Gerimis pagi itu belum berhenti ketika rombongan kami tiba di gerbang sebuah rumah. Halaman rumah itu berupa bentangan lantai kayu, penuh jajaran tanaman dalam pot. Di pekarangan dalam, ada beberapa pohon yang dibiarkan tumbuh menyembul dari celah lantai kayu. Di teras depan, diletakkan ukiran kayu khas Asmat.
Setelah menunggu beberapa waktu di teras depan, kami dipersilakan masuk. Jam 07.00 waktu Agats ketika kami beranjak ke dalam rumah melalui pekarangan dalam.
“Saya Elisa Kambu, Bupati Asmat.”
Kami semua, tim peliputan dokumentasi praktik baik KOMPAK-BaKTI untuk BANGGA Papua, tertawa. Kebekuan retak. Beliau hanya tersenyum lebar. Percakapan pun mengalir. Penjelasan bermuatan gagasan tindak lanjut, yang merespon pertanyaan-pertanyaan terkait implementasi Program BANGGA Papua di Kabupaten Asmat, mengisi wawancara di pagi yang lembab itu.
BANGGA Papua Sebagai Investasi Masa Depan Papua
Tidak ada bantahan terhadap kekayaan sumber daya alam Papua. Tantangannya adalah, bagaimana pengelolaan kekayaan ini dapat dilakukan dengan baik oleh orang asli Papua.
“Orang Papua ini belum semua punya kemampuan untuk membiayai diri sendiri. Mereka memang punya tanah, punya hutan yang luas, punya sumber daya alam yang cukup, tetapi kemampuan untuk mengelola itu menjadi uang, menjadi nilai ekonomi, itu belum. Itu sebabnya perlu intervensi,” Elisa Kambu membuka percakapan.
Menurut Elisa, BANGGA Papua adalah salah satu intervensi itu.
“Ini intervensi untuk memberikan kepastian bagi generasi muda Papua. BANGGA Papua adalah salah satu program jaminan sosial untuk rakyat Papua. Bapak Gubernur, Bapak Lukas Enembe telah mencanangkan satu investasi untuk masa depan Papua.”
BANGGA Papua menyediakan dana untuk anak-anak asli Papua sebesar 200 ribu rupiah per bulan per anak. Dana ini dikhususkan kepada ibu/wali dengan tujuan membantu menjamin ketersediaan makanan yang sehat dan bergizi bagi anak-anak, sehingga mereka dapat tumbuh sehat.
“Kalau penerima manfaat ini bisa menggunakan (dana) yang diberikan secara baik, ini luar biasa. Tugas kita sekarang adalah bagaimana mendampingi mereka agar dapat dimanfaatkan secara baik untuk investasi orang Papua ke depan,” jelas Elisa.
Elisa Kambu menggarisbawahi tentang pentingnya kualitas sumber daya manusia Papua.
“Untuk membangun Papua ke depan, ini tidak ada pilihan lain. Investasinya adalah manusia. Manusia ini harus kita siapkan dari janin,” tegasnya. Menurutnya, anak akan bisa tumbuh baik bila menerima asupan gizi yang cukup.
“Saya pribadi dan sebagai masyarakat Papua saya sambut Program BANGGA Papua ini dengan baik. Terima kasih kepada Pak Gubernur,” katanya.
BANGGA Papua Bergandengan dengan Program SHPK Asmat
Di Asmat, BANGGA Papua tidak sendirian. Program Seribu Hari Pertama Kehidupan (SHPK) dari Pemerintah Kabupaten Asmat, bersinergi erat dengan BANGGA Papua. Program SHPK ini menegaskan keseriusan Bupati Elisa tentang kesehatan anak. Sejak beliau dan wakilnya terpilih di tahun 2016, beliau langsung menggagas pelaksanaan Program SHPK ini.
“Kita wajibkan. Kita sediakan biaya kepada ibu hamil dan anak-anak sampai dengan usia dua tahun. Ini salah satu intervensi kita untuk memastikan bahwa anak-anak yang lahir di sini, bisa mendapatkan asupan gizi yang cukup,” tekadnya.
