INSPIRASI (Indonesia Selandia Baru Program untuk Generasi Muda Inspiratif) adalah program beasiswa tahunan yang memberikan kesempatan kepada pemuda dari organisasi masyarakat sipil dan NGO di Indonesia Timur untuk belajar mengenai pembangunan berkelanjutan dan bahasa Inggris selama 6 bulan di Auckland, Selandia Baru. Angkatan pertama tahun lalu sebanyak 8 peserta dan tahun ini, angkatan kedua masih menjalani proses belajar di Auckland dan kembali ke Indonesia pada bulan Desember.
Politik di Indonesia dan Hubungannya Dengan NGO
Reuni anak sulung program INSPIRASI digelar selama 4 hari dan dilaksanakan di dua tempat yaitu Makassar dan Bulukumba. Hari pertama diisi dengan pemaparan oleh Andi A. Yani, kandidat Ph.D dan dosen di Departemen Ilmu Administrasi Universitas Hasanuddin Makassar tentang “Indonesian Politics and the Roles of Civil Society in Politics”. Peserta diperkenalkan dengan dinamika partai politik di Indonesia yang merupakan urat nadi demokrasi.
Disebutkan bahwa salah satu tantangan yang dihadapi berbagai negara di dunia sekarang adalah apatisme anak muda terhadap politik. Kemenangan Trump di pemilihan Presiden Amerika Serikat diangkat Andi Yani sebagai contoh. Banyak yang tidak mendukung Trump tetapi tidak pula ke tempat memilih.
Secara khusus Andi Yani menyebutkan pentingnya untuk mendesain data yang telah ada agar mudah dimanfaatkan oleh pengambil kebijakan. Tugas selanjutnya adalah membangun kepercayaan baik secara individu maupun secara kelembagaan. Setelah pemaparan oleh Andi Yani, selanjutnya ada Ibu Lusia Palulungan dari Program MAMPU-BaKTI. Ibu Lusia memulai dengan menyampaikan bahwa berpolitik adalah hak asasi manusia. Selama ini, politik sering diasosiasikan dengan hal-hal negatif sehingga kita cenderung menghindari politik, termasuk CSO. Melakukan pemetaan aktor menjadi salah satu langkah strategis yang bisa dilakukan dalam melaksanakan program yang pastinya melibatkan pemangku kebijakan. Ibu Lusia menambahkan pentingnya untuk memahami alur dan mekanisme pengambilan kebijakan tersebut. Kalimat dari Luna Vidya selaku moderator menutup epik hari pertama bahwa kita sebenarnya bisa mengidentifikasi keengganan kita untuk terlibat dengan politik karena persepsi kita bahwa politik itu negatif, sedangkan idealisme yang kita anut tidak dapat dicampur adukkan dengan politik. Padahal semua aktifitas yang kita laksanakan memiliki implikasi politik.
Presentasi di Tepi Pantai
Sesi hari pertama diakhiri dengan peserta berangkat ke Bulukumba menggunakan mobil minibus. Di penginapan yang berbatasan langsung dengan pantai berpasir putih, semilir angin dini hari membangunkan dari tidur yang lelap. Di hadapan bangunan tempat kami menginap, berjejer pohon nyiur yang menghasilkan siluet indah saat matahari terbit. Pagi yang khusuk bagi peserta yang bersiap untuk sarapan dan melakukan presentasi pertama.
Tirsana Kailola dari Yayasan Heka Leka mempresentasikan program Early Childhood Education (ECE) Workshop, yaitu workshop peningkatan kapasitas bagi guru PAUD di Pulau Saparua, Maluku. Dibantu oleh mentornya yang berada di Selandia Baru, perempuan yang akrab disapa Tirsa ini menyusun modul pelatihan Child Development Theory, Play-based Learning, dan Behaviour Management.
Melalui proyek ini, Tirsa menemukan banyak pengalaman bersama guru PAUD dan terus membangun komunikasi positif bersama mereka. Meski telah berakhir, program ini akan berlanjut dan harapannya Heka Leka dapat melatih lebih banyak lagi guru PAUD untuk generasi Maluku yang lebih cerdas.
