Philipus Mote (30), warga Paniai, berdiri di depan sekumpulan ibu-ibu. Di tangannya ada sebuah media komunikasi lembar balik. Dengan penuh percaya diri dia membuka lembar demi lembar media komunikasi yang berukuran AO itu. Dari mulutnya meluncur dengan lancar bahasa Mee, bahasa yang lebih dipahami oleh ibu-ibu yang duduk di depannya.
Philipus sibuk memberikan penjelasan tentang program BANGGA Papua. Lebih khusus lagi, ia menjelaskan tentang tujuan program yaitu menjaga dan memperbaiki gizi anak berusia di bawah empat tahun. Tak lupa juga dia mengingatkan beragam makanan bergizi yang seharusnya dibeli dengan dana dari BANGGA Papua. Lalu dengan tegas dia mengingatkan ibu-ibu itu agar tidak menyalahgunakan dana BANGGA Papua dengan membeli barang-barang yang tidak ada hubungannya dengan kesehatan dan gizi anak.
Sosialisasi Kapan Saja
“Saya memang sudah biasa sosialisasi,” kata Philipus, staf honorer Bappeda Kabupaten Paniai dan sekaligus anggota Sekretariat Bersama (Sekber) BANGGA Papua Kabupaten Paniai. Dia bercerita, dulu dia juga tergabung di program Rencana Strategis Pembangunan Kampung (RESPEK) di Paniai. Di program itu dia kerap melakukan sosialisasi kepada warga penerima manfaat.
Progam RESPEK adalah sebuah program yang digulirkan pemerintah Provinsi Papua sejak tahun 2007 hingga 2013. Di program ini, Philipus menjadi salah satu pendamping kampung. Salah satu tugasnya adalah melakukan sosialisasi program.
Di Sekber BANGGA Papua, Philipus sebenarnya ditempatkan di bagian data. Tugas utamanya adalah mengumpulkan data calon penerima manfaat, yaitu anak-anak berusia di bawah empat tahun, yang lahir dari orang tua berdarah Papua asli, atau salah satu orang tuanya berdarah Papua. Dia bertanggung jawab mengumpulkan data di empat kampung. Namun, meski tugas utamanya adalah mengumpulkan data, Philipus tidak berhenti sampai di situ. Dia mengaku setiap waktu selalu menyelipkan kegiatan sosialisasi BANGGA Papua. Ia selalu berusaha menjelaskan kepada calon penerima manfaat tentang tujuan program, hingga pentingnya menjaga dan meningkatkan gizi anak.
“Pokoknya kalau sambil mendata itu saya juga cerita pentingnya BANGGA Papua sama ibu-ibu di kampung,” terangnya.
Philipus cerita kalau pendataan dan sosialisasi di kampung bukan hal yang mudah. Masih ada pihak yang menolak program BANGGA Papua. Dari yang curiga kalau ini hanya program tipu-tipu. Menghadapi penolakan seperti itu, Philipus mengaku hanya bisa bersabar. Kadang kala, meski dengan berbagai upaya, dia gagal juga menyakinkan mereka.
“Ya mau bagaimana lagi,” kata Philipus, pasrah.
Meski menghadapi tantangan, namun Philipus tidak pernah menyerah. Baginya, tugas yang dibebankan kepadanya adalah tanggung jawab yang harus dia pikul. Bahkan dia melakukan lebih daripada yang dibebankan kepadanya. Sosialisasi tentang program dan penggunaan dana program adalah salah satunya.
Philipus mengaku melakukan sosialisasi kapan saja dan di mana saja. Setiap ada waktu. Bahkan bila melihat ibu-ibu di kampung sedang berkumpul, dia kerap mendatangi mereka dan perlahan-lahan melakukan kegiatan sosialisasi tentang BANGGA Papua.
“Bukan cuma ibu-ibu. Kadang-kadang saya juga sosialisasi ke bapak-bapak,” kata Philipus. Dia melanjutkan, “Bapak-bapak itu penting dikasih tahu tentang BANGGA Papua.”
Ketika ditanya kenapa dia begitu rajin melakukan sosialisasi, Philipus menjawab kalau sosialisasi ke ibu-ibu di kampung tidak bisa hanya dilakukan sekali. Sosialisasi, menurutnya harus dilakukan berkali-kali. Setiap saat bila perlu.
“Kalau cuma satu kali, mereka bisa lupa,” katanya. Itulah yang membuat Philipus tidak pernah berhenti melakukan sosialisasi kepada warga di kampung.
Penuh Inisiatif
Saat kegiatan pembayaran pertama dana BANGGA Papua di Kabupaten Paniai, Philipus tidak mau ketinggalan. Saat itu, 13 Desember 2018, pukul sembilan pagi, suasana kantor kas Bank Papua yang berada tidak jauh dari pasar Enarotali, mulai ramai. Ratusan ibu-ibu berkumpul di depan pasar. Mereka adalah para penerima manfaat BANGGA Papua yang akan menerima dana di hari itu.
Satu persatu, mereka dipanggil ke dalam sebuah area di samping kantor Bank Papua yang disulap menjadi kantor pelayanan pembayaran. Ada lima meja di sana, masing-masing dengan fungsinya yang berbeda-beda. Di meja satu, ibu-ibu calon penerima manfaat itu berhadapan dengan anggota Sekber yang memverifikasi kelengkapan berkas mereka. Dari meja satu, mereka akan bergeser ke meja dua, tempat karyawan Bank Papua akan membantu mereka membuka rekening.
