Belajar Dari Proses Kajian Kolaboratif Rantai Nilai Sutra
  • Foto: Anggota Tim Pelaksana Kajian Rantai Nilai Sulawesi Selatan
    Foto: Anggota Tim Pelaksana Kajian Rantai Nilai Sulawesi Selatan

Pada Juli 2020 hingga Januari 2021, sekelompok peneliti mengerjakan kajian tentang rantai nilai (value chain) komoditas sutra Sulawesi Selatan. Tim peneliti ini menjalankan satu bagian dari program rintisan penyusunan kebijakan berdasarkan pengetahuan atau Knowledge to Policy Pilot (K2P), kerjasama antara Knowledge Sector Initiative (KSI), Bappelitbangda Provinsi Sulawesi Selatan, Yayasan BaKTI, dan SRP Payo-Payo. 

Selain berupaya membangun proses perumusan kebijakan yang bersandar pada hasil kajian, K2P juga ingin mendorong keterlibatan banyak pihak dalam proses tersebut. Karena itulah, kajian ini melibatkan peneliti dari organisasi pemerintah daerah (Bappelitbangda Provinsi Sulawesi Selatan), organisasi non pemerintah (Yayasan BaKTI dan SRP Payo-Payo), dan para akademisi dari Universitas Hasanuddin, Makassar.

Pengkajian ini kemudian berhasil membangun rancangan studi yang mengintegrasikan sejumlah kerangka analitis dari beragam perspektif berbeda, dan menyajikan laporan hasil kajian kepada pihak-pihak yang berpotensi membawanya ke proses-proses perumusan kebijakan. Bagaimana semua capaian itu dapat diperoleh?

Tulisan ini menyajikan secara berurutan proses-proses utama dalam pelaksanaan uji coba program penyusunan kebijakan berbasis kajian, sejak rangkaian kegiatan agenda setting, pelaksanaan kajian, sampai kerja-kerja advokasi berupa penyajian hasil kajian kepada pihak-pihak terkait dalam upaya mendorong penggunaan rekomendasi kajian menjadi kebijakan. Tulisan ini juga menyajikan sejumlah pembelajaran yang diperoleh dari rangkaian kerja tersebut. Walaupun belum memuat seluruh elemen yang perlu diketahui dalam kajian kolaboratif semacam ini, setidaknya tulisan ini menyajikan aspek dan isu yang paling penting menurut pandangan berbagai pihak khususnya para anggota Tim Pelaksana Kajian (TPK).
 
Agenda setting: memilih tema kajian dan membangun komitmen
Membangun komitmen pemerintah lokal, itulah langkah dan syarat pertama dalam menjalankan uji coba perumusan kebijakan berbasis pengetahuan. Untuk itu, berbagai pihak yang terlibat perlu melewati proses dialog dan negosiasi melalui proses agenda setting yang berlangsung lewat lima kali pertemuan antara pihak-pihak terkait. Dari rangkaian inilah pihak-pihak yang terlibat memutuskan untuk mengkaji dua komoditas: sutra dan talas satoimo, dan menjadikan sutra sebagai prioritas untuk dikaji pada tahun pertama.

1

Seleksi tema kajian butuh pembentukan kriteria seleksi, dan untuk itu para peserta senantiasa menimbang relevansi isu tersebut dalam beberapa aspek. Pertama, relevansinya bagi masyarakat, yaitu keberadaan sejumlah persoalan nyata dalam tema yang akan dikaji. Kedua, kesesuaian dengan kebutuhan kebijakan, dalam arti pemerintah butuh satu kajian komprehensif untuk menjawab persoalan tersebut yang akan dirumuskan dalam suatu kebijakan, namun kajian semacam itu belum tersedia. Ketiga, kesesuaian dengan prioritas perencanaan pembangunan provinsi, dalam kasus ini tema kajian yang dipilih sesuai dengan isu prioritas dalam RPJMD pemerintah provinsi berjalan. Terakhir, keempat, metode pelaksanaan dan tema kajian sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku.

