Pengelolaan data merupakan hal penting dalam mempercepat pembangunan. Data merupakan unsur utama yang menentukan tingkat kualitas kebijakan. Data yang baik akan menghasilkan rumusan bahan kebijakan yang baik pula.
Hal ini disadari oleh Pemerintah Kabupaten Polewali Mandar, dengan menggelar program pendataan bertajuk Sistem Informasi Pendidikan Berbasis Masyarakat (SIPBM) di tahun 2004 yang dilakukan bersama UNICEF melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA).
Program SIPBM dimulai dengan pendataan di enam desa di Kecamatan Tinambung dan lima desa di Kecamatan Tapango. Pendataan ini bertujuan untuk mengidentifikasi kegiatan anak usia 0 sampai 18 tahun dan hasil pendataannya menjadi bahan dasar perencanaan penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajar Dikdas) 9 Tahun.
Telah banyak anak putus sekolah di Kabupaten Polewali Mandar yang berhasil dikembalikan ke sekolah dengan menggunakan data SIPBM. Pada tahun 2011 berhasil dikembalikan 2.316 anak ke sekolah, Jumlah ini sangat besar hingga diganjar rekor MURI. Bahkan karena keberhasilannya di bidang pendidikan, sistem pendataan berbasis masyarakat ini kemudian diadopsi menjadi sistem informasi pembangunan berbasis masyarakat yang tidak hanya fokus pada isu pendidikan.
Keberhasilan ini pula, sehingga UNICEF kemudian memperkenalkan dan mereplikasi program SIPBM ke beberapa daerah, di antaranya di Kabupaten Bogor Jawa Barat, Kabupaten Bone Sulawesi Selatan, Breses Jawa Timur, di Aceh dan beberapa wilayah lainnya.
Di Kabupaten Bogor, melalui pendampingan UNICEF dan kerjasama dengan Kementrian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia, 7 desa diperkenalkan dengan sistem informasi ini pada bulan Mei tahun 2017. Salah satu desa dari 7 desa pilot SIPBM adalah desa Tarikolot. Desa Tarikolot adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan Citeureup Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat Indonesia, desa yang dijuluki desa berdaya dan mandiri karena pengrajin logam dan non logam banyak dijumpai di sana.
Sebelum diperkenalkan dengan SIPBM, perencanaan pembangunan di desa Tarikolot dilakukan berdasarkan usulan wilayah dan fokus pembangunan hanya pada infrastruktur. Tidak ada data masalah sosial dasar seperti data yang diperolah dengan SIPBM. Tiga masalah sosial yang dihadapi warga desa tersebut yakni terkait pendidikan, kesehatan dan sanitasi air bersih.
Setelah adanya data SIPBM yang dihimpun oleh 28 orang pencacah yang terdiri dari unsur warga masyarakat desa (kader,pemuda,RT,RW) program pembangunan menjadi lebih variatif, diantaranya program kesehatan masyarakat seperti penanggulangan stunting, Imunisasi Balita, Penataan Sanitasi, dan Bantuan Sarana Air Bersih. Kemudian ada program pendidikan seperti pengembalian anak putus sekolah ke sekolah, beasiswa pendidikan sekolah paket A, B maupun C. Untuk pendidikan sekolah paket, sudah ada 40 anak yang ikut serta.
“Dengan melaksanakan SIPBM, perencanaan pembangunan lebih terasa manfaatnya oleh masyarakat, Karena langsung ke masalah sosial dasar yang memang nyata dialami masyarakat” ungkap Bapak Rian Hidayat, Sekretaris Desa Tarikolot.
Dengan adanya data dari SIPBM, pembangunan dengan menggunakan dana desa juga lebih tepat sasaran dan terukur karena digunakan dengan lebih efektif dan efisien. Dalam prosesnya pelaksanaan SIPBM, UNICEF senantiasa melakukan pendampingan.
