Menguatkan Layanan Perlindungan Anak di Pesantren
Penulis : Yusri

Kasus kekerasan seksual di lingkungan satuan pendidikan telah menjadi perhatian serius. Satuan pendidikan yang seharusnya menjadi tempat aman bagi peserta didik untuk berkembang secara intelektual, emosional, dan sosial justru kerap menjadi lokasi terjadinya pelanggaran hak-hak anak. 

Kasus Kekerasan Seksual di Lingkungan Pesantren

Data menunjukkan bahwa kekerasan seksual di lingkungan pendidikan seringkali melibatkan pelaku yang memiliki relasi kuasa, seperti guru, staf sekolah, atau bahkan sesama siswa. Berdasarkan hasil survei Asesmen Nasional (AN) tahun 2022, sebanyak 34,51 persen peserta didik berpotensi mengalami kekerasan seksual, 26,9 persen peserta didik berpotensi mengalami hukuman fisik, dan 36,31 persen berpotensi menghadapi perundungan (Kemendikbud Ristek, 2023).

Foto: Identifikasi Potensi Kekerasan yang dialami oleh Santri dan Santriwati di Pesantren

Komnas Perempuan (2023) menjelaskan bahwaImage removed. kekerasan seksual juga berpotensi tinggi terjadi di lembaga pendidikan berbasis agama dan berasrama seperti pesantren. Komnas Perempuan juga mencatat bahwa terdapat berbagai kerentanan-kerentanan khusus anak perempuan korban kekerasan  seksual di lembaga pendidikan berbasis agama dan berasrama dimana salah satunya adalah relasi kekuasaan berlapis antara pelaku selaku pemilik pesantren dan atau guru pesantren yang memiliki pengaruh dan dapat memanfaatkan pengaruhnya dengan santriwati. Kurangnya pengawasan, kebijakan perlindungan anak yang tidak efektif, dan minimnya edukasi terkait kekerasan seksual juga turut memperbesar risiko terjadinya kasus kekerasan seksual di lingkungan pesantren. 

Urgensitas Penguatan Layanan Perlindungan Anak di Pesantren 

Institusi pendidikan termasuk pesantren terkadang tidak memiliki mekanisme pelaporan yang memadai, sehingga korban merasa enggan untuk melaporkan kejadian yang mereka alami. Hal ini diperparah oleh stigma sosial yang membuat korban takut akan dampak negatif pada reputasi atau masa depan mereka. Upaya pencegahan kekerasan seksual di satuan pendidikan termasuk di pesantren harus dilakukan secara menyeluruh dan integratif. Pendidikan tentang hak anak, kesehatan reproduksi, dan kekerasan seksual perlu menjadi bagian dari kurikulum untuk meningkatkan kesadaran siswa dan tenaga pendidik. 

Foto: Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bone Menjelaskan mengenai Kebijakan Pencegahan Kekerasan Seksual di Pesantren

Maka dari itu, pesantren harus memiliki kebijakan tegas yang melindungi korban, termasuk mekanisme pelaporan yang aman dan rahasia serta pemberian sanksi yang adil bagi pelaku.  Penguatan layanan perlindungan anak di pesantren merupakan investasi penting untuk memastikan tumbuh kembang santri dalam lingkungan yang sehat, aman, dan menyenangkan. Langkah ini juga menjadi bentuk nyata dari komitmen pesantren untuk memastikan anak-anak di lingkungan pesantren terlindungi dari berbagai bentuk kekerasan, eksploitasi, dan perlakuan salah seksual lainnya.

 

Mengidentifikasi Jenis-Jenis Kekerasan Seksual

Penguatan layanan perlindungan anak di pesantren dalam melakukan pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual dimulai dengan meningkatkan pemahaman para petugas layanan mengenai definisi kekerasan seksual dan berbagai jenis-jenis kekerasan seksual yang dialami oleh peserta didik. 

Foto: Guru membedakan beberapa kasus kekerasan seksual sesuai dengan jenisnya

Minimnya pemahaman guru mengenai jenis-jenis kekerasan seksual dan batasannya merupakan masalah serius dalam upaya menciptakan lingkungan pendidikan yang aman. Guru seringkali tidak mendapatkan pelatihan khusus terkait definisi, bentuk, dan batasan kekerasan seksual. Kekerasan seksual tidak hanya mencakup tindakan fisik, seperti pelecehan atau pemerkosaan, tetapi juga perilaku nonfisik seperti komentar seksual, catcalling, dan penyebaran konten eksplisit tanpa persetujuan. Ketidaktahuan ini bisa membuat beberapa guru gagal mengidentifikasi tindakan yang termasuk kekerasan seksual atau bahkan tidak sengaja menjadi pelaku melalui komentar atau tindakan tidak pantas. Untuk mengatasi hal ini, pelatihan berkelanjutan untuk guru yang mencakup pemahaman tentang berbagai jenis kekerasan seksual, batasannya, serta cara mencegah dan menanganinya menjadi hal yang penting untuk dilakukan. 

