Tantangan Pengelolaan Keuangan Desa Pasca Pandemi COVID-19
Penulis : Rudy M. Harahap

Sejak 2013-2021 total Dana Desa yang dikucurkan telah mencapai 400 triliun rupiah untuk seluruh desa di Indonesia. Namun, jumlah dana yang dikucurkan tersebut ternyata belum mampu untuk menurunkan tingkat kemiskinan di Indonesia.

Karenanya, pemerintah terus meneguhkan hati mengawal pengelolaan keuangan desa. Hal ini dimaksudkan agar proses pembangunan desa lebih akuntabel, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Selain itu, hal ini penting karena desa adalah ujung tombak dalam mewujudkan peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia yang dimulai dari desa.

Di samping itu, dengan pengakuan di regulasi atas rekognisi[1] dan subsidiaritas[2], desa kini memiliki peran utama dalam mengelola, memberdayakan, dan memajukan sumber daya yang tersedia di desa, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia.

Oleh karena itu, pergerakan roda pembangunan desa harus diiringi dengan kesadaran akan spirit rekognisi dan subsidiaritas tersebut, terutama bagi penggerak warga desa dan para pemangku desa.

Tantangan Tata Kelola dan Akuntabilitas Desa
Karena pentingnya pengelolaan keuangan desa pasca pandemi COVID-19 dalam mendorong kemandirian desa, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) juga telah  mengevaluasi tata kelola dan akuntabilitas desa.

Sebagai contoh, di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Provinsi Kalimantan Selatan, teridentifikasi beberapa isu  penting, yaitu bagi hasil atau dividen BUMDes rendah, ketidakmandirian keuangan desa, dan penurunan desentralisasi fiskal desa.

Selain itu, Laporan Pertanggungjawaban APBDes dan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa tidak dibuat dan disampaikan ke Pemerintah Kabupaten dan Aplikasi Sistem Informasi Keuangan Desa (Siskeudes) tidak dioperasikan secara online.

Kemudian, Aplikasi Sistem Pengawasan Keuangan Desa (Siswaskeudes) belum digunakan oleh Inspektorat Kabupaten Hulu Sungai Tengah sebagai alat audit atau pengawasan keuangan desa.

Tantangan Kepala Desa
Kepala Desa juga mempunyai tugas yang berat dalam menjalankan roda pemerintahan di tingkat desa. Mereka dituntut mampu mengelola anggaran Dana Desa yang besar. Sebagai contoh, Kabupaten Hulu Sungai Tengah memperoleh alokasi anggaran Dana Desa sekitar 122 miliar rupiah tahun 2022.

Itu sebabnya, para kepala desa harus meningkatkan terus kapasitas dan pengetahuannya dengan berbagai metode, seperti mengikuti pelatihan ataupun bimbingan teknis, termasuk meningkatkan sumber daya manusia aparatur desa.

Hal tersebut akan mengungkit kapasitas dan kemampuan kepala desa dan aparatur desa dalam mengarungi kancah manajemen dan tata kelola, baik terkait pemerintahan, keuangan, maupun aset desa.

Pengetahuan terkait manajemen dan tata kelola akan membantu kepala desa dalam menghadapi realitas di lapangan yang kompleks. Sebagai contoh, para kepala desa di hulu sungai tengah Kalimantan Selatan ternyata dituntut berperan nyata dalam menjaga pelestarian lingkungan, seperti terlibat dalam aksi protes atas kegiatan penambangan PT. Mantimin Coal Mining di Pegunungan Meratus di Kalimantan Selatan beberapa tahun lalu.

Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Selatan pun turut mendukung aksi protes tersebut dengan mencanangkan program ‘Geopark Meratus’ dan ‘Save Meratus’. Sebab, Pegunungan Meratus memiliki potensi wisata yang dapat dikembangkan lebih jauh untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dan desa.

Pegunungan Meratus memiliki keanekaragaman hayati yang potensial bagi pengembangan sektor wisata, baik wisata alam, wisata budaya Dayak Meratus, maupun wisata tirta.