Program SHPK ini mendorong ibu-ibu datang ke Puskesmas terdekat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Program ini sudah terbukti membantu mengurangi jumlah kematian ibu dan anak ketika melahirkan di Asmat.
“Hadirnya program BANGGA Papua sangat membantu kita di sini,” kata Elisa. BANGGA Papua memperkokoh upaya SHPK Asmat.
Jika ketersediaan makanan sehat Program SHPK disediakan pemerintah untuk ibu hamil dan anak berusia hingga dua tahun, maka BANGGA Papua pada dasarnya melatih kemandirian ibu untuk secara berkelanjutan menyediakan makanan yang cukup, sehat dan bergizi bagi anaknya.
Sekretariat bersama (sekber) di bawah koordinasi Bupati Elisa, merangkai pelayanan kesehatan untuk ibu dan anak dengan kegiatan pencairan dana BANGGA Papua.
“Dulu sebelum ada BANGGA Papua, imunisasi kita selalu ada di bawah. Sekarang sudah cukup menjanjikan. Ada juga sosialisasi untuk hidup sehat, bagaimana memberikan asupan gizi yang cukup,” Elisa menjelaskan.
Dukungan penuh Bupati Elisa ditunjukkan dengan aktif terjun ke lapangan, memonitor langsung pelaksanaan program BANGGA Papua.
“Saya secara pribadi selalu terlibat dalam sosialisasi maupun pencairan dana. Tugas saya adalah meyakinkan rakyat bahwa ini adalah kesempatan dari Tuhan untuk mempersiapkan diri secara baik,” ujarnya.
Dana Otsus untuk Menjamin Lebih Banyak Orang Asli Papua
Pembelajaran dari dua tahun implementasi BANGGA Papua sebagai program inovasi Pemerintah Provinsi Papua melalui pembiayaan Dana Otonomi Khusus, memberi inspirasi optimis tentang bagaimana program ini dapat diperluas untuk menjamin dan mendukung kehidupan lebih banyak kelompok rentan di Papua.
“Kalau saya pribadi, kalau punya uang yang cukup, ini harus diperluas. Kita bisa biayai anak yang punya prestasi di sekolah. Kita beri perhatian khusus,” jelas Bupati Elisa. Karenanya ia berharap, Program BANGGA Papua terus berlanjut. “Tidak boleh putus. Kita punya semangat yang sama. Hanya keterbatasan pembiayaan.”
Bagaimana Program BANGGA Papua dapat digunakan sebagai pranata pemanfaatan Dana Otsus untuk menjangkau lebih banyak orang asli Papua secara individu, dan sebagai keluarga?
Selain pendidikan anak, ada kelompok lain yang ingin disasar oleh Bupati Elisa, yaitu masyarakat yang telah melewati usia produktif.
“Mereka yang tidak mampu lagi. Usia di atas 60 kah. Atau sudah pensiun kah. Kalau kita di Papua mungkin 58 atau 60 ke atas, sudah tidak bisa apa-apa. Bisa diberi jaminan juga. Kita intervensi juga,” katanya.
Ia menambahkan, ada masyarakat yang sudah pensiun padahal anak-anaknya belum menyelesaikan pendidikan mereka. Jadi mereka membutuhkan dana untuk pendidikan anaknya.
Bupati Elisa berharap, penggunaan Dana Otsus tetap difokuskan pada peningkatan kualitas SDM.
“Ada tiga hal yang melekat di SDM ini: pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi,” tegasnya.
Menurutnya, kalau mau orang Papua menjadi lebih hebat, maka sekolah atau pendidikan adalah solusi yang paling utama. Agar bisa sekolah, masyarakatnya juga harus sehat.
“Untuk menuju itu ya manusia Papua harus sehat. Sehat tidak turun dari langit. Itu dari apa yang dia makan,” jelasnya lagi.
Pembelajaran dari BANGGA Papua
BANGGA Papua menjadi pembelajaran bagi Asmat. Dalam kesamaan-kesamaan kondisi dan tantangan, dapat menjadi pembelajaran bagi Papua juga.