Pada pertemuan akhir dari rangkaian ini pula seluruh pihak sepakat untuk menjalankan kajian secara kolaboratif. Kerja kolaboratif K2P ini disambut baik oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan Bappelitbangda Sulawesi Selatan yang memang sedang mencari jalan untuk melibatkan lebih banyak pihak dalam pelaksanaan kajian untuk perumusan kebijakan. Selain sebagai ajang pengembangan kapasitas para staf, Bappelitbangda juga membayangkan kerja kolaboratif semacam ini bisa menghimpun perspektif lebih luas. Lebih beragamnya disiplin ilmu dan pihak yang terlibat akan menghasilkan kajian yang lebih bermutu dan komprehensif. 

Keanekaragaman pihak yang terlibat selama rangkaian pertemuan agenda setting juga merupakan unsur penting dalam membangun komitmen. Sejak pertemuan pertama organisasi pemerintahan daerah, akademisi, peneliti, pihak swasta dan ornop sudah terlibat aktif. Rangkaian pertemuan dan kesepakatan ini sangat penting untuk menciptakan rasa kepemilikan (sense of ownership) terhadap proses K2P, sesuatu yang penting dalam membangun komitmen seluruh pihak yang terlibat. Komitmen ini pada gilirannya akan memudahkan proses kerja pada tahap-tahap selanjutnya.

Sebuah kerja kolaboratif senantiasa butuh koordinasi intensif yang dalam kasus kajian ini berlangsung dalam rentang proses yang lumayan panjang–selama enam bulan. Kelambanan respons dari satu pihak saja akan menghambat kelancaran dan keberhasilan kerja kajian. Apabila itu berlangsung pada tahap awal maka mutu dan bahkan kelanjutan kajian akan terancam, terutama dalam konteks pandemi COVID-19 ketika pertemuan tatap muka sulit diadakan.
 
Membentuk Tim Pelaksana Kajian dan Tim Pengendali Mutu
Proses pelaksanaan kajian ini mengadopsi dua aspek mendasar dari Permendagri No 17 Tahun 2016 tentang Pedoman Penelitian dan Pengembangan di Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintahan Daerah. Pertama, mengadopsi istilah 'kajian’ untuk menyebut kerja kolaboratif ini. Permendagri No. 17/2006 menyebutkan ragam kegiatan kelitbangan, di antaranya ‘penelitian’ dan ‘pengkajian’. Penelitian didefinisikan sebagai upaya menguji hipotesis menggunakan kaidah akademis, sedangkan pengkajian merujuk pada penelitian terapan untuk memecahkan masalah. Eksperimen ini dengan sengaja memilih istilah pengkajian daripada penelitian, karena tujuan utamanya adalah membantu memecahkan masalah pengembangan komoditas sutra Sulawesi Selatan.

3

Kedua, kajian ini mengadopsi kelengkapan struktur tim yang terlibat dalam proses persiapan dan pelaksanaan kajian, yaitu: Tim Persiapan, Tim Pengawas, Tim Pelaksana Kajian (TPK), dan Tim Pengendali Mutu (TPM). Dalam kajian ini, Tim Persiapan terdiri dari Bidang Litbang Bappelitbangda Provinsi Sulawesi Selatan dan Yayasan BaKTI, sedangkan Tim Pengawas terdiri dari Bidang Litbang Bappelitbangda, Yayasan BaKTI, dan KSI. Sementara itu, TPK berisi sekelompok peneliti yang mengerjakan seluruh rangkaian kerja kajian, dan TPM beranggotakan sekelompok peneliti berpengalaman yang membaca dan memberi masukan-masukan kritis kepada TPK sejak dari rumusan desain sampai laporan hasil kajian.
Sebagai uji coba pelaksanaan kajian kolaboratif, TPK rantai nilai sutra Sulawesi Selatan berisi akademisi, pegiat organisasi non-pemerintah (ornop), dan staf Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) Provinsi Sulawesi Selatan. Sementara TPM berasal dari para akademisi dan pegiat ornop yang punya pengalaman panjang di bidang penelitian, advokasi, dan pengembangan masyarakat.
 
