Advokasi Penyusunan Perda Inklusif

Sepanjang tahun 2023 Program INKLUSI-BaKTI bersama mitra lokal mendorong pembentukan perda di empat kabupaten/kota, yaitu di Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Lombok Timur, Kota Ambon, dan Kota Parepare. Sementara di Kota Kendari, Rumpun Perempuan Sultra mendorong pembahasan kembali Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyandang Disabilitas yang telah diproses di DPRD Kota Kendari dan belum disahkan sejak tahun 2018. 

Perda yang dibentuk atau disusun pada tahun 2023 harus dimasukkan ke dalam program pembentukan perda (Propemperda) 2023 yang biasanya disusun dan dibahas oleh Badan pembentuk perda (Bapemperda) di akhir tahun sebelumnya. Sejak tahun 2022 mitra lokal mulai melakukan diskusi dengan DPRD dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait untuk usulan pembentukan perda. Perda yang diusulkan Program INKLUSI-BaKTI adalah Perda tentang Kabupaten/Kota Inklusif. 

Usulan tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa aspek-aspek penting dalam kehidupan inklusif atau inklusi sosial di antaranya adalah: perlindungan pada kelompok marginal, minoritas, dan kelompok rentan; akses pada layanan publik atau layanan sosial; akses pada pekerjaan dan sumber daya ekonomi; partisipasi dalam perencanaan pembangunan, pembentukan kebijakan, dan implementasi, serta integrasi sosial. 

 

Advokasi dengan Data

Usulan pembentukan Perda Kabupaten/Kota Inklusif telah diterima dan dicantumkan dalam Propemperda tahun 2023 di Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Lombok Timur, Kota Ambon, dan Kota Parepare sejak akhir tahun 2022. Di Kabupaten Tana Toraja, untuk memasukkan Perda Kabupaten Inklusif ke dalam Propemperda 2023, YESMa menyusun kertas posisi yang diserahkan kepada Ketua DPRD, Ketua Bapemperda, dan fraksi-fraksi di DPRD Tana TorajaSedangkan di Kabupaten Lombok Timur, Kota Ambon dan Kota Parepare, mitra BaKTI, yakni Lombok Research Center (LRC), Rumah Generasi, dan Yayasan Lembaga Pengkajian Pengembangan Ekonomi dan Masyarakat (YLP2EM) melakukan diskusi dengan Bapemperda DPRD setempat untuk memasukan usulan pembentukan Perda Kabupaten/Kota Inklusif ke dalam Propemperda.  

Data terkini mengenai kelompok rentan dan marginal turut andil dalam diterimanya usulan pembentukan Perda Kabupaten/Kota Inklusif oleh Bapemperda dan dimasukkan ke dalam Propemperda. Sejak pertengahan tahun 2022 mitra BaKTI melakukan pendataan kelompok rentan dan marginal yang menunjukkan cukup tingginya jumlah penyandang, ragam disabilitas, orang lanjut usia, perempuan kepala keluarga, penganut agama minoritas, dan transgender. Kelompok-kelompok tersebut dikategorikan sebagai minoritas, marginal, dan rentan yang memiliki lebih dari satu kerentanan. Data tersebut mendapat perhatian dari sejumlah anggota DPRD karena hasil pendataan yang dilakukan mitra BaKTI menunjukkan jumlah yang tiga hingga empat kali lipat lebih tinggi dibandingkan data dari Dinas Sosial dan kelurahan/desa yang dimiliki pemerintah saat itu 

 

Proses Pembentukan Perda Inklusif

Penyusunan perda terdiri dari penyusunan naskah akademik dan penyusunan draf rancangan perda. Keduanya merupakan pekerjaan yang tergolong sulit, karena keduanya adalah pekerjaan berkualifikasi akademik yang dikerjakan oleh profesional, atau setidaknya dilakukan oleh mereka yang telah berpengalaman dalam penyusunan perda dan peraturan perundang-undangan lainnya. 

Di Tana Toraja, dibentuk tim penyusun yang beranggotakan YESMa dan anggota DPRD Tana Toraja. Anggota DPRD Tana Toraja yang mempunyai peran penting dalam penyusunan naskah akademik dan penyusunan draf Raperda Kabupaten Inklusif dan Penyandang Disabilitas adalah Kristian Lambe, yang juga Ketua Bapemperda DPRD Tana Toraja. 

