Anak dan remaja di Indonesia, termasuk di Sulawesi Selatan, masih menghadapi tantangan serius dalam dua aspek utama yaitu keamanan digital dan kesehatan mental. Berdasarkan Survei Nasional Kesehatan Mental Remaja Indonesia (I-NAMHS) tahun 2022 oleh Kementerian Kesehatan dan UNICEF, satu dari tiga remaja di Indonesia (34,9%) mengalami setidaknya satu gangguan kesehatan mental. Sayangnya, sangat sedikit dari mereka yang mendapatkan dukungan psikologis yang memadai. Kondisi ini menunjukkan adanya celah dalam sistem layanan dan kesadaran publik terhadap pentingnya kesehatan mental anak.
Pesatnya perkembangan teknologi digital tanpa diiringi literasi digital yang memadai telah meningkatkan risiko kekerasan seksual berbasis daring atau Online Child Sexual Exploitation and Abuse (OCSEA). Laporan Disrupting Harm tahun 2022 oleh ECPAT, INTERPOL, dan UNICEF menunjukkan bahwa hampir satu dari tiga anak di Indonesia pernah mengalami kekerasan seksual di ranah daring, dengan anak-anak difabel sebagai kelompok paling rentan. Hal ini sebagai akibat dari perkembangan teknologi digital yang kian pesat. Efek dari kondisi ini adalah anak mengalami gangguan mental serius seperti kecemasan, depresi dan gangguan perilaku.
Dengan kerentanan yang berpotensi terjadi di hampir di seluruh lapisan masyarakat, maka sangat penting untuk melibatkan orang tua dalam proses pendampingan dan dukungan terhadap sesama orang tua dalam meningkatkan kesehatan mental remaja dan menghindari terjadinya risiko kekerasan seksual di ranah daring atau Online Child Sexual Exploitation and Abuse (OCSEA). Kesehatan mental adalah kondisi di mana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Aspek psikososial ini mempengaruhi pikiran, perasaan (emosi) dan perilaku seseorang, dan mempengaruhi hubungan sosial seseorang dengan keluarga, teman, dan masyarakat.
Dukungan Kesehatan Mental dan Psikososial (DKMP) adalah segala bentuk dukungan yang diberikan baik dari pihak setempat maupun dari pihak luar yang bertujuan untuk menjaga atau mempromosikan kesejahteraan psikososial dan/atau mencegah atau mengatasi gangguan psikologis atau kesehatan mental. Penelitian yang lebih baru (2024) juga menunjukkan sekitar 91% Gen Z mengalami gejala stres akibat tekanan, yang menunjukkan peningkatan kesadaran dan kepedulian terhadap isu ini. Masyarakat khususnya orang tua memerlukan pengetahuan tentang Kesehatan mental untuk menjamin perkembangan anak yang sehat dan Bahagia.
Dok.Program UNICEF-BaKTI
Program UNICEF-BaKTI dalam Mencegah Eksploitasi Seksual Secara Daring dan Menjaga Kesehatan Mental Remaja
Untuk berkontribusi mengatasi masalah tersebut, Yayasan BaKTI bekerja sama dengan UNICEF menyelenggarakan pelatihan Orang Tua Pendukung Sebaya Untuk Pencegahan Eksploitasi dan Kekerasan Seksual Anak di Ranah Daring, Perlindungan Anak pada Situasi Darurat dan Kesehatan Mental Remaja pada 8-10 September 2025. Kegiatan yang berlangsung di Hotel Swiss-Belinn Panakkukang Makassar ini bertujuan untuk menjadikan Orang Tua yang merupakan bagian dari masyarakat itu sendiri mengambil peran dalam mengurangi risiko kekerasan seksual berbasis daring atau disebut juga Online Child Sexual Exploitation and Abuse (OCSEA).