Akhirnya, pihak-pihak penggagas kajian juga mengambil kesepakatan penting dalam hal pelaksanaan kajian: menjadikan ornop lokal (dalam kasus ini SRP Payo-Payo) sebagai Organisasi Pelaksana Kajian (OPK). Sebagai eksperimen para pihak mencapai kesepakatan ini, menunjuk ornop lokal sebagai pengelola kajian, dengan alasan bahwa ornop lazimnya sudah terbiasa melakukan kerjasama dengan individu dan organisasi yang beraneka ragam. Karena itu, mereka cenderung lebih terbuka bekerja sama dalam tim (kajian) yang berisikan individu yang berbeda latar belakang.
 
Dalam proses perekrutan dua tim ini, beberapa aspek perlu diperhatikan. Pertama, keahlian dan pengalaman anggota tim. Bergantung pada subyek kajian, anggota TPK perlu menguasai aspek-aspek terpenting dari perspektif yang mereka bawa. Anggota tim tidak harus ahli dalam banyak bidang kajian tetapi cukup punya pengetahuan tentang tema yang akan diteliti dari perspektif yang mereka wakili. Dalam kajian rantai nilai komoditas sutra Sulawesi Selatan, misalnya, peneliti yang mewakili perspektif gender perlu menguasai beragam alat analisis dari kajian gender dan dapat menerapkannya kepada kelompok masyarakat yang menjadi sasaran penelitian.  

Kedua, keberagaman. Sebuah penelitian untuk kebijakan akan mendapat manfaat besar dengan memilih anggota TPK dan TPM yang berasal dari beraneka bidang ilmu pengetahuan. Setiap isu publik, yang melibatkan banyak orang di dunia nyata, selalu merupakan fenomena rumit yang sulit didalami secara memadai dari sudut pandang tertentu saja. Keanekaragaman disiplin ilmu anggota TPK memastikan sebanyak mungkin aspek yang melingkupi tema kajian akan diteliti. Sebagai gambaran, dalam penelitian rantai nilai sutra, anggota tim diisi oleh peneliti sutra, gender, pemberdayaan masyarakat, ekonomi, lingkungan, dan rantai nilai komoditas. 

Ketiga, keanekaragaman membutuhkan keterbukaan untuk menerima pandangan berbeda dari seluruh anggota TPK dan TPM. Khusus bagi TPK, terutama dalam tahap-tahap awal ketika anggota TPK baru mulai mengenali perspektif masing-masing, keterbukaan terhadap pandangan berbeda sangat dibutuhkan agar setiap peneliti bersedia mendengar dan menyerap aspek-aspek relevan bagi kajian yang disampaikan anggota tim lain. Keterbukaan semacam ini tentu bisa diketahui dari jejak rekam para anggota dalam hal bekerja bersama anggota tim peneliti yang berasal dari disiplin ilmu atau kelompok epistemik berbeda.

Keempat, setidaknya satu orang anggota TPK menguasai sebagian aspek dari tema spesifik yang akan dikaji. Dari pengalaman kajian rantai nilai sutra, keberadaan seorang anggota yang sudah lebih dua dekade meneliti sutra di Sulawesi Selatan sangat membantu kerja tim sejak penyusunan desain kajian sampai penulisan laporan akhir. Anggota tim semacam ini dapat mengingatkan tentang aspek-aspek tertentu dari tema yang mungkin luput diperhatikan dalam penyusunan desain kajian, semisal menceritakan aspek-aspek historis perkembangan sutra di Sulawesi Selatan untuk dipertimbangkan oleh anggota TPK lain. Anggota ahli seperti ini juga bisa memudahkan menemukan narasumber (yang sudah ia kenal pada penelitian sebelumnya), atau daerah spesifik yang dituju dalam penelitian lapangan (di mana ia sudah pernah meneliti, atau ia rencanakan untuk diteliti berbasis temuan-temuan sebelumnya). Anggota ahli juga bisa memastikan kebenaran penggunaan istilah-istilah spesifik dalam penulisan laporan. Ada banyak kerja yang tak perlu berulang dengan keberadaan anggota ahli.
Kelima, setidaknya satu anggota tim perlu menguasai teknik penulisan karya ilmiah dengan baik agar bisa merangkum hasil analisis dari peneliti berbeda.
 
