“Potensi sumber daya yang ada di desa, selama ini belum dikelola secara baik, kesalahan dalam perencanaan akan berindikasi pada hasil yang tidak maksimal. Perencanaan menjadi satu landasan bagi kita mencapai target yang ingin dicapai. Yang paling dekat pada tingkat desa, yang bisa mengawal adalah teman-teman di kecamatan. Diharapkan dalam berbagai proses perencanaan ke depan, baik program BangKIT ini masih ada dan sudah selesai, dapat berjalan perencanaannya dengan baik seperti yang sudah dipelajari bersama.” Ungkap drh. Oktavianus Dapadeda, M.Si., Kepala Bapperida Kabupaten Sumba Barat Daya.
Pernyataan ini disampaikan oleh Bapak Oktavianus dalam sambutannya ketika membuka kegiatan Pelatihan Fasilitator Kecamatan tentang Fasilitasi Pengembangan Perencanaan Penghidupan Berkelanjutan Desa di Kabupaten Sumba Barat Daya, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kegiatan ini difasilitasi oleh Program Pengembangan Penghidupan Masyarakat Yang Inklusif di Pedesaan Kawasan Indonesia Timur (BangKIT) melalui Yayasan BaKTI. Program BangKIT adalah program yang bertujuan untuk meningkatkan akses peluang penghidupan bagi masyarakat yang rentan terhadap kemiskinan dan kerawanan pangan di desa sasaran Provinsi Maluku dan Nusa Tenggara Timur, melalui pengembangan perencanaan penghidupan yang inklusif dan berbasis masyarakat, digabungkan dengan penguatan kerja sama di tingkat lokal untuk mendukung inisiatif penghidupan yang dimotori oleh masyarakat.
Perencanaan penghidupan berkelanjutan
Lima puluh satu persen dari dari 13.232 desa tertinggal di Indonesia berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Masyarakat di wilayah timur Indonesia ini umumnya lebih terpencil dan kurang memiliki peluang untuk memperoleh penghasilan alternatif. Mereka lebih bergantung pada mata pencaharian berbasis sumber daya alam dan lebih rentan terhadap guncangan iklim. Sementara itu, mereka umumnya memiliki adaptasi yang lemah terhadap guncangan penghidupan yang disebabkan oleh iklim.
Salah satu wilayah di kawasan timur Indonesia ini adalah Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD), Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kabupaten SBD merupakan wilayah dengan potensi pertanian dan perikanan, sumber penghidupan yang sangat bergantung pada kondisi alam.
Penghidupan sendiri dapat dimaknai sebagai segala hal yang kita lakukan untuk bertahan hidup atau meningkatkan kualitas hidup kita dan keluarga, dengan mengelola aset yang dimiliki atau aset yang bisa diakses. Merencanakan Peningkatan Penghidupan di desa sendiri berarti merencanakan pengelolaan berbagai aset yang tersedia/bisa diakses masyarakat desa bagi kehidupan dan kesejahteraan yang berkelanjutan. Dengan demikian, upaya meningkatkan penghidupan masyarakat mesti dimulai dari perencanaan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Perencanaan penghidupan berkelanjutan ini hendaknya menjadi bagian dari proses perencanaan pembangunan desa. Pada satu sisi pemerintah desa menjadi penanggung-jawab dalam menyiapkan dokumen perencanaan pembangunan desa, namun masyarakat yang menjadi penerima manfaat dari pelaksanaan pembangunan penting untuk dilibatkan agar bisa mengidentifikasi permasalahan dan kebutuhan secara akurat.
Dalam konteks perencanaan pembangunan desa, pendekatan penghidupan berkelanjutan di Indonesia telah diintegrasikan dengan menyederhanakan sesuai dengan sistem perencanaan pembangunan desa. Perencanaan pembangunan desa menargetkan prioritas pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 59 tahun 2017 tentang pelaksanaan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan yang disesuaikan dengan keadaan objektif dan kewenangan desa. Salah satu tahapan dalam perencanaan pembangunan desa yaitu Pengkajian Keadaan Desa (PKD) untuk memasukkan kondisi objektif desa sebagai masukan utama ke dalam perencanaan meliputi kegiatan penyelarasan data desa (pengumpulan data desa dan perbandingan kondisi saat ini) serta penggalian gagasan masyarakat. Pada tahap ini pendekatan penghidupan berkelanjutan diterapkan sebagai kerangka alat analisis untuk memperkuat proses pengumpulan data yang dilakukan secara partisipatif.
Pendekatan peningkatan penghidupan berkelanjutan dilakukan secara terintegrasi dengan sistem perencanaan pembangunan yang ada di desa, kecamatan dan kabupaten, dan dengan mengoptimalkan fungsi-fungsi yang tersedia pada sistem dukungan pemerintah daerah. Hal tersebut dimaksudkan untuk memastikan keberlanjutan upaya-upaya ini, dengan meminimalisir ketergantungan atas sumber daya, dari luar sistem yang tersedia. Keberadaan staf program BangKIT dan dukungan awal melalui kegiatan program lebih pada upaya membangun model yang bertumpu pada sumber daya lokal yang tersedia untuk operasional jangka-panjang-nya. Komitmen dari pemerintah kabupaten target akan menjadi kunci dari manfaat jangka panjang program ini.
