyarakat, sehingga menciptakan stereotip dan diskriminasi.
Menyelami Pengalaman Tubuh Individu Autistik
Mengapa kita perlu membahas ruang yang ramah untuk individu autistik? Pasalnya, secara fungsi fisik yang terlihat di “luar”, individu autistik terlihat tidak memiliki perbedaan dengan masyarakat pada umumnya. Pandangan ini tidak sesuai dengan apa yang dialami oleh individu autistik sendiri. Autisme merupakan variasi neurologis yang mempengaruhi berbagai aspek fungsi otak.
Pengalaman individu autistik tidak bisa disamaratakan karena autisme merupakan sebuah spektrum yang kompleks. Selain itu, proses-proses mental yang berlangsung juga bersifat dinamis, sehingga pengalaman seorang individu autistik pun bervariasi, tergantung berbagai faktor internal dan eksternal. Akan tetapi, sebagian besar individu autistik memiliki pengalaman tubuh yang serupa dikarenakan perbedaan fungsi otak mereka. Berikut ini adalah beberapa contohnya.
Stimming atau perilaku stimulasi diri. Tindakan ini mengacu pada gerakan yang berulang, misalnya mengulang gerakan tubuh, menggerakkan benda secara berulang, atau mengeluarkan suara atau kata yang berulang-ulang. Tujuan dari stimming bermacam-macam. Ada yang melakukan stimming untuk mengelola diri ketika mereka mengalami over stimuli. Stimming juga bisa dilakukan apabila individu autistik mencari rangsangan tambahan. Selain itu, individu autistik juga melakukan stimming sebagai ekspresi diri, misalnya dengan mengulang kata-kata dari film favoritnya.
Perbedaan Fungsi Sensorik. Individu autistik memiliki fungsi sensorik yang berbeda, sehingga mereka memiliki cara untuk memproses realita dengan cara yang berbeda. Tingkat sensitivitas masing-masing individu autistik berbeda-beda, tergantung jenis rangsangan, situasi, atau waktu. Sebagian individu autistik memiliki sensitivitas yang lebih rendah terhadap rangsangan tertentu, yang juga disebut hyposensitivity. Sementara itu, sebagian individu autistik memiliki sensitivitas yang lebih tinggi terhadap rangsangan tertentu, yang juga bisa disebut sebagai hypersensitivity.
Sensory Overload. Ketika stimulasi di luar berlebih, seseorang tidak dapat memproses rangsangan yang diterima. Sensory overload memicu peningkatan stress, sehingga kerap muncul respons emosional yang tidak diinginkan. Respons emosional pertama adalah meltdown, yakni ledakan emosi yang terjadi karena seseorang tidak dapat mengendalikan dirinya lagi. Luapan emosi ini bisa dalam bentuk teriakan, perilaku self-harm, atau tindakan agresif. Respons emosional kedua adalah shutdown, yang ditandai dengan tidak responsifnya seseorang karena mereka menarik diri dari sekitar.
Perbedaan fungsi motorik. Individu autistik memiliki fungsi motorik yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Beberapa individu autistik memiliki postur serta pembawaan diri yang berbeda. Sebagian individu autistik memiliki keterbatasan dalam mengendalikan gerak tubuh, sehingga mereka tidak bisa melakukan aktivitas-aktivitas yang membutuhkan motorik halus seperti berbicara.
Membangun Ruang untuk Individu Autistik
Ruang yang ramah bagi individu autistik adalah ruang yang mempertimbangkan pengalaman tubuh mereka. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam membangun ruang untuk individu autistik cukup kompleks. Autisme merupakan kondisi spektrum, sehingga pengalaman tubuh antara satu individu dengan individu autistik lain tidaklah sama. Diperlukan kajian yang komprehensif agar kita dapat mendesain ruang publik yang ramah bagi individu autistik.
Sayangnya, masih banyak keterbatasan dalam kajian-kajian autisme. Kajian-kajian autisme umumnya belum melibatkan individu autistik secara aktif. Sebagian besar penelitian mengenai autisme lebih banyak menekankan pada intervensi dan tindakan medis, padahal banyak aspek-aspek di luar medis yang mempengaruhi hidup individu autistik.