Mengembangkan Desain dan Instrumen Penelitian
Berasal dari beraneka bidang dan disiplin ilmu, proses ini perlu melewati beberapa kali curah pendapat dan diskusi untuk merumuskan berbagai aspek dan konsep, serta kerangka metodologis yang akan digunakan dalam kajian. Rangkaian kerja ini dimulai dengan curah pendapat tentang aspek yang perlu diteliti, dalam hal ini aspek-aspek penting dari rantai nilai sutra. Pada tahap ini setiap anggota TPK mengusulkan kerangka analitis yang relevan bagi kajian, khususnya dari pendekatan yang setiap anggota kuasai. Misalnya, peneliti berbasis gender mengusulkan kerangka analisis gender, peneliti ekonomi mengusulkan kerangka analitis ekonomi dari unit-unit usaha di sepanjang rantai sutra.

Setelah itu, TPK mendiskusikan kerangka umum kajian dengan menimbang usulan masing-masing anggota tim, mengambil konsep dan kerangka pikir yang relevan dari setiap usulan. Kerja ini berjalan seperti menyusun puzzle, di mana setiap anggota tim membawa perspektif, konsep, kerangka teoretik masing-masing untuk menyusun satu kerangka kajian yang utuh– bukan membentuk desain-desain penelitian berbeda sebanyak jumlah anggota tim.

Menurut pengalaman TPK, proses ini perlu dihadapi dengan keterbukaan bagi cara berpikir yang berbeda. Proses ini perlu dilakukan dengan tidak menghindari perbedaan pendapat, malah setiap perbedaan perlu dibicarakan agar terjadi kesepahaman akan relevansi dan konsistensi alat analisis dari setiap anggota tim. Diskusi ini juga akan membuat anggota TPK memahami kerangka berpikir anggota tim, yang akan memudahkan komunikasi dalam tahapan-tahapan selanjutnya.

Setelah kerangka umum kajian disepakati, langkah selanjutnya tinggal merumuskan desain kajian secara tertulis dan membangun instrumen penelitian dari desain tersebut. Singkatnya, keluaran dari tahapan ini adalah desain kajian yang logis dan relatif lengkap secara perspektif, dan instrumen penelitian. Di titik ini ada satu pelajaran penting: keanekaragaman dan keluasan pengetahuan anggota TPK bisa menghemat waktu. Kajian ini tidak perlu melewati berbulan-bulan meninjau ulang kepustakaan untuk mengembangkan desain yang melihat tema kajian dari beraneka perspektif.  

Instrumen penelitian yang tersusun secara sistematis, jelas dan kontekstual akan memudahkan penelitian lapangan. Daftar pertanyaan, baik dalam bentuk angket survei maupun panduan wawancara mendalam, perlu dirumuskan dalam bahasa yang jelas untuk menghindari kemajemukan tafsiran sehingga menyulitkan anggota Tim mengajukan pertanyaan ketika di lapangan. 

Pertanyaan-pertanyaan itu juga perlu dibuat lebih akurat sesuai konteks lapangan. Di sini kajian literatur dan kehadiran anggota ahli yang menguasai aspek-aspek renik dalam tema kajian sangat membantu. Bayangkan bila Anda datang ke seorang petani yang memelihara ulat sutra dan menemukan bahwa ada sangat banyak aspek mendasar yang luput Anda tanyakan karena Anda datang dengan pertanyaan yang masih relatif umum. Spesifikasi pertanyaan juga membantu dalam proses wawancara. Misalnya, bila seorang peneliti mulai bertanya tentang kegiatan para penenun, dan ia akan sulit memahami jawaban informan karena memakai istilah-istilah lokal yang spesifik. Ini akan menyulitkan peneliti untuk melakukan probing dan menghasilkan kualitas wawancara yang berputar di permukaan isu yang dikaji.

