Gulungan ombak bertubi-tubi, sesekali diiringi angin kencang menerjang Pesisir Timur Pulau Wamar, Kota Dobo, Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku. Di lepas pantai, tidak terlihat satupun kapal nelayan yang berani berlabuh.
Mayoritas kapal memilih berlindung pada sisi utara pulau tersebut. Ada juga yang memilih berlabuh di Pelabuhan Rakyat dan pesisir pantai, kawasan Pasar Timur. Semuanya menghindari gelombang musim barat yang sedang berkecamuk. Salah satunya Haji Maron. Juragan kapal ini, memilih tidak mengoperasikan kapal semenjak Januari hingga Februari 2023. “Kapal akan beroperasi kembali pada Maret–September. Fokusnya buat berburu telur ikan terbang dari keluarga Exocoetidae,” ujarnya kepada Mongabay. Sisanya di bulan Oktober – Desember, dia memancing segala jenis ikan, termasuk hiu pari (elasmobranchii). Dia bilang, dulu memburu hiu pari ke laut Australia.”Memang sengaja masuk ke sana (Australia) sebab hiu pari (di sana) banyak,” jelasnya. “Saat itu, saya dapat sirip campuran hiu dan pari lebih dari satu ton.”
Dirinya masih ingat betul lokasi primadona hiu pari di perbatasan Indonesia–Australia. ”Kalau perbatasan, hiu pari banyak,” ungkapnya sambil menyebut laut Arafura, merujuk Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP-718). Kini, dirinya tak pernah lagi masuk laut Australia. Dia mengaku tobat setelah dipenjara selama tiga bulan karena ditangkap polisi perbatasan Australia beberapa tahun silam.
Selain Maron, ada pula Mulianur. Semasa menjadi awak kapal, dia rutin menangkap hiu pari di perbatasan Indonesia– Australia. Namun semenjak jadi juragan hanya mencari telur ikan terbang. Ketika berburu hiu pari, sebutnya menggunakan kapal berukuran 20 GT, awaknya berjumlah 8 orang . Sedangkan alat tangkap, yaitu jaring dasar atau liong bun ukuran mata jaring 47–50 inch. ”Khusus buat menjaring hiu pari,” katanya. Bila jaring dilepas ke laut, jarak kapal 12–13 mil di antara pangkal Kepulauan Indonesia, laut Arafura dan teritorial Australia. Tak hanya menetap di perbatasan, terkadang kapal berpindah–pindah mengejar tangkapan. Misalnya berlayar sampai ke Merauke. Dia mengaku bisa melaut sampai berbulan-bulan.
Seingatnya, rata–rata hasil tangkapan hiu pari bisa mencapai 1.300–1.050 ekor sekali beroperasi. Jenisnya, selain hiu ada juga pari kekeh (wedgefish) dan pari kikir (giant guitarfish). Khusus yang berkualitas super, sebutan bagi jenis hiu pari yang masuk Appendiks II CITES, sirip dan ekornya bisa sampai berukuran 25–45 cm. Untuk yang non Appendiks CITES atau look alike species katanya bisa sampai 70 cm. “Kalau hiu pari dilindungi tersangkut jaring pasti kita lepas. Tidak berani ambil,” dalihnya. Yang disebutnya itu adalah pari gergaji (Pristis spp) yang masuk dalam daftar Apendiks I CITES, statusnya dilindungi berdasarkan Kepmen KP 1/ 2021. Selanjutnya, hiu paus (Rhincodon typus) Apendiks II CITES, dilindungi penuh sesuai Kepmen KP 18/ 2013.
Kala itu, keuntungan tidak serta-merta diraup oleh juragan sepenuhnya. Melainkan harus menutupi beban operasional mencapai Rp 160 juta. Uang itu hasil pinjaman dari pihak ketiga. “Kalau rejeki bagus, masing-masing awak kapal bisa kebagian Rp 60 juta. Tapi kadang juga habis buat ganti biaya operasional,” katanya.
Maron dan Nursalam, dua dari ribuan nelayan yang memburu hiu pari di Laut Aru dan Arafura. Mengutip Buku Hiu dan Pari terbitan Balai Riset Perikanan Tangkap 2009, menyebut armada jaring liong bun sekitar 60 persen telah berpindah dari Laut Jawa ke Sulawesi dan Arafura yang potensinya lebih menggiurkan.
“Penangkapan hiu dalam setahun berlangsung dari Maret–Mei dan September–November,” tulis buku itu. Khusus puncak penangkap pari adalah di bulan Maret, Mei dan April.