Selanjutnya ada Rezki Pratiwi yang berasal dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar. Tiwi, sapaan akrabnya saat ini sedang menempuh studi master hukum di Universitas Hasanuddin ini mempunyai visi bahwa perempuan yang berhadapan dengan hukum harus memperoleh keadilan. Melalui visi ini, Tiwi menjalankan program Promoting Access to Justice for Woman in The Criminal Justice System, salah satu melalui pengumpulan informasi terkait masalah dan tantangan yang dihadapi oleh korban kekerasan seksual dan dukungan yang dibutuhkan.
Ada juga Andi Arifayani dari Yayasan LemINA yang menjalankan program pencegahan kekerasan seksual berbasis sekolah. Dalam prosesnya, Ifa bersama timnya memilih salah satu sekolah di Makassar dan menyusun modul yang akan digunakan oleh guru. Harapannya agar program ini bisa diterapkan di lebih banyak sekolah atau bahkan menjadi program wajib bagi guru sekolah dasar.
Rosa Dee Panda yang berasal dari organisasi dengan latar belakang Water and Sanitation Hygiene (WASH). Bekerjasama dengan organisasi lokal Yayasan Saomere, Rosa mengumpulkan cerita yang ada di masyarakat yang berkaitan dengan nilai-nilai yang mengusung pentingnya menjaga lingkungan. Sementara Citra Al Rasyid dari Burung Indonesia menjadi presenter terakhir sebelum istirahat sore. Ia memaparkan mengenai program Co-designing Alternative Earnings for Housewives Who Live near the Popayato-Paguat Landscape yang ada di Gorontalo. Presentasi dilanjutkan malam hari oleh Serlinia mengenai The Power of Women's Stories dan Ester Elizabet Umbu Tara tentang Food, Land and People.
Belajar Dari Komunitas Petani Organik Desa Salassae
Hari ketiga seluruh rombongan bertolak menuju Desa Salassae yang terletak di Kecamatan Bulukumpa, Kabupaten Bulukumba. Tujuannya untuk mengunjungi Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS) Salassae, komunitas petani alami yang sudah berusia kurang lebih 10 tahun.
Bapak Armin Salassa, Ketua KSPS Salassae, bercerita tentang berbagai tantangan yang dihadapi di awal terbentuknya komunitas. Penolakan dari warga serta keraguan akan keberhasilan bercocok tanam tanpa pestisida mampu ditepisnya. Ia menekankan pentingnya memiliki visi kolektif yang menjadi mesin penggerak komunitas. Pengetahuan tidak boleh disimpan sendiri, harus disebarkan ke banyak orang, begitu kata Pak Armin. Sesi berikutnya rombongan diajak ke areal persawahan untuk menikmati makan siang yang telah disediakan oleh warga. Ada banyak cerita yang dibagi dan kami bawa pulang, termasuk pengetahuan baru tentang media tanam dan pupuk alami yang bisa dipraktikkan langsung saat pulang nanti.
Menyusun Langkah Tindak Lanjut Reuni
Hari terakhir di Makassar, sesi dengan alumni dilanjutkan dengan presentasi oleh Fauzan Ade Azizie dari Tenoon. Menjalankan program bernama Inclusive Intern Initiative, Fauzan telah melaksanakan diskusi kelompok terarah dengan komunitas tuli yang ada di Makassar. Melalui kegiatan ini diperoleh berbagai temuan mengenai tantangan yang dihadapi oleh orang yang memiliki keterbatasan dengan pendengaran dalam menghadapi dunia kerja. Bersama dengan timnya di Tenoon, Fauzan melaksanakan proses co-design untuk menyiapkan proses orang tuli untuk magang di beberapa perusahaan di Makassar.
Selanjutnya adalah menyusun rencana tindak lanjut untuk alumni INSPIRASI. Banyak ide bertebaran di sticky note yang ditempel pada flipchart. Kita sepakat bahwa jejaring ini akan menjadi support system antar alumni serta sumber informasi bagi peserta yang akan datang. Kami berpisah dan saling mengucapkan pesan kebaikan. Semoga kami bisa menjadi riak kecil untuk perubahan-perubahan baik di Indonesia Timur. Selamat jalan, Haere rá!