Cara pandang lama melihat sampah adalah barang tak berguna, harus dibuang. Tetapi saat ini cara pandang itu sudah berubah. Baik itu sampah basah atau sampah organik maupun sampah kering atau non organik, semuanya bisa diolah kembali menjadi produk yang berguna. Bahkan bisa menjadi sumber pendapatan untuk mendapatkan cuan.
Sampah organik seperti dedaunan atau kotoran hewan, merupakan bahan pembuatan pupuk kompos. Sehingga sangat disayangkan jika sampah basah di rumah dibuang setiap hari dan tidak dimanfaatkan menjadi pupuk alternatif atau pupuk organik yang bukan saja ramah lingkungan tetapi juga bernilai ekonomi- sumber pendapatan baru.
Ketika bank sampah mulai dikenal luas, banyak daerah yang mengadopsinya. Tetapi sayang belum berkorelasi positif antara semangat dan keberlanjutannya. Banyak bank sampah yang mati suri, tidak lagi berjalan seperti semangat awalnya. Di dalam bank sampah setidaknya ada dua aspek penting yaitu tata kelola dan manajemen.
Tata kelola dan manajemen, perlu dilakukan peningkatan kapasitas dan pendampingan teknis hingga pengelola bank sampah tertarik mendalami dinamikanya. Ketersediaan SDM yang paham dan terampil serta punya sikap yang kuat terhadap isu ekologi, misalnya paham tren perubahan iklim. Jika SDM pengelola bank sampah tidak dibangun, jangan heran kalau mereka tidak serius karena tidak tumbuh nilai-value terhadap isu ekologi.
Meskipun faktanya setiap hari sampah organik dan non organik, jumlahnya puluhan ton, berasal dari sampah rumah tangga, perkantoran, rumah makan, dll. Namun belum dijadikan sebagai sektor usaha, misalnya dilakukan pemilahan sejak awal. Kegiatan ini sudah dimulai dilakukan oleh tim kebersihan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan.
Masyarakat perlu diedukasi untuk memahami hal ini baik pada aspek pengetahuan dan keterampilannya maupun pada pembentukan sikapnya agar terbentuk sikap ramah lingkungan yang dibuktikan dengan sikap yang tegas bahwa sampah organik setiap hari dipisahkan dengan sampah yang bukan organik agar bisa menjadi nilai ekonomi.
Potensi untuk membuat pupuk organik sungguh tersedia dengan memanfaatkan sisa makanan dan kotoran ternak serta sampah daun. Terhadap hal ini perlu diorganisir atau tidak bisa dikerjakan secara sendiri-sendiri tetapi harus ada kerjasama dengan keluarga yang punya acara hajatan atau kerjasama dengan pengelola gedung pesta pernikahan.
Demikian juga dengan pengelola rumah makan atau cafe yang tumbuh subur bak cendawan di musim hujan, mereka perlu dilibatkan sebagai bagian dari upaya menjaga lingkungan yang bersih dan sehat sekaligus sampahnya akan bernilai ekonomi. Dengan demikian sampah dikelola dengan pendekatan ekosistem, semua pihak punya peran.
Hal yang sama berlaku untuk pengumpulan kotoran ternak, pemilik hewan sehingga kotorannya bisa dikumpulkan. Masing-masing pihak ada perannya sehingga kotoran ternak itu tidak lagi dibuang tanpa tujuan. Jika pemahaman ini sudah muncul, maka dengan sendirinya akan tumbuh kesadaran untuk menjaga lingkungan.
Dalam kondisi normal, jumlah pesta perkawinan setiap hari cukup banyak, demikian halnya di rumah makan selalu ada sisa makanan. Jika potensi ini diorganisir menjadi suatu usaha, maka pupuk kompos bisa menjadi lapangan kerja baru. Apa ide anda untuk mewujudkan harapan ini?
Info Lebih Lanjut:
Tulisan ini telah dimuat pada 28 Juli 2025 di Harian Pare Pos.
Ibrahim Fattah adalah akademisi Universitas Muhammadiyah Parepare dan Direktur Yayasan Lembaga Pengkajian Pengembangan Ekonomi dan Masyarakat