Untuk mengantisipasi persoalan ini, perlu diadakan uji coba terhadap instrumen tersebut. TPK cukup berhasil menghindari persoalan ini dengan mengadakan uji coba instrumen survei maupun wawancara mendalam sebelum melakukan kerja yang sebenarnya. Uji coba ini dilakukan terhadap sekelompok responden dan informan yang tidak akan diwawancarai dalam penelitian.

Catatan penting lain yang perlu diajukan di sini ialah pentingnya sejarah pembentukan jejaring (networking) dalam menjaga komitmen para peneliti. Satu contoh, negosiasi kesediaan waktu anggota Tim Pelaksana Kajian untuk menetapkan jadwal lokakarya penyusunan desain kajian, yang butuh beberapa kali pertemuan, bisa berlangsung berlarut-larut bila berjumpa dengan respons lamban karena kurangnya komitmen terhadap kajian. Proses semacam ini bisa saja menghasilkan desain yang disusun secara terburu-buru pada akhir tenggat oleh sedikit anggota tim. Pada kasus yang lebih parah, proses ini bisa saja berujung kegagalan sebelum memulai kerja penelitian lapangan.

Dalam kasus kajian rantai nilai sutra yang merupakan kajian kolaboratif organisasi berbeda, kehadiran organisasi non-pemerintah yang kuat dalam hal jejaring seperti Yayasan BaKTI akan sangat membantu. Yayasan BaKTI yang berbasis di Makassar telah berpengalaman selama dua dekade melakukan berbagai aktivitas pengelolaan pengetahuan, termasuk kajian untuk kebijakan dan berjejaring dengan para peneliti baik dari dunia akademik maupun para pegiat organisasi masyarakat sipil, juga organisasi pemerintahan di berbagai level, serta mengenal dengan baik seluruh organisasi dan individu yang diajak terlibat dalam kajian ini. Jejaring ini tidak hanya membantu menemukan individu dan organisasi yang paling berkompeten dan relevan untuk mengerjakan kajian, hubungan yang telah terjalin antara pihak-pihak tersebut dengan Yayasan BaKTI memudahkan komunikasi dan koordinasi, baik di sepanjang proses kajian maupun menggerakkan tindak lanjut yang tercipta dari kajian tersebut.

Submission Agreement

Terimakasih atas  ketertarikan Anda untuk mengirimkan artikel ke BaKTINews. Dengan menyetujui pernyataan ini, Anda memberikan izin kepada BaKTINews untuk mengedit dan mempublikasikan artikel Anda di situs web dan situs afiliasinya, dan dalam bentuk publikasi lainnya.
Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuk setiap artikel yang dimuat.  Redaksi akan mempromosikan artikel Anda melalui situs kami dan saluran media sosial kami.
Dengan mengirimkan artikel Anda ke BaKTINews dan menandatangani kesepakatan ini, Anda menegaskan bahwa artikel Anda adalah asli hasil karya Anda, bahwa Anda memiliki hak cipta atas artikel ini, bahwa tidak ada orang lain yang memiliki hak untuk ini, dan bahwa konten Artikel Anda tidak mencemarkan nama baik atau melanggar hak, hak cipta, merek dagang, privasi, atau reputasi pihak ketiga mana pun.

Anda menegaskan bahwa Anda setidaknya berusia 18 tahun dan kemampuan untuk masuk ke dalam kesepakatan ini, atau bahwa Anda adalah orang tua atau wali sah dari anak di bawah umur yang menyerahkan artikel.
 
Satu file saja.
batasnya 24 MB.
Jenis yang diizinkan: txt, rtf, pdf, doc, docx, odt, ppt, pptx, odp, xls, xlsx, ods.