Menurut peneliti IUCN Species Survival Commission (SSC) – Shark Specialist Group, Benaya Meitasari Simeon, WPP 718, adalah salah satu golden fishing ground di Indonesia. Perairannya subur sehingga banyak habitat keanekaragaman hayati laut termasuk hiu pari. “Jika ditanya jenis apa paling dominan, akan sulit disebutkan. Namun di WPP 718, masih ditemui pari gergaji,” ujar Benaya. Selain itu, sebutnya ada pari kekeh dan kikir yang berkerabat dengan pari gergaji. Berdasarkan riset, dia menyatakan perilaku curang para pelaut di WPP 718 adalah menyembunyikan tangkapan pari gergaji, terutama bagian moncong (snout) gergaji yang dipotong duluan.
“Kemudian sirip dan potongan tubuh dicampur bersama pari kekeh dan kikir,” ujarnya. Upaya menutupi tangkapan illegal umumnya masif dan berlapis. Dari tingkat nelayan, awak kapal, kapten hingga pengepul.
Susut Populasi, Zonasi Tangkap Terhimpit
Akhir Februari 2023, Mongabay Indonesia bertemu seorang kapten kapal pemburu hiu pari di Dobo. Pria berbadan gempal itu sedang merakit jaring rawai dasar.
“Jaring rawai dapat hiu pari sedikit. Yang banyak jaring dasar tetap [liong bun] segala jenis pari kikir, kekeh dan segala jenis hiu semua pasti terjaring,” katanya.
Dia mengatakan, di pasaran Kota Dobo, sirip plus ekor dipatok pengepul dan pembeli bervariasi. Dinilai berdasarkan panjang sirip plus ekor dari masing-masing jenis hiu dan pari. Misalnya harga sirip plus ekor hiu non Apendiks CITES atau look alike species, ukuran rata-rata 45 cm harganya di kisaran 1,6 juta rupiah.
Untuk pari kikir, dengan panjang sirip plus ekor 40 cm dihargai Rp2 juta lebih. Harganya masih bisa turun atau naik bila ada perbedaan 5 cm. Begitu juga pari kekeh Rp2 juta lebih. ”Tapi sekarang susah dapat pari kekeh ukuran sirip 35-40 cm. Biasanya, 15 cm terkecil,” keluhnya.
Keluhan kapten kapal itu, tentu beralasan. Bagaimana tidak, pari kekeh terkenal dengan tingkat pertumbuhan yang lambat, dari segi fisik maupun reproduksi.
Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, menyebut setiap tahun rata-rata dihasilkan 18,6 ton sirip hiu kering dengan berbagai ukuran dari Laut Aru. Termasuk pari kikir dan kekeh. Padahal sering disebut jenis hiu pari adalah hasil tangkapan sampingan (by catch).
Harga sirip elasmobranchii akan melonjak berkali lipat bila diekspor ke luar negeri, khususnya jenis sirip pari kikir.
Sebagaimana di pusat perdagangan sirip dan ritel Global Hongkong, merujuk hasil studi WCS dan Human Society International 2018, sirip pari kekeh nilainya tertinggi daripada sirip jenis lainnya.
Hasil tangkapan di perairan Pulau Wamar, Aru telah menyusut sejak 10 tahun terakhir. Wilayah jelajah mencari ikan pun makin jauh. Hal ini dikemukakan oleh Poly Pitkaem, nelayan yang tinggal di Kelurahan Siwalima, tempat bermukimnya para nelayan di Dobo.
Dia bilang, kini harus mencari ikan sampai ke perairan Pulau Toba, Kecamatan Aru Tengah Selatan. Kemudian Tanjung Pamali dan Pulau Jedan, Kecamatan Aru Selatan Timur.
“Terkadang juga bisa sampai ke Pulau Eno dan Pulau Karang, dekat perbatasan Indonesia–Australia,” ujarnya. Itupun, tak lebih dari 10 ekor tenggiri bila sudah sulit.
Dia mengklaim, salah satu penyebab ikan menyusut karena tidak ada lagi perbedaan zonasi wilayah tangkap di antara kapal Gross Tonnage (GT) kecil dan besar.
Pengawasan Hiu Pari dan Kapal tak Berizin
Sementara itu, Yassar, Pengawas Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Tual Wilayah Kerja Dobo mengaku belum pernah dapat kapal penangkap hiu pari yang terafilias dengan pelaku usaha pemegang Surat Izin Pemanfaatan Ikan Dilindungi (SIPJI).
“Itu [SIPJI] belum ada. Padahal di SIPJI kan muncul berapa jumlah kuota tangkapnya. Nah, 2022-23 termasuk tahun di tahun-tahun sebelumnya gak ada [daftar pemegang SIPJI] di kita,” ungkapnya (15/2/2023).
Padahal Permen KP Nomor 10 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kelautan dan Perikanan, mengisyaratkan dalam perdagangan dalam negeri, pengusaha harus memiliki Surat Izin Pemanfaatan Jenis Ikan (SIPJI) sesuai dengan kuota tahun berjalan.