Di Kabupaten Brebes Jawa Tengah, SIPBM mulai diperkenalkan pada tahun 2017 melalui kerjasama Pemerintah Kabupaten Brebes dan UNICEF-UNNES (Universitas Negeri Semarang). Di awal, tantangan pembangunan yang ingin diselesaikan oleh Pemerintah Brebes adalah terkait isu pendidikan yakni tingginya angka Anak Tidak Sekolah (ATS). Berdasarkan data awal Disdikpora dan SIPBM tahun 2017, jumlah ATS di 17 kecamatan adalah 7.772 orang. Sebagai respon atas data tersebut, pemerintah Kabupaten Brebes bekerjasama dengan FMPP (Forum Masyarakat Perduli Pendidikan), UNICEF, Kepolisian, media dan sektor swasta melaksanakan Gerakan Kembali Bersekolah (GKB).
Melalui gerakan ini sebanyak 1.210 anak telah berhasil dikembalikan ke sekolah pada tahun 2017 dan 4.074 di tahun 2018. Sebagai payung hukum agar gerakan ini berkelanjutan, pemerintah Kabupaten Brebes telah mengeluarkan Peraturan Bupati Brebes No. 115 tahun 2017 tertanggal 22 Desember 2017 tentang Rintisan Penuntasan Pendidikan dua belas tahun Kabupaten Brebes serta diterbitkannya SK FMPP dan SK tim GKB. Kini di Brebes telah tersedia baseline data ATS dengan SIPBM yang dihimpun FMPP mulai dari tingkat desa, kecamatan hingga kabupaten. Gerakan ini juga sudah dianggarkan dalam APBD 2018-2022 serta dukungan APBDes dari Dana Desa mulai 2019.
Terkait dengan Dana Desa, SIPBM diintegrasikan dengan sistem perencanaan desa. Data dan informasi hasil SIPBM menjadi salah satu input dan masuk ke dalam dokumen data desa. Data dan informasi ini dibahas pada saat pengkajian keadaan desa/musyawarah penggalian gagasan mulai di RT, RW atau dusun sehingga menghasilkan usulan kegiatan yang akan dibawa ke musyawarah desa penyusunan RPJMDesa dan RKPDesa. Hasilnya, program GKB dialokasikan dalam ABPDes serta perencanaan desa mulai dibuat dengan memprioritaskan pembangunan pada isu-isu yang teridentifikasi melalui proses pendataan SIPBM.
Lebih jauh lagi, SIPBM di Kabupaten Brebes memasuki level baru dalam penerapannya. Mulai tahun ini SIPBM akan dibuat berbasis digital. Jika sebelumnya dilakukan secara manual, UNICEF bersama Kemendesa dan Kemendikbud memperkenalkan digitalisasi sebagai penyempurnaan. “Tahun ini SIPBM digital sudah mulai dilaksanakan dan targetnya pada tahun 2020 semua desa telah mengggunakan data SIPBM berbasis android” ungkap Bahrul Ulum, SE. M.Si Ketua FMPP Kabupaten sekaligus salah satu penggagas pemanfaatan program GKB. Tujuan digitalisasi ini adalah agar pengambil kebijakan lebih mudah melakukan perencanaan pembangunan yang berbasis data. Harapannya dengan dilakukan secara digital, pengolahan, analisa data dapat dilakukan dengan cepat serta efisien dalam hal biaya serta waktu pelaksanaan pendataan.
Ketersediaan data yang aktual dan akurat amat dibutuhkan sebagai acuan dalam rangka menentukan perencanaan dan evaluasi program-program pembangunan. Ibarat berjalan dalam hutan, tanpa data kita akan kebingungan mencari arah hingga sulit tiba di tujuan. Dengan semakin banyaknya wilayah yang mereplikasi SIPBM harapannya perencanaan dan pembangunan yang berbasis data bisa lebih efektif, efisien dan tepat sasaran.