Penelitian mengenai cara membangun ruang yang ramah individu autistik pun juga masih perlu dikembangkan lebih jauh. Terdapat berbagai faktor yang perlu dipertimbangkan dalam mengembangkan ruang yang ramah bagi individu autistik. Setidaknya ada enam faktor yang perlu dipertimbangkan dalam membangun ruang yang ramah individu autistik berdasarkan kajian-kajian yang telah ada. Hal ini bisa dilihat pada diagram di bawah.
Sensoryspace atau apa saja dan bagaimana rangsangan sensorik yang ada di dalam sebuah ruangan? Ruangan yang tidak ramah individu autistik umumnya memiliki rangsangan dengan intensitas yang terlalu kuat sehingga membebani fungsi sensorik individu autistik.
Space atau seperti apa situasi ruangan fisik yang ditempati? Kondisi ruangan yang terlalu padat dapat menyulitkan individu autistik, sebab ruangan yang terlalu padat menimbulkan rangsangan sensorik yang lebih intens serta mengurangi ruang gerak.
Predictability atau apakah rangsangan sensorik dan kondisi ruangan dapat diantisipasi oleh individu autistik? Individu autistik memiliki kesulitan merespons kondisi yang tidak familiar atau tidak dapat diantisipasi. Contohnya, tempat baru yang tidak mereka kenal atau situasi yang tidak terduga.
Understanding atau apakah orang-orang di sekitar memiliki pemahaman atas kondisi dan kebutuhan individu autistik? Kurangnya pemahaman atas kondisi individu autistik dari lingkungan sekitar dapat memunculkan stigma dan diskriminasi. Selain itu, mereka juga akan kesulitan menavigasi lingkungan karena pemahaman orang-orang akan autisme rendah.
Adjustment atau apakah individu autistik dapat mengakses akomodasi sesuai dengan kebutuhan mereka? Kurangnya akomodasi yang sesuai dengan kebutuhan mereka menyulitkan mereka dalam beraktivitas di ruang publik. Bentuk-bentuk akomodasi yang dibutuhkan individu autistik bervariasi, mulai dari komunikasi untuk menunjang aktivitas hingga penyesuaian laju aktivitas.
Recovery atau apakah lingkungan sekitar menyediakan ruang bagi individu autistik untuk memulihkan diri apabila mereka mengalami sensory overload? Tatkala individu autistik mengalami sensory overload, mereka membutuhkan waktu serta ruangan bersuasana tenang untuk memulihkan diri. Ruangan sensorik (sensory room) dibangun sedemikian rupa untuk menenangkan diri dan mengumpulkan konsentrasi. Sayangnya, ruangan sensorik hingga saat ini masih jarang ditemukan.
Mengupayakan Ruang Ramah Autisme
Tidak ada cara tunggal untuk menciptakan ruang ramah autisme. Spektrum autisme begitu beragam, dan begitu juga kebutuhan individu autistik. Terkadang, akomodasi yang dibutuhkan oleh satu individu autistik dengan individu autistik lainnya bisa jadi bertolak belakang, bahkan bertentangan. Ada kalanya akomodasi yang disediakan untuk penyandang disabilitas tertentu justru menghambat akses penyandang disabilitas yang lain. Oleh karena itu, kita perlu beragam strategi untuk menciptakan ruang ramah autisme.
Diskusi mengenai ruang ramah autistik senantiasa berkembang seiring dengan pemahaman publik mengenai autisme. Suara mereka memungkinkan kita untuk memahami autisme secara lebih komprehensif, sementara ruang yang ramah autistik memungkinkan individu autistik untuk berpartisipasi menyuarakan pengalamannya. Waktunya kita memusatkan suara individu autistik dalam pemahaman kita, dan waktunya kita memberi ruang yang lebih ramah bagi mereka untuk beraktivitas dan bersuara.
Sumber: Jurno.id