Urusan dengan perbankan adalah hal asing yang ditemui oleh ibu-ibu dari kampung di Papua ini. Karenanya, pelayanan kerap tersendat. Petugas butuh waktu lama untuk membantu ibu-ibu membuka rekening. Belum lagi beberapa kali terjadi masalah teknis yang membuat alur pembayaran jadi terhambat. Akibatnya, beberapa ibu harus sabar menunggu di bangku-bangku yang memang disiapkan.
Melihat antrian ibu-ibu yang sedang menunggu itu, Philipus Mote mengambil inisiatif. Dia maju ke depan ibu-ibu yang duduk manis di bangku yang disusun rapi itu dan melakukan edukasi tentang pemanfaatan dana BANGGA Papua.
“Itu inisiatif dia sendiri,” kata Eli Yogi, Ketua Sekber Paniai. Menurutnya, ketika melakukan briefing sehari sebelum pencairan dana, anggota Sekber sudah menyiapkan beragam poster edukasi BANGGA Papua yang ditempel di sekeliling lokasi pembayaran. Pun, mereka sudah mempersiapkan lembar balik BANGGA Papua. Lembar balik itulah yang digunakan Philipus ketika melakukan edukasi di depan ibu-ibu calon penerima manfaat.
Buah ToT
Philipus sendiri sebenarnya tidak pernah ikut pelatihan komunikasi. Ketika ToT (Training of Trainer) pelatihan Komunikasi Persuasif digelar oleh Yayasan BaKTI di bulan April 2018, Philipus sedang berada di kampung melakukan pendataan. Jadi bisa dibilang dia awalnya masih buta soal penggunaan alat komunikasi yang diproduksi Yayasan BaKTI.
“Saya belajar sendiri bagaimana pakainya,” kata Philipus ketika ditanya siapa yang mengajarinya menggunakan alat komunikasi tersebut. “Tapi teman-teman juga ada yang bantu. Ada yang ajar saya juga,” sambungnya. Teman-teman yang dimaksudnya adalah teman-teman yang ikut pelatihan ToT Komunikasi Persuasif. Teman-teman Sekber itulah yang melatih Philipus tentang bagaimana menggunakan media komunikasi seperti lembar balik.
“Memang dia masih ada kekurangan. Tapi kalau dipoles terus, saya yakin dia bisa bagus sekali,” kata Eli Yogi ketika dimintai pendapat tentang Philipus. Kekurangan yang paling kelihatan dari cara Philipus melakukan sosialisasi adalah masih kurangnya interaksi dengan ibu-ibu di depannya. Dia masih terlihat asyik sendiri menjelaskan, tanpa berusaha mencari tahu apakah ibu-ibu itu mengerti atau malah bosan. Tim Yayasan BaKTI yang memonitor kegiatan edukasi pemanfaatan dana langsung memberikan masukan-masukan kepada Philipus, termasuk agar lebih sering berinteraksi dengan ibu-ibu di depannya. Dengan cepat, Philipus langsung menerapkan saran itu.
“Iya, saya senang sekali dikasih masukan. Jadi bisa memperbaiki diri,” kata Philipus . Menurutnya lagi, masukan dari tim BaKTI itu memperbaiki kemampuannya dalam melakukan sosialisasi.
Meski tidak ikut pelatihan komunikasi, namun inisiatif dan kemampuan Philipus patut diacungi jempol. Kemauannya untuk belajar sendiri dan belajar dari teman-teman peserta ToT komunikasi adalah aset besar bagi program BANGGA Papua. Di lapangan pun dia sudah memberikan buktinya. Dia memanfaatkan kesempatan sekecil apapun untuk melakukan sosialisasi kepada calon penerima manfaat BANGGA Papua.
“Saya mau lihat anak-anak Papua sehat dan cerdas,” katanya ketika ditanya kenapa dia giat melakukan sosialisasi. Sebuah impian yang begitu tulus, yang membuat Philipus selalu bersemangat untuk melakukan sosialisasi, utamanya perihal menjaga dan meningkatkan gizi anak. Meski, seperti kata Eli Yogi, dia masih butuh polesan, namun apa yang sudah dilakukan Philipus adalah cahaya terang untuk Sekber Paniai.
BANGGA Papua adalah program yang diinisiasi oleh Pemprov Papua yang bertujuan untuk meningkatkan gizi dan kesehatan anak orang asli Papua, dengan memanfaatkan dana Otonomi Khusus (Otsus). Melalui BANGGA Papua, Pemprov Papua sedang membangun generasi emas Papua. BANGGA Papua menyediakan dana bagi anak orang asli Papua yang berusia di bawah 4 tahun, untuk digunakan membeli atau menyediakan kebutuhan gizi dan kesehatan anak. Dana diberikan langsung kepada ibu dan ditransfer melalui rekening miliknya. Yayasan BaKTI menerima mandat untuk mendukung komunikasi strategis BANGGA Papua, khususnya meningkatkan kapasitas komunikasi pelaksana program di provinsi dan kabupaten.