Pembelajaran terbaik dari proses implementasi BANGGA Papua bagi Asmat ini ada beberapa.
Pertama, perubahan cara pikir. Tentu sulit melihat perubahan cara pikir di tingkat masyarakat. Tetapi di kalangan aparatur sipil negara dan lintas kedinasan, hal ini dapat ditandai. Telah terjadi perubahan cara pikir dalam mengelola pemerintahan.
Lintas sektor kedinasan bersedia untuk melakukan sosialisasi. Juga mengkoordinasikan kerja-kerja program lewat model sekretariat bersama (sekber). Termasuk juga mempermudah prosedur pembuatan dokumen kependudukan yang dibutuhkan masyarakat, untuk menjadi penerima manfaat BANGGA Papua.
Ada juga kemudahan-kemudahan yang bergerak mulai dari tingkat kampung hingga kecamatan. Contohnya, surat keterangan untuk pengurusan akta kelahiran, bukan hanya dikeluarkan oleh kampung, kecamatan dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil). Puskesmas pun turut membantu memberikan surat itu sehingga orangtua bisa mengurus akta lahir anak di Disdukcapil.
Kedua, BANGGA Papua menjadi secercah harapan bagi perempuan Asmat untuk berdaya. BANGGA Papua sedang mendudukkan perempuan (baca: ibu), pada posisi kelayakan yang baru. Dalam masyarakat Asmat yang patriarki, ketika BANGGA Papua mensyaratkan bahwa dana diberikan kepada anak melalui ibu, maka syarat itu menegaskan makna bahwa ibu dan tanggung jawab pengasuhan anak adalah peran penting yang bahkan diakui oleh pemerintah. Selama ini, budaya melumrahkan peran pengasuhan ibu atas anaknya.
Di dalam penegasan itu, perempuan sebagai ibu bukan sekadar bertanggung jawab, tetapi juga memiliki “kuasa” dan ruang gerak ekonomi dalam membentuk masa depan anaknya. Dalam posisi kelayakan baru itu, perempuan Asmat sekarang memiliki akses kepada perbankan.
Apa pengaruhnya? Di masyarakat Asmat, perempuan adalah motor ekonomi keluarga. Mereka ke hutan, ke sungai atau muara dan laut, untuk kemudian menjual hasil kerja itu di pasar-pasar. Ada kegiatan ekonomi dalam skala kecil yang bergulir. Perempuan sebagai pelaku ekonomi dapat menjual ikan, udang dan mendapatkan sejumlah uang 500 ribu atau 1 juta rupiah misalnya. Mereka menyimpan uang. Tapi menyimpan uang di rumah banyak risikonya.
Bank menjadi jalan keluar dari kerawanan menyimpan uang secara konvensional. Ketika BANGGA Papua mensyaratkan kepemilikan rekening bank untuk ibu/wali penerima manfaat, maka yang terjadi adalah BANGGA Papua sedang melatih perempuan-perempuan Papua untuk mandiri dalam mengelola keuangan keluarganya. Persyaratan kepemilikan rekening bank adalah juga jalan ibu untuk menabung bagi masa depan anaknya.
Bupati Elisa pun menggarisbawahi, “Pembentukan SDM itu mulainya dari rumah dan peran di rumah lebih banyak ibu. Ibulah yang tahu betul kebutuhan-kebutuhan anak. Pintu masuk kita harus mulai dari perempuan. Saya lihat ini sudah luar biasa,” sambung Elisa, merujuk pada Program BANGGA Papua.
Pembelajaran ketiga adalah, BANGGA Papua memperlihatkan apa yang harus dikerjakan untuk mencapai cita-cita bersama, yaitu pembangunan Generasi Emas Papua untuk 20 tahun ke depan. Ketika Indonesia bicara tentang bonus demografi dan generasi emas tahun 2045 nanti, Papua, Asmat khususnya, bisa ikut berkontribusi ke dalamnya.
Di luar, gerimis masih bertahan. Tapi hangat sekali hati mendengar penegasan tentang makna BANGGA Papua bagi Asmat, dari lelaki bernama Elisa Kambu, Bupati Asmat.