Setiap bencana alam selalu berdampak secara ekonomi, sosial, dan politik baik terhadap perempuan dan laki-laki. Tetapi, dalam masyarakat dengan ketimpangan gender, perempuan seringkali menghadapi dampak lebih besar dibanding laki-laki. Bencana Palu, Sigi dan Donggala 28 September 2018 menunjukkan hal tersebut. Akibat mitigasi pra bencana yang buruk menghasilkan, dari segi jumlah, perempuan merupakan korban jiwa terbesar daripada laki-laki. Sementara pascabencana, perempuan menghadapi berbagai kekerasan (domestik dan seksual), ketidaknyamanan privasi di shelter pengungsian, beban ganda kehidupan keluarga, beban ekonomi yang sulit, serta kebutuhan pemenuhan sanitasi yang terbatas. Pada posisi ini, perempuan menjadi paling dirugikan saat dan setelah terjadi bencana. Data yang dihimpun Sikola Mombine dari 46 kelurahan se-kota Palu pada Oktober 2019 memperlihatkan bahwa dari 1.958 orang korban meninggal dunia, 55.31% di antaranya adalah perempuan. Di wilayah-wilayah dengan dampak bencana terparah, korban perempuan adalah yang terbesar. Di Pantoloan, 61,20% dari 116 korban meninggal dunia adalah perempuan. Di area terdampak likuifaksi Balaroa dan Petobo, masing-masing 56,59% dari 629 dan 66,66% dari 84 korban meninggal dan hilang adalah perempuan. Persentase perempuan yang menjadi korban juga tinggi terjadi di daerah-daerah terdampak tsunami seperti Panau (100%), Lere (56,52%), Layana Indah (49,19), Besusu Barat (48,69%), dan Talise (42%).
Banyak upaya yang telah dilakukan oleh lembaga non pemerintah, swasta dan pemerintah daerah dalam rangka memulihkan roda perekonomian masyarakat yang lumpuh pascabencana alam 28 September 2018 lalu. Pendekatan pengorganisasian di komunitas dan advokasi kebijakan menjadi strategi pendekatan dengan berbasis pada pelibatan penuh perempuan sebagai aktor utama. Hal ini berdasarkan pengalaman Yayasan Sikola Mombine sejak masa tanggap darurat bencana telah melakukan beberapa intervensi layanan kemanusiaan seperti bantuan emergency logistik, penerangan, menyediakan makanan bergizi bagi kelompok rentan di lima titik pengungsian wilayah Kota Palu, mengorganisir donasi dan menguatkan kelompok perempuan penyintas. Pada tahap transisi tanggap darurat, ada beberapa aktifitas yang telah dilakukan seperti program pembagian paket nutrisi, hygine package, pembangunan rumah perlindungan perempuan dan anak, penguatan psikososial, penguatan kapasitas perempuan penyintas dan kepemimpinan perempuan, penguatan dan pembentukan Balai Belajar Perempuan, pendampingan hukum bagi korban dan hak-hak keperdataan korban dan penguatan livelihood. Dalam membangun jejaring, Yayasan Sikola Mombine membentuk forum anak untuk kemanusiaan “Relawan Sulteng Kuat”, aktif dalam jejaring NGO lokal, nasional dan internasional serta kerja sama dengan Lembaga pemerintah daerah “OPD” terkait.
Yayasan Sikola Mombine melalui Dukungan Yayasan Save The Children Indonesia dan Swiss Solidarity, untuk memastikan program pemulihan ekonomi masyarakat dilakukan secara berkelanjutan melalui pendampingan dari hulu ke hilir, berbasis masyarakat dan inisiatif lokal menuju kemandirian ekonomi masyarakat, khususnya masyarakat penyintas yang masih mendiami Hunian Sementara (Huntara) di Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Kabupaten Donggala, serta sebagian masyarakat yang tinggal di luar Huntara yang menjadi korban kekerasan berbasis gender, dengan beragam indikator kelompok rentan dan inklusi, seperti perempuan kepala keluarga, lansia, ibu hamil, ibu menyusui dan disabilitas yang kesemuanya pernah dan sedang menjalankan usaha kecil dan menengah.
