Strategi Alternatif Pengembangan BUMDES di Nusa Tenggara Barat
Penulis : Herman Rakha
  • Foto: Yusuf Ahmad/Yayasan BaKTI
    Foto: Yusuf Ahmad/Yayasan BaKTI


Penurunan angka kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Maret 2018 masih berada di bawah 1 persen. Ini menyebabkan semakin besarnya kesenjangan ekonomi berdasarkan indeks keparahan kemiskinan di NTB. Ketimpangan pembangunan antara daerah perkotaan dan perdesaan di NTB juga meningkat dari 0.522 pada September 2017 menjadi 0.601 pada Maret 2018.

Untuk menurunkan kesenjangan ekonomi antara desa dan kota di NTB, Pemerintah Provinsi NTB dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2018-2023 menjadikan pengembangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagai salah satu program unggulan. Sayangnya akibat minimnya sumberdaya manusia untuk secara kreatif mengelola lembaga tersebut, usaha simpan-pinjam menjadi unit usaha utama yang difavoritkan sebagai aktivitas BUMDes. Padahal terdapat banyak alternatif usaha yang dapat dilirik untuk mengembangkan BUMDes, antara lain bidang pelayanan publik, perdagangan dan sebagainya.

Kemiskinan di NTB
Badan Pusat Statistik (BPS) NTB menyatakan bahwa jumlah penduduk miskin di Nusa Tenggara Barat pada Maret 2018 mencapai 737 ribu orang atau 14,75 persen dari total populasi NTB.  Walaupun terdapat penurunan jumlah penduduk miskin sebesar sekitar 10 ribu orang atau 0,30 persen pada periode September 2018 hingga Maret 2018, terjadi peningkatan keparahan kemiskinan baik di wilayah perdesaan maupun perkotaan.

Indeks Keparahan Kemiskinan untuk wilayah perkotaan di Nusa Tenggara Barat mengalami peningkatan dari 0,762 pada September 2017 menjadi 0,905 pada Maret 2018. Adapun Indeks Keparahan Kemiskinan untuk wilayah perdesaan meningkat dari 0,522 pada September 2017 menjadi 0,601 pada Maret 2018.  Dari angka-angka ini juga terlihat kesenjangan yang besar antara keparahan kemiskinan di wilayah perkotaan (0,905) dengan wilayah perdesaan (0,601).

Perihal kemiskinan di NTB juga dapat dipandang dari jumlah desa berstatus berkembang dan tertinggal di setiap kabupaten. Terdapat 431 dari total 1.140 desa dan kelurahan di NTB yang termasuk dalam kategori desa berkembang dan desa tertinggal. Upaya penanganan yang serius perlu dilakukan di desa-desa tersebut agar dapat meningkat menjadi desa yang mandiri.  

Dalam rancangan RPJMD 2018-2023, Pemerintah Provinsi NTB telah menargetkan penurunan angka kemiskinan sebesar satu persen setahun. Dua ide yang mengemuka untuk penurunan kemiskinan dari tingkat desa adalah melalui pengembangan Desa Wisata dan BUMDes.

BUMDes di NTB
Meningkatkan kesejahteraan asli desa adalah salah satu tujuan dari Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang diamanatkan dalam dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa serta Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Untuk itu, sesuai dengan tujuannya keberadaan BUMDes diharapkan mampu membangun pembangunan ekonomi di desa.

Salah satu BUMDes di NTB yang mendapatkan penghargaan dari Kementerian Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi pada tahun 2016 adalah BUMDes Lentera Desa Lendang Nangka Kecamatan Masbagik Lombok Timur. BUMDes Lentera mendapatkan penghargaan karena inovasinya dalam pengelolaan sumber daya air yang dimiliki di wilayah tersebut. Melalui Tigasa perusahaan air minum yang dikelola BUMDes Lentera mampu menjual air dengan harga 200 rupiah per meter kubik yang melayani 778 pelanggan di 13 Dusun yang ada di Desa Lendang Nangka. Keuntungan yang diperoleh BUMDes Lentera dalam pengelolaan air minum sebesar 4 juta rupiah per bulan.

Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD) Nusa Tenggara Barat menyatakan bahwa terdapat 424 BUMDEs yang ada di NTB namun, hanya 224 BUMDes yang usahanya aktif berjalan. Terdapat cukup banyak kendala bagi BUMDes yang ada di NTB untuk mengerakkan perekonomian desa. Salah satu di antaranya adalah terbatasnya sumberdaya manusia dan minimnya kreativitas dalam mengelola BUMDes. Kebanyakan pengurus BUMDes lebih mengutamakan kegiatan permodalan yang  telah umum dilakukan. Tidak sedikit BUMDes yang kemudian bertransformasi menjadi Lembaga Keuangan Mikro atau lembaga simpan pinjam.

Tak dapat dipungkiri lembaga keuangan simpan pinjam memang masih menjadi jenis usaha yang mampu menciptakan multi efek bagi ekonomi desa karena sebagai lembaga mampu mendukung para pelaku ekonomi desa. Namun, jenis usaha ini juga memiliki banyak risiko antara lain risiko kredit, likuiditas, pasar, operasional, suku bunga, nilai tukar valuta asing, dan lingkungan peraturan dan kepatuhan.

Kendala lain yang menghambat pengembangan BUMDes antara lain minimnya sarana dan prasarana produksi, akses promosi dan pemasaran, serta terbatasnya kemampuan dalam administrasi usaha. Selain itu BUMDes yang ada di NTB masih berjalan sendiri-sendiri, belum ada upaya koordinasi antar wilayah untuk bekerja sama mengembangkan BUMDes.