Memahami Grooming sebagai Tindakan Preventif Kekerasan Seksual

Petugas layanan, guru, dan siswa perlu memahami konsep grooming karena hal ini merupakan langkah penting dalam  pencegahan kekerasan seksual, terutama di lingkungan pendidikan. Maka dari itu salah satu materi yang diberikan sebagai bentuk penguatan layanan perlindungan anak di pesantren adalah mengenai groomingGrooming adalah proses manipulasi psikologis yang dilakukan oleh pelaku untuk mendapatkan kepercayaan korban dan lingkungannya, sehingga pelaku dapat melakukan kekerasan seksual dengan lebih mudah tanpa dicurigai. Grooming sering kali dimulai dengan tindakan yang terlihat tidak berbahaya, seperti memberikan perhatian khusus, hadiah, atau membangun hubungan emosional. Tanpa pemahaman yang memadai, guru dan siswa mungkin tidak mengenali tanda-tanda awal ini, yang memungkinkan pelaku melanjutkan aksinya hingga tahap yang lebih serius. 

Guru yang memahami grooming dapat memainkan peran penting sebagai pengawas dan pelindung siswa. Mereka dapat mengenali pola perilaku mencurigakan dari pelaku di lingkungan sekolah atau pesantren dan mencegah terjadinya eskalasi kekerasan. Edukasi ini juga  diimbangi dengan pemahaman tentang penggunaan teknologi digital secara bijak, mengingat grooming sering kali dilakukan melalui platform daring. Maka dari itu, sebagai langkah preventif, pelatihan mengenai grooming harus menjadi bagian dari kurikulum pendidikan  penguatan layanan perlindungan anak di pesantren. 

Mengembangkan Kebijakan Protection from Sexual Exploitation and Abuse (PSEA) di Pesantren

Mengembangkan kebijakan Protection from Sexual Exploitation and Abuse (PSEA) di pesantren merupakan langkah strategis untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi santri dan pengelola. Kebijakan ini bertujuan untuk mencegah, mendeteksi, dan menangani eksploitasi serta kekerasan seksual, baik yang dilakukan oleh pihak internal maupun eksternal pesantren. Maka dari itu, salah satu materi yang diberikan dalam kegiatan penguatan layanan perlindungan anak di pesantren adalah mengenai PSEA.

Foto: Guru Mempresentasikan Rencana Tindak Lanjut Pelatihan Dimana salah satunya mengenai Memperagakan dokumen PSEA

Kebijakan Protection from Sexual Exploitation and Abuse (PSEA) memberikan dasar untuk menciptakan pesantren yang aman bagi dan warga pesantren lainnya.  Dengan mengembangkan dan menerapkan kebijakan ini, pesantren menunjukkan komitmen terhadap perlindungan santri dari pelecehan seksual atau bentuk kekerasan seksual lainnya. Selain itu, kebijakan ini membantu pesantren mengidentifikasi risiko kekerasan seksual sejak dini melalui prosedur pencegahan yang sistematis, seperti seleksi staf dan pelatihan reguler. Kebijakan ini juga memungkinkan pesantren untuk bekerja sama dengan lembaga eksternal, seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) perlindungan anak dan pemerintah, guna memperkuat upaya perlindungan.

 

Informasi lebih lanjut:

Yusri adalah Program Analyst Yayasan Indonesia Mengabdi dan Dosen Universitas Negeri Makassar. Ia juga merupakan fasilitator dalam kegiatan penguatan layanan perlindungan anak di pesantren dalam melakukan pencegahan kasus kekerasan seksual oleh Kementerian Agama Kabupaten Bone dan Bulukumba melalui dukungan UNICEF. 

Yusri dapat dihubungi melalui email yusri@unm.ac.id.

 

Submission Agreement

Terimakasih atas  ketertarikan Anda untuk mengirimkan artikel ke BaKTINews. Dengan menyetujui pernyataan ini, Anda memberikan izin kepada BaKTINews untuk mengedit dan mempublikasikan artikel Anda di situs web dan situs afiliasinya, dan dalam bentuk publikasi lainnya.
Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuk setiap artikel yang dimuat.  Redaksi akan mempromosikan artikel Anda melalui situs kami dan saluran media sosial kami.
Dengan mengirimkan artikel Anda ke BaKTINews dan menandatangani kesepakatan ini, Anda menegaskan bahwa artikel Anda adalah asli hasil karya Anda, bahwa Anda memiliki hak cipta atas artikel ini, bahwa tidak ada orang lain yang memiliki hak untuk ini, dan bahwa konten Artikel Anda tidak mencemarkan nama baik atau melanggar hak, hak cipta, merek dagang, privasi, atau reputasi pihak ketiga mana pun.

Anda menegaskan bahwa Anda setidaknya berusia 18 tahun dan kemampuan untuk masuk ke dalam kesepakatan ini, atau bahwa Anda adalah orang tua atau wali sah dari anak di bawah umur yang menyerahkan artikel.
 
Satu file saja.
batasnya 24 MB.
Jenis yang diizinkan: txt, rtf, pdf, doc, docx, odt, ppt, pptx, odp, xls, xlsx, ods.