Pemahaman mengenai program adalah modal awal yang diperlukan bagi setiap anggota tim untuk menyusun rencana kegiatan yang akan dilakukan berdasarkan fungsi dan perannya masing-masing. Inilah yang menjadi dasar dilaksanakan-nya Rapat Koordinasi (Rakor) untuk Induksi Tim Program KOMPAK- LANDASAN II yang berlangsung selama 6 hari di Hotel SwissBell Jayapura, Papua, tanggal 17-22 Juni 2019.
Rakor untuk Induksi ini diikuti oleh seluruh anggota Tim LANDASAN termasuk koordinator provinsi Papua dan Papua Barat, koordinator kabupaten dan distrik serta seluruh spesialis yang membawahi beberapa bidang intervensi LANDASAN II. Materi-materi yang dibawakan selama induksi diharapkan dapat memperluas pengetahuan dan membantu anggota tim agar lebih memahami tujuan dari program. Dengan demikian, setiap anggota tim memiliki persepsi yang sama tentang capaian yang akan diperoleh oleh program.
Program LANDASAN II dikelola oleh KOMPAK dan diimplementasikan oleh Yayasan BaKTI ini bertujuan untuk meningkatkan akses terhadap layanan dasar yang berkualitas bagi masyarakat. Program ini berjalan di 9 Kabupaten di Provinsi Papua dan Papua Barat yaitu Kabupaten Asmat, Jayapura, Boven Digoel, Nabire, Lanny Jaya, Manokwari Selatan, Sorong, Fakfak dan Kaimana.
Selama enam hari, peserta diberi pemahaman mengenai gambaran umum program termasuk capaian program pada fase sebelumnya. Program ini dimulai sejak tahun 2017 dan terbagi dalam tiga tahapan. Tahapan pertama dimulai pada awal tahun 2017 dan berakhir di tahun 2018. Pada awal tahun 2019, program ini memasuki tahap transisi hingga bulan Mei 2019. Pada bulan Juli 2019 tahap ketiga dimulai dengan perekrutan beberapa anggota tim baru yang diharapkan dapat mendukung kelancaran pelaksanaan program ini.
Disamping pemahaman umum mengenai Program LANDASAN II, peserta juga diberikan pengetahuan baru mengenai sistem PASH yang bermanfaat untuk menguatkan sistem pencatatan Adminduk dan bagaimana mengimplementasikan gender dan inklusi sosial dalam program LANDASAN II.
PASH
Penguatan Adminduk dan Statistik Hayati yang disingkat PASH atau yang secara internasional dikenal dengan Civil Registration & Vital Statistic (CRVS) merupakan hal yang perlu segera dilakukan di Papua dan Papua Barat untuk mendukung perencanaan pembangunan yang lengkap dan akurat berdasarkan bukti.
Menurut data dari Susenas, saat ini posisi Adminduk Papua dan Papua Barat menempati posisi terbawah secara nasional, sehingga acuan data kependudukan untuk perencanaan layanan dasar belum bisa dilakukan secara akurat. Hingga tahun 2017, hanya 45% anak di Papua dan 71,3% anak di Papua Barat yang memiliki akta kelahiran. Angka ini cukup jauh dari ambang batas minimal yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu 85%. Artinya, sekitar 655 ribu anak di Papua dan 95 ribu anak di Papua Barat tidak memiliki identitas hukum dan menghilang dari peta statistik. Jumlah kepemilikan NIK relatif lebih baik dibandingkan akta kelahiran. Berdasarkan angka di Susenas, kurang lebih 68% penduduk Papua dan hampir 90% warga Papua Barat telah memiliki NIK.
Kepemilikan dokumen ini sangat penting karena akan berpengaruh terhadap kesempatan masyarakat untuk mendapatkan hak-haknya sebagai warga negara seperti kesempatan melanjutkan pendidikan, meningkatkan pemanfaatan layanan kesehatan, membuka akses pada sumber-sumber peghidupan ekonomi dan kepastian perlindungan hukum.
Bagi Program LANDASAN II yang bertujuan untuk peningkatan layanan dasar, PASH adalah pintu masuk untuk memperbaiki tata kelola layanan di Papua dan Papua Barat. PASH berisi data-data mengenai kelahiran, perkawinan, kematian dan penyebab kematian, perpindahan penduduk, perceraian, dan perubahan status. Sistem ini dibuat secara inklusif dan akuntabel sehingga dapat melayani semua lapisan masyarakat dan mudah diakses. Oleh karena itu, setiap anggota tim LANDASAN II perlu memiliki persepsi yang sama tentang pentingnya data kependudukan.
Materi PASH dibawakan oleh PUSKAPA, salah satu mitra Program KOMPAK yang telah banyak bekerja dalam penguatan sistem Adminduk di beberapa daerah intervensi Program KOMPAK termasuk Papua dan Papua Barat. Diwakili oleh M. Jaedi dan Rama Adiputra, PUSKAPA memberikan banyak informasi mengenai PASH termasuk model-model yang digunakan untuk pengumpulan data PASH serta kondisi Adminduk di Papua dan Papua Barat.
