Provinsi Sulawesi Tengah memiliki wilayah hutan yang cukup luas. Sekira 4,4 juta hektar atau 64 persen dari luas wilayah provinsi ini adalah hutan. Sulawesi Tengah juga termasuk ke dalam 10 provinsi di Indonesia dengan wilayah hutan lindung terluas, yakni tak kurang dari 1,3 juta hektar persegi. Provinsi ini dikaruniai beragam jenis flora dan fauna, beberapa di antaranya endemik.
Walaupun memiliki wilayah hutan yang luas, hasil kajian dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2021-2026 menyebutkan bahwa provinsi ini berpotensi mengalami krisis air bersih di masa depan. Dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Provinsi Sulteng Periode 2021-2026 menyebutkan sekitar 13,95 persen daerah di Sulteng tidak mampu menyediakan air bersih secara mandiri.
Selanjutnya, kemampuan Sulteng dalam menyediakan pangan secara mandiri bagi penduduknya telah terlampaui 2,59 juta hektar dari 3,55 juta hektar atau proporsinya terlampaui 42,32 persen. Pada daerah tertentu, seperti Kabupaten Banggai, Parigi Moutong, Poso, Morowali Utara, dan Donggala berpotensi mengalami krisis pangan bila tidak segera diantisipasi.
Hasil Kajian Tingkat Kerentanan oleh Tim KLHSRPJMD Provinsi Sulteng yang merujuk pada Sistem Informasi Indeks dan Data Iklim (SIDIK) menunjukkan bahwa perubahan iklim telah berdampak pada kerentanan sosial ekonomi masyarakat dimana kategori kerentanan tinggi terjadi di Kabupaten Banggai (36 persen), Kabupaten Parigi Moutong (30 persen), Buol (13 persen), dan Donggala (10 persen).
Persoalan lain yang juga dihadapi di Sulteng ialah konflik yang terjadi antara perusahaan baik itu perusahaan tambang, perkebunan kelapa sawit, hingga Pembangkit Listrik Tenaga Uap/Air (PLTU/A) dengan masyarakat yang masih cukup tinggi terjadi. Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sulteng pada Tahun 2020 paling tidak terjadi 9 kasus konflik yang terjadi. Konflik terjadi disebabkan oleh terjadinya penyerobotan lahan warga oleh perusahaan. Atas dasar kondisi lingkungan hidup yang sudah rusak dan terancam, maka Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah perlu melakukan upaya perbaikan lingkungan hidup dan mitigasi bencana. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah mengadopsi skema Transfer Anggaran Provinsi berbasis kinerja Ekologis (TAPE).
Mengapa TAPE?
Kondisi lingkungan hidup di Sulteng sudah rusak dan terancam (sebagaimana disebutkan dalam latar belakang). Sulteng Masih memiliki 4,3 juta hutan alam yang perlu diselamatkan. Pemerintah Daerah (Pemda) Sulteng memiliki komitmen yang cukup tinggi terhadap pembangunan berkelanjutan, sebagaimana tercantum pada Misi ke 6 RPJMD Sulteng 2021-2026 yakni menjaga harmonisasi manusia dan alam, antar sesama manusia sebagai wujud pembangunan berkelanjutan. Adapun strategi yang dilakukan sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai dari misi ke-6 itu adalah: meningkatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup; meningkatkan pengelolaan hutan yang berkualitas; mewujudkan kesiapsiagaan masyarakat menghadapi bencana; dan mewujudkan pencegahan dan penanggulangan bencana.
Komitmen Pemda Sulteng hanya dapat dilihat pada tataran peraturan perundang-undangan saja, namun pada realisasi anggaran Lingkungan Hidup di Sulteng membuktikan hal sebaliknya yang dapat dilihat dalam realisasi anggaran lingkungan hidup tahun 2020 sebesar 10 milyar atau setara 0,02 persen dari APBD Sulteng Tahun Anggaran 2020.
Jika ingin mencapai target pembangunan pada Misi ke 6, maka Pemda Sulteng perlu melakukan kolaborasi antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dalam upaya perbaikan lingkungan hidup. Hal ini dapat dilakukan melalui mekanisme pemberian bantuan keuangan khusus berbasis kinerja Lingkungan Hidup. Hal tersebut sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan/atau Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah, di mana dalam ketentuan Pasal 67 terkait belanja bantuan keuangan dapat diberikan kepada kabupaten/kota dalam rangka tujuan tertentu lainnya. Tujuan tertentu lainnya dimaknai dengan memberikan manfaat bagi pemberi dan/atau penerima bantuan keuangan. Skema bantuan keuangan berbasis kinerja termasuk dalam kategori tujuan tertentu lainnya. TAPE sebagai instrumen dapat menjadi strategi percepatan pembangunan di Sulteng yang selaras dengan misi ke 6 terkait pembangunan berkelanjutan di Sulteng.
Konsep TAPE
Ecological Fiscal Transfer (EFT) merupakan transfer fiskal dari pemerintah yang lebih tinggi kepada pemerintah di bawahnya dalam yurisdiksi yang sama berdasarkan kewenangan dan kinerja dalam perlindungan dan pengelolaan kehutanan dan lingkungan hidup. EFT memiliki 4 skema yaitu Transfer Anggaran Nasional berbasis Ekologi (TANE), Transfer Anggaran Provinsi berbasis Ekologi (TAPE), Transfer Anggaran Kabupaten berbasis Ekologi (TAKE), dan Alokasi Anggaran Kelurahan berbasis Ekologi (ALAKE).