Namun selama ini, kecamatan tidak dilibatkan dalam proses perencanaan desa. Padahal kecamatan adalah pihak yang sebenarnya paling dekat dengan desa. Hal ini juga berdasarkan mandat dari Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2018 tentang Kecamatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-undang Desa yang mengamanatkan kecamatan mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat desa dan memfasilitasi penyusunan perencanaan desa secara partisipatif. Dengan demikian, kecamatan pada dasarnya memiliki tugas dan fungsi untuk mendampingi desa dalam proses perencanaan desa.
Melibatkan kecamatan dalam perencanaan pembangunan desa
Untuk menyiapkan kecamatan mengambil peran dan fungsi koordinasi kegiatan pemberdayaan masyarakat desa dan fasilitasi penyusunan perencanaan desa secara partisipatif, maka pada 5-7 September 2024, Program BangKIT – Yayasan BaKTI memfasilitasi kegiatan Pelatihan Fasilitasi Pengembangan Perencanaan Penghidupan Berkelanjutan Desa bagi Fasilitator Kecamatan di Kabupaten Sumba Barat Daya. Kegiatan ini diikuti oleh 20 orang peserta yang merupakan perwakilan dari sepuluh kecamatan yang menjadi wilayah sasaran Program BangKIT di Kabupaten Sumba Barat Daya.
Kegiatan yang berlangsung di Hotel Anggrek, Kota Tambolaka, Kabupaten Sumba Barat Daya ini bertujuan untuk membangun kapasitas staf kecamatan sebagai fasilitator dalam proses fasilitasi pengembangan perencanaan penghidupan berkelanjutan di desa sesuai dengan panduan fasilitasi perencanaan pengembangan penghidupan berkelanjutan yang telah dikembangkan dalam program BangKIT.
Pada kegiatan ini para peserta belajar mengenai perencanaan partisipatif, juga melakukan praktek fasilitasi proses perencanaan. Jika selama masa program ini, program BangKIT memfasilitasi perencanaan penghidupan desa, maka diharapkan kedepannya staf kecamatan dapat mengambil alih peran-peran memfasilitasi perencanaan penghidupan desa yang selama masa program dilakukan oleh staf program.
Dalam implementasi program BangKIT, selain pelibatan tenaga fasilitator program yang direkrut dari luar serta dukungan fasilitator kabupaten yang berasal dari berbagai OPD teknis yang tergabung dalam kelompok kerja di tingkat kabupaten, Program BangKIT juga melibatkan pemerintah di tingkat kecamatan yang memiliki potensi dan teridentifikasi sebagai kader pemberdaya di wilayah masing-masing. Pelibatan pemerintah di tingkat kecamatan melalui kader kecamatan yang terpilih akan memastikan keberlanjutan dan proses pengalihan atau transfer pengetahuan serta keterampilan guna melanjutkan praktik baik yang teridentifikasi dari pelaksanaan program BangKIT pada tingkat desa.
Berdasarkan hal tersebut, maka kader kecamatan yang telah diidentifikasi dan terpilih tersebut diberikan pembekalan untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan teknis dan penguasaan metode atau mekanisme fasilitasi proses Pengembangan Perencanaan Penghidupan Berkelanjutan yang inklusif dan berbasis masyarakat. Kegiatan pelatihan ini untuk menyiapkan para fasilitator kecamatan memfasilitasi perencanaan penghidupan secara partisipatif di desa mereka.
“Selama ini kecamatan tidak terlibat dalam proses perencanaan desa. Biasanya kami hanya datang saat Musrembang Desa untuk mendengarkan hasil dari Musyawarah Desa. Lalu nanti kita baru akan bertemu lagi dengan desa pada Musrenbang tingkat kecamatan di mana program desa akan disepakati untuk kemudian di bawa ke Musrenbang tingkat kabupaten. Jadi dalam proses penyusunan rencana desa itu sendiri, kami di kecamatan tidak terlibat.” Ungkap Marta Bili, Salah satu peserta dari Kecamatan Kodi Utara.
Sejalan dengan Marta, Yuliana Jeluhur dari Kecamatan Wewewa Barat juga mengaku terjadinya praktik serupa di kecamatannya. “Ini pertama kalinya kami belajar bagaimana memfasilitasi perencanaan desa. Selama ini, kami hanya ikut hadir saat Musrenbang tingkat desa, jadi program desanya sudah dibuat. Keikutsertaan kami dalam proses perencanaan sebagaimana yang dipelajari dari Program BangKIT ini saya kira akan jadi satu hal baru yang menyadarkan kami bahwa kecamatan juga punya peran dan tanggung jawab dalam memastikan perencanaan desa di wilayah kita ini sudah melibatkan semua elemen masyarakat dan benar-benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat.” Paparnya.
Desa merupakan ujung tombak pembangunan. kualitas perencanaan di tingkat desa akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pembangunan secara keseluruhan. Maka dari itu, optimalisasi fungsi-fungsi yang tersedia pada sistem dukungan pemerintah daerah, termasuk kecamatan sebagai pihak terdekat dari desa, diperlukan dalam mendukung desa merencanakan peningkatan kualitas penghidupan masyarakat.