Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Menteri PPN/Kepala Bappenas) Bambang Broedjonegoro menegaskan pemindahan Ibukota akan melibatkan masyarakat di lokasi baru. Dalam Dialog Nasional Pemindahan Ibukota Negara yang diselenggarakan di Bappenas, 16 Mei 2019, Bambang menyebut ibukota baru diperkirakan akan mendapatkan pertambahan sekitar 1,5 juta penduduk dalam sekitar sepuluh tahun. Ini akan menjadi pasar tersendiri di wilayah yang terpilih.
Warga baru berasal dari aparatur negara eksekutif, legislatif, yudikatif, TNI /Polri beserta keluarganya yang berjumlah sekitar 1,2 juta. Sisanya sebanyak 300 ribu merupakan pelaku ekonomi. “Di sinilah kesempatan ekonomi lokal masuk, bisa dari masyarakat sekitar,” kata Bambang.
Bambang mengatakan pemerintah sudah mengkaji dan menyiapkan antisipasi percampuran atau persinggungan antarwarga pendatang dan warga setempat yang akan terjadi pada saat pemindahan ibukota baru. “Namun, waktu tinjauan ke lapangan penduduk lokal sangat antusias. Ada harapan-harapan daerah mereka akan jadi ibukota,” lanjut Bambang. Tinjauan lapangan yang dimaksud Bambang adalah tinjauan lokasi bersama Presiden Joko Widodo ke Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.
Pernyataan Bambang menjawab kekhawatiran Kepala Lembaga Demografi Universitas Indonesia Turro Selrits Wongkaren. Turro mengingatkan agar Indonesia belajar dari Jakarta yang pada akhirnya membuat masyarakat Betawi terpinggirkan dan tak lagi menjadi tuan rumah di DKI Jakarta. “Orang lokal harus dilibatkan dari awal,” kata Turro.
Dari awal maksudnya, sejak ibukota baru dirancang. Sebagai contoh, terkait ketimpangan pendidikan yang berisiko terjadi antara masyarakat pendatang dan masyarakat lokal. “Pemerintah harus memikirkan sejak semula, kira-kira yang dibutuhkan apa sih, di masa depan yang bisa melibatkan penduduk setempat,” tambahnya.
Pelibatan sejak awal, kata Turro, juga bisa dilakukan dengan mempekerjakan mereka sejak pembangunan kota secara fisik. “Kemudian ketika sudah mulai berfungsi, mereka sudah dipersiapkan untuk masuk sebagai administrasi dan lain-lain,” tambah Turro. Pelibatan masyarakat lokal juga akan mengurangi risiko konflik akibat perbedaan etnis dan agama. Terutama jika kelak yang terpilih adalah Kalimantan Tengah yang didominasi Suku Dayak dan beragama mayoritas Kristen. Jika pilihan jatuh ke Kalimantan Timur kata Turro, risiko konflik horizontal lebih sedikit karena di provinsi ini masyarakatnya lebih heterogen.
Membangkitkan Potensi Ekonomi Kalimantan dan Sulawesi
Sementara itu Pakar Perkotaaan Yayat Supriyatna menilai pemindahan ibu kota bisa membuat bangkitan ekonomi baru, terutama di wilayah Kalimantan dan Sulawesi. Potensi pengembangan akan terjadi di Pantai Timur Kalimantan, jika pilihan lokasi ibukota jatuh di Kalimantan.
Ia menjelaskan, Banjarmasin akan dijadikan salah satu kota Metropolitan di luar Jawa karena bisa menjadi hub distribusi di Kalimantan dan terhubung dengan banyak wilayah di Kalimantan Timur (Kaltim), yaitu Samarinda dan sekitarnya. Proses ini akan menimbulkan perkembangan kota-kota baru di wilayah yang dilalui jalur distribusi antara Banjarmasin hingga Samarinda.