Alternatif Pengembangan Usaha BUMDes  
Secara mendasar, BUMDes menjalankan bisnis sosial untuk melayani warga Desa pada. Dengan kata lain, bisnis yang dijalankan BUMDes ini harus memberikan keuntungan sosial bagi warga desa, selain keuntungan materil untuk membiayai kegiatan BUMDes dan memastikan keberlanjutan pelayanannya.

Salah satu kegiatan yang dapat dikerjakan BUMDes adalah memberikan pelayanan dalam hal penarikan pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan. Peluang ini sangat terbuka mengingat jumlah kendaraan bermotor di NTB pada tahun 2017 sebanyak sebanyak lebih dari 1,5 juta  unit dan pada tahun yang sama tercatat penambahan 120.562 kendaraan baru atau meningkat 7,42 persen dari jumlah kendaraan tahun 2016.

Pola kerjasama antara Dinas Pendapatan Daerah NTB dengan BUMDes akan memberikan keuntungan bagi BUMDes melalui upah yang diberikan dari setiap pajak yang dibayar masyarakat. Fungsi pelayanan BUMDes kepada masyarakat juga dapat dilakukan melalui usaha    BUMDes untuk menalangi warga yang belum memiliki uang untuk membayar pajak kendaraan dimana selanjutnya warga akan membayar ke BUMDes secara berangsur. Selain itu kerjasama ini juga merupakan suatu upaya untuk membangun kesadaran tentang pentingnya membayar pajak.

BUMDes juga dapat menjalankan bisnis dagang dengan menjual hasil produksi Masyarakat Desa atau barang-barang tertentu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Desa atau bahkan memasarkan produk dari masyarakat pada pasar yang lebih luas. Sebagai daerah agraris di Indonesia, sektor pertanian memberikan kontribusi yang nyata terhadap pertumbuhan ekonomi NTB sebesar 21%. BUMDes di NTB dapat memanfaatkan keberadaannya sebagai pengumpul hasil pertanian masyarakat. BUMDes dapat melakukan kerjasama dengan BUMD yang ada di tingkat Kabupaten/Kota ataupun dengan BUMD milik provinsi sehingga, kepastian harga di tingkat petani yang selama ini dipermainkan oleh sistem pasar yang tidak berpihak menjadi lebih terjamin. Selain itu pengembangan BUMDes dalam kategori ini dapat dilakukan untuk potensi-potensi desa lainnya seperti pada kerajinan masyarakat, sektor makanan olahan desa, dan lain sebagainya.

Kelangkaan pupuk, obat-obatan, dan bibit yang seringkali dialami oleh petani di NTB ketika musim tanam tiba dapat menjadi potensi pengembangan usaha bagi BUMDes di NTB. Artinya BUMDes dapat berperan sebagai distributor input pertanian tersebut sehingga jaminan ketersediaan dan harga yang selama ini menjadi suatu persoalan ketika musim tanam tiba dapat diatasi. BUMDes dapat melakukannya melalui pengembangan beberapa sistem pembayaran. BUMDes dapat menyalurkan terlebih dahulu kebutuhan para petani ketika musim tanam tiba dengan syarat ketika panen maka, BUMDes menjadi prioritas pertama yang menjadi pembeli dari hasil panen masyarakat/petani.

Kesimpulan

  1. Diperlukan pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kapasitas bagi pengelola BUMDes di NTB agar mampu memetakkan potensi kewilayahan yang ada sebagai basis pengembangan BUMDes.
  2. Paradigma BUMDes yang hanya mengejar keuntungan (profit) agar lebih diperluas seperti penambahan fungsi pelayanan yang apabila dikelola secara profesional juga akan mendatangkan pemasukan bagi usaha BUMDes.
  3. Usaha-usaha BUMDes dalam perdagangan dapat diarahkan kepada usaha perdagangan yang mampu menyerap usaha masyarakat di desa, bukan hanya fokus pada perdagangan barang jadi yang selama ini dilakukan oleh sebagian BUMDes di NTB.

Submission Agreement

Terimakasih atas  ketertarikan Anda untuk mengirimkan artikel ke BaKTINews. Dengan menyetujui pernyataan ini, Anda memberikan izin kepada BaKTINews untuk mengedit dan mempublikasikan artikel Anda di situs web dan situs afiliasinya, dan dalam bentuk publikasi lainnya.
Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuk setiap artikel yang dimuat.  Redaksi akan mempromosikan artikel Anda melalui situs kami dan saluran media sosial kami.
Dengan mengirimkan artikel Anda ke BaKTINews dan menandatangani kesepakatan ini, Anda menegaskan bahwa artikel Anda adalah asli hasil karya Anda, bahwa Anda memiliki hak cipta atas artikel ini, bahwa tidak ada orang lain yang memiliki hak untuk ini, dan bahwa konten Artikel Anda tidak mencemarkan nama baik atau melanggar hak, hak cipta, merek dagang, privasi, atau reputasi pihak ketiga mana pun.

Anda menegaskan bahwa Anda setidaknya berusia 18 tahun dan kemampuan untuk masuk ke dalam kesepakatan ini, atau bahwa Anda adalah orang tua atau wali sah dari anak di bawah umur yang menyerahkan artikel.
 
Satu file saja.
batasnya 24 MB.
Jenis yang diizinkan: txt, rtf, pdf, doc, docx, odt, ppt, pptx, odp, xls, xlsx, ods.