Selama pengawasan, Yassar bilang kapal penangkapan hiu pari hanya mengantongi Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) yang dikeluarkan Dinas Perikanan dan Kelautan Maluku. Sebab rata-rata kapal penangkap hiu pari dari ukuran 30 GT ke bawah.
Saat mengirim muatan sirip hiu daging, tulang, kulit dan turunannya, Pemegang SIPJI diwajibkan mengurus Surat Angkut Jenis Ikan (SAJI) – Dalam Negeri, dan surat rekomendasi untuk jenis-jenis look alike species. Meski begitu, Yassar mengaku rutin melakukan pengawasan. Instrumen pengawasan melalui e-logbook dari hasil tangkapan. ”Misalnya ada jenis hiu pari yang dilindungi, kita turun periksa. Apalagi hiu pari yang sudah di potong sirip, kulit dan cuma tersisa daging agak sulit buat diidentifikasi.” Pengawasan serupa juga dilakukan ke 12 Unit Pengelolaan Ikan (UPI) di Kota Dobo. Jadwalnya sebulan dua kali.
Di luar faktor pengawasan penangkapan hiu pari, Yassar mengungkap, banyak kapal tak berizin terutama kapal pencari telur ikan. Saat berlayar, mereka kerap sembunyi-sembunyi dari pengawasan petugas. “Karena izinnya mereka gak ada. Dari Dinas Perikanan dan kelautan Provinsi Maluku itu kan belum mengeluarkan izin untuk menangkap telur ikan. Di permen KP juga tidak ada yang mengatur alat tangkapnya,” jelas Yassar.
Pernyataan Yassar dibenarkan Reynaldo Hiariej, Kepala Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan Maluku Gugus Pulau IX, Kepulauan Aru. Reynaldo mengatakan, ada sejumlah penguasaha yang kapalnya tanpa memiliki SIPI. Ukuran kapal mayoritas dibawah 30 GT, kewenangan mengeluarkan izin ada di Pemerintah Provinsi Maluku.“Rata-rata tidak punya SIPI” ungkapnya. Jumlah kapal diperkirakan, mencapai ratusan armada. Kapal biasa beraktivitas saat musim mencari telur ikan, yaitu Maret– September. Dia melanjutkan, sebagian dari kapal-kapal tersebut sesekali mencari hiu pari, dengan menggunakan jaring rawai dasar. ”Kita sudah berusaha memanggil pemilik kapal, tapi mereka tak patuh,” jelasnya. Berdasarkan Tanda Daftar Kapal Perikanan (TDKP) di Kabupaten Kepulauan Aru, kapal yang baru tercatat berukuran 1-10 GT totalnya 492 kapal. Sedangkan kapal 12-30 GT mencapai ratusan. Hasil tangkapan, mulai cumi, udang dan bermacam jenis ikan termasuk hiu pari.
Pemilik SIPJI di Aru
Kepada Mongabay Indonesia, Kepala Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (Loka PSPL) Sorong, Santoso Budi Widiarto menyatakan, berkaitan dengan keterbukaan informasi publik, maka data pemegang SIPJI dan kuota akan diberikan berdasarkan permintaan data dari para pemangku kepentingan terkait.
“Hingga saat ini belum ada permintaan data Pemilik SIPJI dari Pangkalan PSDKP Tual Wilayah Kerja Dobo,” ungkapnya.
Dia mengatakan, berdasarkan database Desember 2022, terdapat 8 pemilik SIPJI di Kabupaten Kepulauan Aru. Jumlah kapal yang didaftar untuk permohonan kuota tahap I 2023 tercatat sebanyak 36 armada. Selain itu, seluruh aktivitas pelaku usah selalu terpantau. Mereka, rutin foto, mulai dari aktivitas penangkapan hingga pemanfaatan badan hiu pari. Berdasarkan data Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Ambon, Wilayah Kerja Dobo, selama tahun 2022 terdapat 55 pengiriman sirip hiu dari Januari-November. Totalnya 24.963 kg, dengan nilai taksiran Rp 2.346.688.000.
Daerah tujuan masing-masing Surabaya, Bitung, Manado, Probolinggo dan Jakarta Utara. Surabaya menempati posisi pertama, terdapat 47 pengiriman dalam setahun.
Kepala BKIPM Ambon, Hatta Arisandi mengaku, pelaku usaha patuh mengurus Surat Karantina Ikan (SKI), saat melakukan pengiriman sirip hiu pari.”Terbukti dari data tersebut,” ujarnya.
Artikel ini bersumber dari: https://www.mongabay.co.id/2023/03/13/populasinya-semakin-susut-ancaman-kelestarian-hiu-pari-di-perairan-aru/