Kegiatan pelatihan ini diikuti oleh 34 orang perwakilan dari desa/kelurahan di lima kabupaten/kota yaitu Kota Makassar, Kabupaten Maros, Gowa, Bone dan Wajo. Dari Makassar diikuti oleh Kelurahan Tamamaung, Maccini Sombala, dan Pattingalloang. Dari kabupaten Maros diikuti oleh Desa Temmappaduae, Bontomarannu-Lau, dan Sambueja. Kabupaten Gowa diikuti oleh Desa Bellapunranga, Ja’ne Madinging, dan Kanjilo. Sementara dari Kabupaten Bone diikuti oleh Desa Cumpiga, Ajjalireng, Mallari dan Abbumpungeng, dan dari Kabupaten Wajo diikuti oleh Kelurahan Tempe, Desa Mattirowalie, Limporilau dan Lompoloang. Masing-masing desa-kelurahan tersebut diwakili oleh 2 orang peserta orang tua.
Arni Oktavia Amir, Fasilitator masyarakat dari Desa Temmappaduae, Maros sebagai narasumber menjelaskan bahwa terdapat 6 jenis eksploitasi/kekerasan seksual daring yang pernah dialami oleh banyak anak seperti materi yang menampilkan kekerasan atau eksploitasi anak seperti foto-foto pribadi, grooming online atau bujuk rayu, sexting atau percakapan seksual online, sextortion atau pemerasan, cyber bullying atau bully secara daring, streaming atau video live yang menunjukkan bagian-bagian tubuh yang tidak seharusnya ditunjukkan secara terbuka. Karena itu jangan pernah membagikan foto dan informasi pribadi kepada orang lain tanpa tujuan yang jelas dan baik.
Selain memberikan pemahaman tentang masalah dan jenis-jenis OCSEA yang sering ditemui masyarakat beserta risikonya yang berakibat pada eksploitasi, peserta juga dibekali dengan kemampuan dasar tentang bagaimana membantu anak dan remaja terlepas dari gangguan mental dan tetap mampu berkembang dan menggapai masa depan yang lebih berkualitas dengan memberikan materi tentang Membantu Remaja Berkembang atau Help Adolescent Thrive (HAT). Materi ini disampaikan oleh Iyan Afriyani HS, M.Psi seorang Psikolog Klinis pendiri Klinik Psikomorfosa.
Materi ini membekali peserta dengan pengetahuan tentang bagaimana memahami remaja, manajemen stres, pemecahan masalah, dan keterampilan komunikasi untuk orang tua kepada remaja sehingga bisa membantu remaja dalam mengatasi masalah mental yang dihadapi baik yang bersumber dari ranah daring maupun dari ranah luring dalam kehidupan sehari-hari.
Dok.Program UNICEF-BaKTI
Pada kegiatan ini, diidentifikasi pesan-pesan kunci tentang OCSEA dan HAT yang nantinya akan disampaikan kepada sesama orang tua di desa dan kelurahan masing-masing. Pesan-pesan kunci ini berfungsi sebagai kalimat singkat yang bisa memicu pertanyaan orang lain yang mendengarnya untuk memahami lebih dalam tentang OCSEA dan HAT, sehingga semakin banyak agen pendukung yang ada pada berbagai desa yang siap membagi pengetahuan dan menyelamatkan lebih banyak anak dari masalah terkait OCSEA dengan menggunakan cara pada materi HAT.
“Kegiatan ini sangat bermanfaat sebagai langkah pencegahan terhadap dampak negatif sosial media dan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan” lebih lanjut dikatakan “dengan ini kita bisa terjun langsung ke masyarakat dan orang terdekat untuk berbagi informasi terkait materi pelatihan yang sudah di dapat”. Ungkap Ibu Nanna dari Desa Kanjilo Kabupaten Gowa.
Senada dengan itu, Yusbar, pengurus Karang Taruna Desa Mattirowalie, Kabupaten Wajo mengatakan “Ini bisa menjadi edukasi parenting Pencegahan dan Penanganan terkait dengan OCSEA dan sangat membantu juga untuk memahami kesehatan mental remaja yang bisa disampaikan dengan mudah pada kegiatan-kegiatan di desa kami seperti kegiatan karang taruna dan pertemuan masyarakat”.
Tugas menjaga anak-anak bukan hanya orangtua pada anaknya, namun kita semua bertanggung jawab untuk menjaga dan mencegah kekerasan pada anak terhadap semua anak-anak yang ada dalam lingkungan kita.