Selama ini menurut Yayat, Kaltim sudah cukup berkembang dengan hadirnya industri manufaktur, perdagangan, dan pertambangan di Bontang serta Balikapapan. Lalu, bagaimana dengan kebangkitan ekonomi Sulawesi yang sempat disebut Yayat? “Yang juga menarik yang perlu dikaji jika mulai membangun, Kalimantan tidak punya sirtu (pasir batu). Jadi, kalau mau membangun kota besar (di Kalimantan) harus mengambil dari Palu, Donggala, dari Sulawesi,” tambah Yayat.
Inilah kata Yayat yang akan menimbulkan interaksi antar wilayah yang akan membangkitkan ekonomi. “Ketika kita pindah, kita butuh logistik, butuh sayur mayur, dari mana itu? Potensi terbesar akan didapat dari Sulawesi Selatan, dari Enrekang, ada Toraja, ini mendorong tumbuhnya agrobisnis baru, jarak lebih dekat,” papar Yayat.
Dengan demikian kalau selama ini hub ekonomi terkonsentrasi di Sumatera, Jawa, dan Bali, berikutnya akan ada Kalimantan dan Sulawesi. Yayat menyimpulkan untuk membangun kota baru di Kalimantan yang kelak mungkin akan menjadi ibukota, jangan hanya terfokus pada pembangunan fisik. “Tapi pengembangan wilayah pedesaan diperkuat,” lanjut Yayat.
Menteri PPN /Kepala Bappenas, juga menggarisbawahi bahwa rencana perpindahan ibukota baru tak semata-mata pindah lokasi administrasi namun juga untuk mencapai tujuan pemerataan. Selama ini menurut Bambang, ekonomi terkonsentrasi Kawasan Barat Indonesia (KBI) ketimbang Kawasan Timur Indonesia (KTI).
“Ternyata di triwulan satu kemarin, pertumbuhan ekonomi KBI lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi KTI. Artinya apa? Sudah baratnya lebih mendominasi, tumbuhnya lebih cepat pula. Artinya, potensi kesenjangan makin melebar,” papar Bambang.
10 Metropolitan dan Tahapan Ibukota Baru
Bambang mengakui pemindahan ibukota bukan satu-satunya solusi pemerataan ekonomi. Hal kedua yang akan dilakukan pemerintah adalah membangun 10 metropolitan baru. Empat di antaranya di Jawa dan sisanya enam metropolitan akan dikembangkan di luar Jawa yaitu di Medan, Palembang, Denpasar, Makassar, Banjarmasin, dan Belitung. Keenam kota besar akan dikembangkan jadi metropolitan bersamaan dengan wilayah-wilayah di sekitarnya dalam lima tahun.
Keputusan ibukota baru akan ditentukan lokasinya tahun ini. “Kemarin kami rapat di Bappenas kita mengkaji lebih dalam supaya dua bulan ini datanya lebih lengkap, untuk bisa disajikan ke Presiden sehingga Presiden bisa memutuskan lokasinya,” lanjut Bambang.
Tahun depan pemerintah akan menyelesaikan desain besarnya sehingga Ground Breaking atau pembangunan awal akan dimulai pada 2021. “Kita harapkan pada 2024 ibukota baru sudah fungsional, sudah siap jadi pusat pemerintahan baru,” kata Menteri Bambang.
Dalam tersebut, pemerintah berjanji akan menggerakkan tenaga-tenaga ahli perkotaan dari Indonesia untuk merancang smart city di ibukota baru. Terlebih saat ini SDM lokal untuk membangun smart city sudah tersedia. “Setiap tahun ada 2000-an lulusan perencanaan kota. Jadi, dari sisi suplai profesional kita punya,” kata Perencana Perkotaan Bernadus Djonoputro dalam acara yang sama di Bappenas.
Artikel bersumber dari website Indonesia Development Forum dirilis pada 23 Mei 2019 dan dapat dibaca pada link https://indonesiadevelopmentforum.com/2019/article/14273-pemindahan-ibu-kota-siap-libatkan-masyarakat-lokal-hingga-bangkitkan-sulawesi