Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan menjalin pola-pola kemitraan antara pemerintah daerah dan pihak swasta guna penciptaan lapangan kerja, serta dapat merangsang pertumbuhan ekonomi di daerah bersangkutan (Ananda & Susilowati, 2017).
Tenaga kerja sebagai pelaku pembangunan dan pelaku ekonomi baik secara individu maupun secara kelompok, sehingga mempunyai peranan yang sangat signifikan dalam aktivitas perekonomian nasional, yaitu meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan masyarakat. Di Indonesia, tenaga kerja sebagai salah satu penggerak tata kehidupan ekonomi dan merupakan sumber daya yang jumlahnya cukup melimpah. Indikasi ini bisa dilihat pada masih tingginya jumlah pengangguran di Indonesia serta rendahnya atau minimnya kesempatan kerja yang disediakan.
Sejumlah persoalan masih dihadapi Indonesia dan khususnya di Provinsi Sulawesi Selatan seperti rendahnya pendidikan pekerja serta ketidaksesuaian (mismatch) antara pendidikan dengan pekerjaan yang menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2019 pendidikan pekerja Indonesia didominasi oleh lulusan SD ke bawah sebanyak 52,40 juta pekerja, sementara di Sulawesi Selatan jumlah pengangguran yang berfluktuatif dan memiliki trend semakin besar, terutama pada masa Pandemi COVID-19, dan keterampilan dan kompetensi sumber daya manusia masih belum optimal.
Hal ini semakin dilemahkan dengan belum maksimalnya pemerataan sertifikasi profesi tenaga kerja. Peranan tenaga kerja dalam pembangunan, memiliki dua sisi yaitu sebagai objek yang perlu dibangun dan disejahterakan sekaligus sebagai subjek pelaku pembangunan itu sendiri. Kesejahteraan seluruh masyarakat pada dasarnya adalah kesejahteraan para pekerja yang mampu memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya. Bahkan pendapatan suatu negara baik berupa penerimaan pajak maupun penerimaan bukan pajak sesungguhnya berasal dari hasil dari pekerja, baik berasal dari pekerja sebagai fungsi produksi maupun pekerja sebagai fungsi konsumsi.
Dalam setahun terakhir, pengangguran meningkat sebanyak 73.038 orang, sejalan dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang meningkat sebesar 1,69 persen poin menjadi 6,31 persen pada Agustus 2020. Dilihat dari tingkat pendidikan, TPT untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) paling tinggi diantara tingkat pendidikan lain, yaitu sebesar 10,96 persen. Penduduk yang bekerja pada Agustus 2020 sebanyak 4.006.620 orang, berkurang 51.975 orang sejak Agustus 2019(BPS, 2020). Data dari BPS menjelaskan bahwa, jumlah pekerja yang terserap di sektor pertanian sebanyak 1.593.816 orang atau sebesar 39,78 persen dari total pekerja, sedangkan sektor perdagangan menyerap tenaga kerja sebanyak 715.327 orang (17,85 persen).
Dampak nyata dari pengaruh Pandemi COVID-19 terhadap sektor ketenagakerjaan adalah terganggunya semua aktivitas di dunia kerja baik dari sisi pengusaha, pekerja/buruh maupun dari sisi Pemerintah atau dalam hal ini Pengawas Ketenagakerjaan. Dilihat dari sisi Pengawasan Ketenagakerjaan menjadi terhambat, baik menyangkut pembinaan, pemeriksaan, pengujian dan penyidikan tindak pidana ketenagakerjaan termasuk penanganan berbagai kasus ketenagakerjaan. Hal ini disebabkan adanya risiko penularan dari virus, seperti COVID-19. Masa pandemi tidak menjadikan pelaksanaan Pengawasan Ketenagakerjaan terhenti, diperlukan inovasi dengan memanfaatkan sarana dan prasarana serta teknologi yang ada untuk menjamin pelaksanaan fungsi Pengawasan Ketenagakerjaan tetap berjalan. Kementerian Ketenagakerjaan melalui Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja bekerja sama dengan ILO.
Pandemi COVID-19 telah menjadi permasalahan global yang menimbulkan berbagai dampak dalam sendi kehidupan masyarakat dunia termasuk Indonesia. Kondisi yang ada ini semakin diperparah dengan upaya penanggulangan COVID-19 yang belum optimal, sehingga masyarakat menjadi resah menghadapi persoalan kehidupan yang muncul. Berbagai langkah penanggulangan COVID-19 lanjutan dan kebijakan pemerintah telah dikeluarkan.
Pemerintah pusat dan daerah telah memberlakukan kenaikan tingkat upah minimum yang cukup besar. Di Provinsi sulawesi Selatan, pemerintah provinsi Sulawesi Selatan melalui Pelaksana tugas (Plt) Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman akhirnya memutuskan besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2022 sebesar Rp 3.165. 876, hal tersebut bertambah sebesar Rp. 876 jika dibandingkan tahun 2021 yang sebesar Rp 3.165.000, -. Dalam iklim pertumbuhan ekonomi yang rendah pada masa Pandemi COVID-19 ini, kenaikan upah minimum lebih lanjut akan memicu keprihatinan bahwa hal tersebut mungkin akan menghambat upaya pemulihan ekonomi, memperlambat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang, dan mengurangi pertumbuhan penyerapan tenaga kerja di sektor industri modern.
Sejumlah usulan kebijakan jangka menengah diantaranya, memastikan dunia usaha untuk langsung beroperasi, menjaga kesinambungan sektor logistik dan mendorong kemandirian industri alat kesehatan menjadi kunci. Selanjutnya, menjaga kesinambungan sektor pangan, makanan dan minuman. Kemudian, pemerintah mampu memastikan terciptanya penguatan industri dalam negeri terutama industri alat kesehatan sebagai antisipasi merebaknya pandemi di masa yang akan datang.
Terdapat dua masalah utama yang membuat produktivitas SDM Indonesia tertinggal yaitu para pekerja di Indonesia khususnya di Provinsi Sulawesi Selatan belum memiliki wadah untuk meningkatkan kemampuan. Berdasarkan data, 60% pekerja Indonesia bekerja di sektor informal yang produktivitasnya kurang, sementara 40% lainnya baru di sektor formal. Kita kekurangan basis sektor yang punya produktivitas tinggi, sehingga perlu adanya upaya peningkatan keterampilan kompetensi dan kualitas produktivitas tenaga kerja untuk mencetak tenaga kerja dan wirausaha baru yang berdaya saing.
Dalam upaya meningkatkan produktivitas kerja karyawan di suatu perusahan perlu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja karyawan tersebut. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja karyawan baik hubungan dengan tenaga kerja itu sendiri maupun faktor-faktor yang berhubungan dengan lingkungan perusahaan dan kebijakan pemerintah secara keseluruhan.