Dalam pemaparannya, Pak Jaedy menerangkan bahwa seluruh dokumen-dokumen yang membentuk PASH ini saling mendukung satu sama lain. Ketiadaan satu dokumen dapat menghambat pembuatan dokumen lainnya. Dokumen tersebut juga tidak akan berakhir di selembar kertas saja, namun akan menjadi dasar perencanaan layanan dasar yang menghasilkan statistik hayati yang akurat dan lengkap sehingga menjadi bagian penting dalam mengurangi kemiskinan di Papua dan Papua Barat
Di akhir materi, setiap peserta diminta untuk membuat model perencanaan PASH di masing-masing kabupaten. Mereka juga diminta untuk memaparkan strategi apa yang dapat dilakukan di daerahnya untuk melakukan pengumpulang dokumen-dokumen kependudukan beserta peluang dan tantangan yang akan mereka hadapi saat pendokumentasian.
Berdasarkan hasil diskusi tersebut terlihat bahwa tantangan paling besar yang dialami oleh hampir semua kabupaten adalah kurangnya pemahaman pemerintah akan pentingnya dokumen kependudukan. Kondisi geografis beberapa kabupaten juga menjadi penghambat. Misalnya beberapa kampung di Kabupaten Lanny Jaya yang hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki dan kampung-kampung di Kaimana yang sebagian besar harus dijangkau dengan perahu. Tantangan geografis ini menyulitkan pendokumentasian data-data kependudukan tersebut.
Sedangkan peluang terbesar yang dimiliki oleh Program LANDASAN II saat ini adalah adanya SAIK (Sistem Administrasi dan Informasi Kampung) yang telah berjalan di beberapa kampung dan SAID (Sistem Adminitrasi dan Informasi Distrik) yang telah dibangun di salah satu distrik di Kabupaten Manokwari Selatan, Momiwaren.
Terlepas dari seluruh peluang dan tantangan tersebut, seluruh Koordinator Kabupaten sependapat bahwa stakeholder yang akan paling banyak membantu mereka dalam pendokumentasian ini adalah Dukcapil (Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil). Selain itu, kerjasama dengan sekolah untuk mengumpulkan anak-anak yang belum memiliki akta kelahiran sehingga bisa dibuatkan secara kolektif serta kerjasama dengan Puskesmas untuk mendata setiap bayi yang lahir. Sehingga pendekatan terhadap stakeholder seperti Dukcapil, Kepala Sekolah, Kepala Puskesmas dan Kepala Kampung akan adalah hal pertama yang akan dilakukan.
Gender dan Inklusi Sosial
Gender dan Inklusi Sosial atau yang sering disebut dengan GESI juga merupakan hal penting dalam peningkatan layanan dasar. Hal ini sesuai dengan tujuan Program LANDASAN II untuk dapat meningkatkan keterwakilan perempuan dan penyandang disabilitas sehingga dapat mengatasi ketidaksetaraan.
Materi terkait GESI yang diampu oleh Ratna Fitriani, Gender dan Inclusion Manager Program KOMPAK, telah membuka wawasan para peserta mengenai pentingnya kesetaraan gender dan inklusifitas dalam mendukung fokus program LANDASAN II terutama terkait dengan hambatan dan dan kondisi yang dihadapi oleh perempuan miskin, penyandang disabilitas dan kelompok-kelompok lain yang termarjinalkan.
Pada prinsipnya, GESI bertujuan untuk menghargai keanekaragaman yang dipertimbangkan dalam desain implementasi dan pemantauan setiap kegiatan dalam Program LANDASAN. Hal ini diharapkan dapat menghapus hambatan-hambatan yang dialami oleh perempuan, penyandang disabilitas dan kelompok marjinal lainnya dalam berkontribusi dan berpartisipasi serta mendapatkan manfaat langsung dari program.
Lalu bagaimana implementasi GESI dalam Program LANDASAN II?. Dalam pemaparannya, Ratna mengusulkan untuk menggunakan twin approach dengan metode intervensi khusus dan pengarusutamaan. Dalam intervensi khusus, akan diterapkan kuota 50% bagi kader terpilih adalah perempuan dan pembuatan sekolah bagi kader kampung untuk melakukan kaderisasi kepemimpinan.
Pada intervensi pengarusutamaan, hal yang perlu dilakukan oleh Program LANDASAN II adalah memastikan kepentingan perempuan, anak dan masyarakat rentan menjadi bagian dari proses perencanaan peningkatan layanan kampung dan unit-unit layanan yang dapat diukur melalui rencana kampung, rencana Puskesmas, rencana sekolah dan komite sekolah. Selain itu, mendorong keterlibatan perempuan dalam proses-proses pembuatan perubahan melalui keterlibatan perwakilan perempuan dalam tim kabupaten, tim distrik, tim perencanaan kampung dan kader kampung.
Selanjutnya, seluruh figur-figur perempuan yang terlibat dan berkontribusi akan didokumentasikan melalui artikel-artikel tentang LANDASAN pada media-media publikasi cetak maupun online sebagai role model bagi perempuan kampung.