Program yang diselenggarakan oleh Yayasan Sikola Mombine melalui Dukungan Yayasan Save The Children dan Swiss Solidarity ini menyentuh kepala keluarga yang berjumlah 347 KK, melalui pemberian modal usaha dengan mengadopsi Cash Voucher Assistance (CVA), untuk melanjutkan dan memulai kegiatan usahanya, sehingga harapannya dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan pendapatan rumah tangga dan kemandirian ekonomi keluarga. Bantuan dengan pendekatan CVA adalah pendekatan pemberian bantuan baru bagi Yayasan Sikola Mombine, sehingga proses penyesuaian dengan jangka waktu program yang singkat cukup menjadi kendala dan tantangan bagi internal Sikola Mombine. Proses ini merupakan sumber pengetahuan baru yang di mulai dari proses penilaian wilayah intervensi, sosialisasi dan koordinasi kepada pemerintah dan pemangku kepentingan terkait dan verifikasi akurasi data dan uji publik serta penyaluran bantuan tunai bersyarat. Selain itu, pola pengorganisiran dan menjaga komitmen peserta program, proses mengubah pola pikir masyarakat penyintas yang dimanjakan dengan bantuan dari berbagai lembaga juga masih menjadi tantangan tersendiri. Oleh karena itu, dibutuhkan usaha ekstra dalam upaya mencapai output penting yang telah direncanakan di awal dalam perwujudan kepemimpinan perempuan dalam tahap pemulihan livelihood yang berkelanjutan.
Sejak Januari 2021 hingga Oktober 2021, Yayasan Sikola Mombine melalui Dukungan Yayasan Save The Children dan Swiss Solidarity secara aktif melakukan pendampingan berupa peningkatan kapasitas penerima manfaat program BaNTu Hidup mulai dari pelatihan, mentoring hingga menghubungkan kepada mitra lokal dan rantai pasar untuk akses pasar yang lebih luas dan terbuka. Selain pendampingan, Yayasan Sikola Mombine melakukan monitoring pembelanjaan dan pengadaan bantuan kepada penerima manfaat, serta mendampingi dalam proses pencatatan keuangan, merencanakan tabungan hingga strategi pemasaran dan manajemen pelanggan serta menyediakan modul sebagai panduan bagi masyarakat di komunitas untuk pengembangan usahanya ke depan.
Program Kemandirian Ekonomi untuk Keberlanjutan Hidup Penyintas dan Pencegahan Penyebaran COVID-19 di Palu, Sigi dan Donggala adalah program integratif antara Keluarga, Anak, Pemerintah, Masyarakat dan Pelaku Bisnis Sukses untuk mewujudkan keberlanjutan ekonomi penyintas serta kesadaran dalam menghadapi pandemi COVIDd-19 dalam adaptasi kebiasaan baru. Artinya keluarga berperan penting melalui kemandirian ekonomi untuk menjamin hak dan kebutuhan anak terpenuhi dengan baik. Sementara itu, pemerintah, masyarakat dan pelaku bisnis didorong untuk membangun kolaborasi antara penerima manfaat dengan pelaku usaha lokal maupun nasional serta membuka peluang pasar berkelanjutan.
Program Bantuan Non Tunai Sumber Penghidupan (BaNTu Hidup) bertujuan untuk meningkatkan peran pemerintah dalam pendampingan dan advokasi penerima manfaat BaNTu Hidup sebagai strategi keberlanjutan melalui pendampingan dan peningkatan literasi keuangan keluarga dan usaha penerima manfaat dalam mengembangkan usahanya, membangun kesadaran masyarakat terhadap pola hidup bersih dan sehat dalam mengurangi risiko penularan COVID-19 serta mendorong peran pemerintah dan private sector dalam sinergitas data dan pengawasan terhadap pelaksanaan program Pemulihan ekonomi dan Pencegahan penularan COVID-19 oleh masyarakat.
Dalam implementasi program ini telah menghasilkan 347 pelaku usaha sebagai penerima manfaat dalam program BaNTu Hidup, 12 Kelompok Usaha (berdasarkan jenis usaha dan wilayah), 20 orang Duta Promosi Kesehatan dan 500 penerima manfaat secara langsung dan tidak langsung dalam upaya penurunan penularan risiko COVID-19. Program ini dilakukan di wilayah terdampak bencana alam dan non alam di Sulawesi Tengah (Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Kabupaten Donggala) dengan jumlah 347 penerima manfaat yang tersebar di 8 Kecamatan (Ulujadi, Tawaeli, Mantikulore, Palu Utara, Palu Selatan, Banawa, Marawola dan Dolo), 5 Kelurahan (Kabonena, Panau, Mamboro, Petobo dan Gunung Bale) dan 1 Desa (Mpanau) serta 7 Huntara (Buvukulu, Asam, Pacuan Kuda, Terminal Mamboro, Petobo, Gunung Bale dan Posivinti).
“Bagi saya, bantuan tunai ini sangat berharga karena saya harus menjadi pencari nafkah keluarga untuk menghidupi anak-anak dan suami saya yang tunanetra. Lebih buruk lagi, bekerja sebagai buruh adalah pekerjaan yang melelahkan dan terkadang saya bisa melakukan pekerjaan rumah lagi (saat saya di rumah). Saya berharap dengan bantuan uang tunai ini, saya dapat membantu memenuhi kebutuhan dasar keluarga kami dan untuk membayar biaya sekolah anak-anak saya. Terima kasih Yayasan Sikola Mombine dan Save the Children.” Ungkapan terima kasih dari Ibu Selfi, salah satu penerima manfaat program BaNTu Hidup.