Hasil nyatanya adalah dipilihnya Desa Nateh sebagai lokasi peringatan Hari Sungai sedunia. Desa Nateh dikenal memiliki spot arung jeram dan wisata lainnya, bahkan potensinya tidak kalah dengan wisata tirta di negara lain.

Tantangan BUMDes
Untuk menggali potensi desa, desa juga telah diarahkan oleh pemerintah untuk membentuk badan usaha berupa BUMDes. Hal ini dimaksudkan untuk mengembangkan perekonomian masyarakat desa dan meningkatkan pendapatan asli desa.

Sayangnya, dalam skala nasional, realitasnya BUMDes menghadapi beberapa isu strategis, seperti kedudukan BUMDes di desa dipandang sebagai pesaing ketimbang mitra UKM dan Koperasi, pembentukannya bukan karena peluang bisnis yang nyata, rendahnya efisiensi, dan terbatasnya kapasitas operasional BUMDes. Selain itu, keberadaannya masih dianggap sebagai fungsi pelayanan umum dan status badan hukum belum terpenuhi sebagaimana mestinya. 

Secara umum, hingga saat ini juga masih dijumpai beberapa kelemahan yang memerlukan perbaikan dalam pengelolaan keuangan dan aset desa, seperti: penggunaan Dana Desa belum sesuai dengan prioritas,pertanggungjawaban penggunaan Dana Desa belum sesuai dengan ketentuan, inventarisasi Aset Desa belum dilakukan, dan pelaksanaan tata kelola dan pengamanan aset desa oleh perangkat desa belum memadai.  

Kelemahan-kelemahan tersebut juga diperparah dengan penyalahgunaan Dana Desa yang berujung tindak pidana korupsi. Sebagai contoh, kasus penyalahgunaan Dana Desa pernah terjadi pada Desa Damithulu di Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan, yang dilakukan oleh oknum Kepala Desa dengan indikasi kerugian negara sebesar tak kurang dari 872 juta rupiah pada tahun anggaran 2019.

Kasusnya, terdapat beberapa item pekerjaan yang disalahgunakan oleh pelaku, seperti kemahalan harga (mark up) kegiatan, kekurangan volume pekerjaan, hingga kegiatan yang diduga fiktif.

Kasus tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan Dana Desa masih dipahami secara keliru oleh kepala desa sebagai sarana untuk memperkaya diri sendiri atau mengganti biaya kepala desa dalam kontes pemilihan kepala desa yang mahal, sebagaimana halnya dengan pemilihan kepala daerah.

Pengelolaan Pasca Pandemi COVID-19
Perilaku penyalahgunaan tersebut sangat bertolak belakang dengan kondisi sosial saat ini yang menunjukkan jumlah penduduk miskin desa meningkat pasca pandemi COVID-19.  

Kepala Desa ternyata tidak menggunakan Dana Desa untuk menciptakan program/kegiatan yang dapat mengatasi isu-isu kemiskinan di desa, terutama pada pemulihan pasca Pandemi COVID-19 saat ini.

Penggunaan Dana Desa juga belum diarahkan untuk memacu kemandirian Pemerintah Desa dalam menggali pendapatan desa dengan memanfaatkan potensi desa. Hal ini menimbulkan ketergantungan desa yang terus-menerus terhadap pendapatan transfer Dana Desa dari Pemerintah Pusat dan Alokasi Dana Desa dari Pemerintah Daerah.

Hal tersebut harus menjadi perhatian bagi semua Pemerintah Desa dalam menyusun program/kegiatan saat tahap perencanaan. Mereka harus lebih cermat dan memperhatikan hasil serta manfaat yang ingin dicapai. Selain itu, program/kegiatan yang disusun harus selaras dengan kebijakan dan kondisi sosial ekonomi desa saat ini dan ke depan, yaitu mampu meredam kenaikan tingkat kemiskinan pasca Pandemi COVID-19.

