Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak semakin meningkat setiap tahunnya. Namun ini tidak lantas membuat kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat tertangani dengan baik. Salah satu indikator tertangani dengan baiknya kasus kekerasan terhadap perempuan adalah terpenuhinya hak perlindungan dan pemulihan korban kekerasan. Namun selama ini berbagai hambatan ditemui oleh para korban kekerasan untuk mendapatkan haknya, mulai dari kebijakan yang tidak berpihak pada korban hingga penanganan kasus yang tidak berperspektif korban.

Data terakhir SIMFONI PPA menyebutkan Kabupaten Lombok Timur masih menjadi daerah dengan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak paling tinggi di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Hingga Desember 2023 dari 948 jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi di NTB, terdapat 21,2 persen atau 201 kasus di antaranya terjadi di Lombok Timur.

Kehadiran Kelompok Konstituen (KK), yaitu organisasi di tingkat komunitas yang dibentuk pada tingkat desa atau kelurahan oleh Program INKLUSI - BaKTI tidak hanya bertujuan mengorganisir komunitas untuk memperjuangkan hak-haknya dan mengakses layanan pemerintah, namun juga bertujuan untuk memberikan pendampingan bagi korban kekerasan melalui Layanan Berbasis Komunitas (LBK). Adapun prinsip pendampingan yang diberikan tetap menggunakan perspektif korban di mana, segala proses pendampingan dilakukan berdasarkan persetujuan dan kebutuhan korban.

Peningkatan Kapasitas Tenaga Pendamping Kasus Kekerasan

Sebagai mitra Yayasan BaKTI dalam Program INKLUSI (Kemitraan Australia Indonesia Menuju Masyarakat Inklusif), Lombok Research Center (LRC) berkepentingan untuk meningkatkan kualitas layanan pendampingan bagi pengurus KK di 15 desa dampingan yang ada di Lombok Timur. Untuk itu, di awal tahun 2023, LRC telah melatih setiap Layanan Berbasis Komunitas (LBK) di 15 desa dampingan dimana, narasumbernya berasal dari Unit PPA Polres Lombok Timur dan UPTD PPA Lombok Timur. “Terus terang saja, sejak kami mengikuti kegiatan KK dan mengikuti pelatihan pendampingan korban kekerasan, kami merasakan banyak manfaat terkait bagaimana melakukan proses pendampingan” ujar ibu Yuyu, salah seorang pengurus KK di Desa Paokmotong.

“Kami mengapresiasi implementasi Program INKLUSI di Lombok Timur, terutama terkait dengan upaya-upaya pencegahan dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang masih menjadi tantangan pemda dalam menjalankan program pembangunan selama ini” ujar H. Ahmad A, S.Kep. MM, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana  (P3AKB) Lombok Timur dalam sesi audiensi terkait pelaksanaan pelatihan bagi tenaga pendamping korban kekerasan yang dilaksanakan oleh LRC.


“Harapan kami kepada tenaga pendamping yang nantinya setelah mengikuti pelatihan dapat berkolaborasi dan menjadi perpanjangan tangan pemda dalam melakukan pendampingan korban kekerasan di tengah keterbatasan SDM yang ada di UPTD PPA” harap Pak Kadis P3AKB. “Untuk itu, kami siap memberikan legitimasi kepada para peserta pelatihan tenaga pendamping korban kekerasan perempuan dan anak.” sambungnya.

Proses pendampingan bagi korban kekerasan memang akan semakin berkualitas apabila para tenaga pendamping dari LBK yang ada di 15 KK memiliki legitimasi berupa pengakuan dari pihak pemerintah daerah. Hal ini terbukti berselang seminggu setelah kegiatan pelatihan bagi tenaga pendamping di 15 KK dampingan LRC, keberadaan mereka dikuatkan dengan Surat Keputusan (SK) dari Kepala Dinas P3AKB Lombok Timur dengan nomor 188.45/125/P3AKB/2023. Selain itu, mereka juga berhak atas Kartu Identitas yang harus mereka kenakan ketika melakukan pendampingan, yang disebut Kartu Identitas Pendamping (KIP).

Kepala Dinas P3AKB Kabupaten Lombok Timur H. Ahmad A, S.Kep., MM. berharap dengan adanya SK serta pemberian kartu identitas bagi tenaga pendamping korban kekerasan dapat memudahkan mereka dalam melakukan pendampingan, baik di tingkat desa ataupun sampai pada tahap rujukan. Pengakuan ini juga merupakan salah satu bentuk komitmen kolaborasi pemda dengan semua stakeholder dalam penanganan korban kekerasan di Lombok Timur.

 

”Kartu Sakti”

Selain ke UPTD PPA, keberadaan pendamping juga telah dikoordinasikan atau diperkenalkan ke penyedia layananan lainnya, seperti Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polres, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Dinas Sosial, dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Dengan adanya kartu identitas pendamping yang dimiliki, pendamping mengakui mendapatkan kemudahan. Terutama dalam pengurusan administrasi kependudukan dan BPJS. Pendamping tidak perlu lagi membawa surat kuasa dalam pengurusan tetapi cukup menunjukkan Kartu Identitas Pendamping, maka petugas akan segera melayani. Bahkan mereka menyebut kartu tersebut sebagai “Kartu Sakti”, bukan sekadar kartu biasa.