Transfer Anggaran Provinsi berbasis Ekologi (TAPE) adalah konsep atau model pengalokasian bantuan keuangan dari Pemerintah Provinsi kepada Pemerintah Kabupaten/Kota berdasarkan kinerja bidang lingkungan hidup Kabupaten/Kota yang ditingkatkan. Kebijakan transfer fiskal haruslah didesain dengan mempertimbangakan dampak ekologi, ekonomi, dan sosial.
Skema EFT (terdiri dari TAPE, TAKE dan ALAKE) saat ini telah diterapkan di 17 daerah di Indonesia (2 Provinsi menerapkan skema TAPE, 14 Kabupaten yang menerapkan skema TAKE, dan 1 Kota yang menerapkan skema ALAKE). Di Sulawesi Tengah sendiri, dua kabupaten telah menerapkan skema TAKE yaitu kabupaten Sigi dan kabupaten Tolitoli, sementara untuk skema ALAKE di Kota Palu masih dalam proses pengembangan bersama Pemda Kota Palu dan Jaringan Masyarakat Sipil.
Pemda Sulawesi Tengah (Sulteng) telah memiliki regulasi mengenai bantuan keuangan kepada kabupaten/ kota yaitu Pergub No. 12 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pemberian dan Pertanggungjawaban Belanja Bantuan Keuangan Kabupaten/Kota. Pergub tersebut mengatur mengenai skema Bantuan Keuangan Umum (BKU) dan Bantuan Keuangan Khusus (BKK). Tiga tahun terakhir, Pemda Sulteng telah menyalurkan bantuan keuangan kepada kabupaten/kota di Sulteng sebanyak 67.6 milyar dengan rincian tahun 2019 sebesar 18,2 milyar rupiah, tahun 2020 sebesar 41,1 milyar rupiah, tahun 2021 sebesar 8,3 milyar rupiah, dan tahun 2022 sebesar 8,6 milyar rupiah.
Meskipun Pergub 12/2019 tersebut mengatur mengenai BKU dan BKK, namun bantuan keuangan yang disalurkan oleh Pemda Provinsi Sulteng belum menerapkan bantuan berbasis insentif kinerja bagi kabupaten/kota yang memiliki kinerja baik terhadap perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Sulteng. Dengan demikian Skema TAPE dapat diterapkan di Provinsi Sulawesi Tengah dengan menggunakan skema bantuan keuangan khusus.
Pemda Sulteng dapat melakukan reformulasi skema bantuan keuangan dengan menambahkan alokasi kinerja Lingkungan Hidup Kabupaten/kota yang akan menjadi dasar pengalokasian bantuan keuangan setiap tahunnya. Alokasi kinerja ini tidak menambah beban anggaran baru, melainkan melakukan reformulasi alokasi anggaran bantuan keuangan yang sudah ada. Alokasi kinerja menggunakan indikator ekologi untuk menilai kinerja lingkungan hidup kabupaten/kota di Sulteng. Oleh karena itu, penerapan skema TAPE di Sulteng dapat dilakukan dengan merevisi Peraturan Gubernur Nomor 12 tahun 2019 dan melakukan reformulasi pengalokasian Bantuan Keuangan Khusus dengan memasukkan alokasi kinerja berbasis ekologi.
Adapun langkah-langkah Penilaian TAPE berdasarkan Kinerja Ekologi Kabupaten/kota, sebagai berikut.
Ada lima manfaat penerapan TAPE bagi pemerintah provinsi, yaitu: meningkatkan kinerja pemerintah kabupaten/kota dalam perlindungan lingkungan hidup; membuka peluang mendapatkan insentif dari pemerintah pusat dan non-pemerintah; membuka peluang kerjasama pemerintah daerah dan swasta; mendukung program strategis pemerintah provinsi yaitu pembangunan rendah karbon; pengentasan kemiskinan, dan pembangunan berkelanjutan; dan meningkatkan kinerja lingkungan hidup kabupaten/kota dan akan berdampak juga terhadap Provinsi Sulawesi Tengah.
Rekomendasi bagi Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah adalah sebagai berikut. Pertama, Gubernur Sulawesi Tengah melakukan revisi Peraturan Gubernur Nomor 12 Tahun 2019 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pertanggungjawaban Belanja Bantuan Keuangan Kepada Kabupaten/Kota dengan memasukkan Bantuan Keuangan Khusus alokasi kinerja sebanyak 10% dari total Bantuan Keuangan per tahun.
Kedua, membentuk Tim Pembahas dan Penyusun skema TAPE Sulawesi Tengah yang terdiri dari unsur Organisasi Perangkat Daerah terkait, Akademisi, dan Perwakilan Masyarakat Sipil.
Merumuskan indikator penilaian kinerja sesuai dengan arah kebijakan pembangunan di Sulteng. Adapun indikator yang menjadi usulan yaitu: ruang terbuka hijau; penurunan Emisi Gas Rumah Kaca; perlindungan sumber daya air; mengelola sampah; melakukan adaptasi dan mitigasi bencana perubahan iklim; dan memastikan pengarusutamaan gender.
Informasi lebih lanjut
Artikel bersumber dari Policy Brief yang diterbitkan Yayasan Sikola Mombine dan dapat dibaca pada link berikut.
https://yayasansikolamombine.org/wp-content/uploads/2022/09/Policy-Brief-Urgensi-Pengembangan-TAPE-SULTENG.pdf