Sebagai contoh, jumlah penduduk miskin di Kabupaten Hulu Sungai Tengah Provinsi Kalimantan Selatan sendiri tahun 2019 berkisar 16.000 jiwa. Sayangnya, malah terdapat kenaikan penduduk miskin dari tahun 2020 ke tahun 2021, yaitu dari 15.470 menjadi 16.770 jiwa. Artinya, Dana Desa belum berhasil meredam kenaikan tingkat kemiskinan di desa, terutama pasca COVID-19.

Padahal, Pemerintah telah menetapkan kebijakan penanggulangan kemiskinan di desa pasca pandemi COVID-19 dengan menggunakan Dana Desa, yaitu melalui Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2021 yang dipertegas dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190 Tahun 2021 serta Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2021.

Mengatasi hal itu, rencana aksi yang harus dilakukan adalah pembaruan Peraturan Kepala Daerah tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa sesuai dengan kebijakan dan peraturan Pemerintah Pusat terbaru dan peningkatan sosialisasi Peraturan Kepala Daerah tentang Pengelolaan Aset Desa.

Selain itu, harus dilakukan inventarisasi Aset Desa yang dipantau oleh Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, pemberian teguran atau sanksi kepada Kepala Desa yang melakukan pengeluaran kas desa di luar ketentuan, dan memastikan para Camat cermat dalam melakukan verifikasi penggunaan Dana Desa dalam APBDes.

Selain itu, Inspektur Daerah juga harus memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil evaluasi Dana Desa dan lebih mengefektifkan pengawasan terhadap Pemerintah Desa dengan bantuan aplikasi Siswaskeudes.

Hal ini akan meminimalkan risiko terjadinya kasus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terkait Dana Desa di lapangan. Inspektur Daerah juga harus memberikan bimbingan dan konsultasi agar penggunaan Dana Desa sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah.

Intinya, para pemimpin yang terlibat dalam pengelolaan keuangan desa harus berani untuk terus melakukan inovasi, menulis ulang pedoman dan aturan, sehingga desa bisa diandalkan sebagai garda terdepan dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia, terutama yang berada di desa-desa. Tata kelola  tidak boleh dipahami hanya untuk mematuhi peraturan atau standar, tetapi governansi harus terus direvisi dan ditingkatkan kualitasnya.

[1] Pengakuan terhadap asal-usul.

[2] Penetapan kewenangan berskala lokal dan pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat desa.


Artikel ini bersumber dari: https://birokratmenulis.org/tantangan-pengelolaan-keuangan-desa-pasca-pandemi-covid-19 
 

Submission Agreement

Terimakasih atas  ketertarikan Anda untuk mengirimkan artikel ke BaKTINews. Dengan menyetujui pernyataan ini, Anda memberikan izin kepada BaKTINews untuk mengedit dan mempublikasikan artikel Anda di situs web dan situs afiliasinya, dan dalam bentuk publikasi lainnya.
Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuk setiap artikel yang dimuat.  Redaksi akan mempromosikan artikel Anda melalui situs kami dan saluran media sosial kami.
Dengan mengirimkan artikel Anda ke BaKTINews dan menandatangani kesepakatan ini, Anda menegaskan bahwa artikel Anda adalah asli hasil karya Anda, bahwa Anda memiliki hak cipta atas artikel ini, bahwa tidak ada orang lain yang memiliki hak untuk ini, dan bahwa konten Artikel Anda tidak mencemarkan nama baik atau melanggar hak, hak cipta, merek dagang, privasi, atau reputasi pihak ketiga mana pun.

Anda menegaskan bahwa Anda setidaknya berusia 18 tahun dan kemampuan untuk masuk ke dalam kesepakatan ini, atau bahwa Anda adalah orang tua atau wali sah dari anak di bawah umur yang menyerahkan artikel.
 
Satu file saja.
batasnya 24 MB.
Jenis yang diizinkan: txt, rtf, pdf, doc, docx, odt, ppt, pptx, odp, xls, xlsx, ods.