Beberapa pendamping berbagi pengalaman mereka tentang kemudahan yang mereka dapatkan setelah memiliki kartu identitas terutama saat melakukan pengurusan administrasi kependudukan dan perlindungan sosial bagi masyarakat rentan dan marginal.

Rahima, saat mendampingi korban kekerasan yang ternyata belum memiliki dokumen administrasi kependudukan. Tentu selain melakukan pendampingan korban, Rahima juga harus harus membantu menguruskan KTP dan Kartu Keluarga bagi korban tersebut. Setelah persyaratan pembuatan KTP disiapkan, Rahima menuju Dinas Dukcapil setempat tanpa membawa yang bersangkutan karena kondisi yang tidak memungkinkan. 

Namun, dengan alasan yang bersangkutan tidak hadir maka petugas tidak dapat memproses pengurusan adminduk dan Rahima harus menyertakan beberapa surat pernyataan dan surat Kuasa. Rahima lalu menunjukkan Kartu Identitas Pendamping yang ia miliki, melihat itu, petugas langsung memproses pengajuan adminduk yang diusulkan oleh Rahima. Hal ini karena petugas mengetahui bahwa Rahima merupakan salah satu petugas pendamping yang diakui oleh pemerintah daerah.

Serupa dengan Rahima, Nikmal Wakil, Pendamping dari Desa Sikur Selatan memfasilitasi 5 orang lansia untuk mendapatkan Jaminan Kesehatan. Pengurusan jaminan kesehatan tentu juga harus menghadirkan mereka di Kantor BPJS. Dengan kondisi lansia yang tidak memungkin untuk melakukan perjalanan jauh ke Ibu Kota Kabupaten, akhirnya Wakil memutuskan untuk mengurus sendiri tanpa membawa serta lansia tersebut. Awalnya  Wakil ragu, apakah proses pengurusan dapat diselesaikan atau tidak. Namun setelah menunjukkan Kartu Identitas Pendamping yang dimiliki ternyata petugas di kantor BPJS memberikan kemudahan dan proses pengurusan Jamkes bagi lansia dapat diselesaikan. “Tidak hanya bagi kami (pendamping), tapi kemudahan juga dirasakan oleh penerima manfaat” ucap Wakil.

“Penggunaan kartu identitas ini telah memudahkan para pendamping sebagai jembatan bagi korban kekerasan untuk dapat mengakses layanan. Tidak hanya pada UPTD PPA saja tetapi pada layanan rujukan lain yang dibutuhkan oleh korban”, ungkap Ibu Sukini dari KK Desa Aikmel Timur.

“Kami semakin percaya diri dengan adanya kartu identitas tenaga pendamping korban kekerasan ini. Sebelumnya peran kami selalu dipertanyakan ketika melakukan pendampingan korban kekerasan, baik di tingkat komunitas maupun pada aparat penegak hukum (APH), sambung Ibu Sukini. Berdasarkan hasil perekaman yang dilakukan oleh LRC terhadap aktivitas LBK di 15 KK dampingan, terbukti dari 25 kasus kekerasan yang diterima pada tahun 2023, semuanya dapat terlayani bahkan sampai tingkat rujukan.

Ada hal menarik yang terjadi pada alur penanganan kasus. Di mana pada awal LBK dibentuk, hampir semua kasus dilaporkan ke LBK untuk mendapatkan layanan. Ada yang diselesaikan di level komunitas dan ada beberapa kasus dirujuk sesuai dengan kebutuhan. Setelah hampir dua tahun berjalan, dengan pengalaman pendampingan korban yang dimiliki oleh LBK telah menumbuhkan kepercayaan dari Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) dan Unit PPA Polres. Beberapa kasus yang dilaporkan ke kedua instansi layanan tersebut justru mempercayakan pendampingan korban dilakukan oleh pendamping LBK.

 

*) SUHERMAN, BAIQ TITIS YULIANTY, LALU FARUQ HANIF, & KHAIDIR ACHMAD M.

Submission Agreement

Terimakasih atas  ketertarikan Anda untuk mengirimkan artikel ke BaKTINews. Dengan menyetujui pernyataan ini, Anda memberikan izin kepada BaKTINews untuk mengedit dan mempublikasikan artikel Anda di situs web dan situs afiliasinya, dan dalam bentuk publikasi lainnya.
Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuk setiap artikel yang dimuat.  Redaksi akan mempromosikan artikel Anda melalui situs kami dan saluran media sosial kami.
Dengan mengirimkan artikel Anda ke BaKTINews dan menandatangani kesepakatan ini, Anda menegaskan bahwa artikel Anda adalah asli hasil karya Anda, bahwa Anda memiliki hak cipta atas artikel ini, bahwa tidak ada orang lain yang memiliki hak untuk ini, dan bahwa konten Artikel Anda tidak mencemarkan nama baik atau melanggar hak, hak cipta, merek dagang, privasi, atau reputasi pihak ketiga mana pun.

Anda menegaskan bahwa Anda setidaknya berusia 18 tahun dan kemampuan untuk masuk ke dalam kesepakatan ini, atau bahwa Anda adalah orang tua atau wali sah dari anak di bawah umur yang menyerahkan artikel.
 
Satu file saja.
batasnya 24 MB.
Jenis yang diizinkan: txt, rtf, pdf, doc, docx, odt, ppt, pptx, odp, xls, xlsx, ods.