LRC dan Rumah Generasi membentuk tim penyusun perda yang terdiri tenaga profesional dari kampus dan aktivis LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), sedangkan di Parepare, penyusunan naskah akademik dan draf rancangan perda dibuat oleh LPPM UMPAR (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Muhammadiyah Parepare). Sementara RPS membentuk tim revisi untuk merevisi draf Raperda Kota Kendari tentang Penyandang Disabilitas. 

 

Hilangnya Kata Inklusif dari Perda Kabupaten/Kota 

Judul atau nama perda yang diusulkan Program INKLUSI-BaKTI adalah Perda Kabupaten/Kota Inklusif. Judul tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa perda inklusif dapat mencakup semua kelompok rentan, minoritas, dan marginal, serta mendorong integrasi sosial untuk kehidupan inklusif.  Dalam proses penyusunan, judul Perda Kabupaten/Kota Inklusif mengalami perubahan sesuai dengan diskusi dan konteks lokal. 

Di Kabupaten Tana Toraja dan Lombok Timur judul perda menjadi lebih panjang yaitu Raperda tentang Kabupaten Inklusif dan Perlindungan Penyandang Disabilitas. Setelah pengharmonisasian di Kantor Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Nusa Tenggara Barat, Raperda Kabupaten Lombok Timur berubah menjadi Raperda Penghormatan, Perlindungan, dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas, Perempuan, dan Anak. 

Di Kota Parepare, YLP2EM mengusulkan Perda Kota Inklusif untuk dimasukkan ke dalam Propemperda. Namun, kemudian disepakati menjadi Perda Penyandang Disabilitas yang dimasukkan ke dalam Propemperda. Usulan yang sama juga dilakukan oleh Rumah Generasi, namun kemudian berubah menjadi Perda Ramah HAM dan Inklusif di dalam Propemperda. Dalam perkembangannya, draf raperda di Kota Ambon menjadi Raperda Kota Ramah HAM. 

Perubahan judul atau nama perda merupakan kompromi dari berbagai kondisi dan kepentingan. Di Kabupaten Lombok Timur, dalam pembahasan draft raperda, isu inklusif malah dipelintir oleh beberapa pihak menjadi isu ‘legalisasi’ LGBT (Lesbian Gay Biseksual dan Transgender), padahal isu inklusif yang hendak didorong di dalam Program INKLUSI-BaKTI berbasis pada pemenuhan hak-hak warga negara. 

Kecuali di Kota Ambon, usulan Perda Kota Inklusif, akhirnya menjadi Perda Kota Ramah HAM (Hak Asasi Manusia) dan Inklusif. Penyusunan Perda Kota Ramah HAM dan Inklusif melibatkan International NGO Forum on Indonesia Development (INFID) sebuah organisasi masyarakat sipil yang selama ini fokus pada isu-isu HAM. Rumah Generasi juga menggandeng Universitas Pattimura dalam proses penyusunan dan pembahasan perda untuk memperkuat konten lokal dan dari sisi akademik.

Hilangnya frasa inklusi dalam perda yang diusung oleh Program INKLUSI tidak menjadi hal yang harus diratapi. Pasalnya isu mengenai kelompok marginal, minoritas, dan rentan adalah isu HAM. Selama ini pelanggaran dan pengabaian HAM terjadi pada penyandang disabilitas, perempuan, anak, penganut agama minoritas, suku minoritas, dan lainnya, yang diatur di dalam Perda Kota Ramah HAM.  

 

Perda Perlindungan Penyandang Disabilitas 

Penyandang disabilitas mendapat perhatian utama dalam pengusulan dan pembahasan perda yang diusung dalam Program INKLUSI-BaKTI. Sebagaimana telah diprediksi sejak awal, Perda Kabupaten/Kota Inklusif akan memuat materi berupa perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas kemungkinan akan berubah menjadi Perda Penyandang Disabilitas, karena beberapa berikut.

Pertama, dari sisi program, istilah inklusi identik dengan inklusi bagi penyandang disabilitas. Kedua, penyandang disabilitas adalah kelompok yang sangat rentan dan mengalami diskriminasi berlapis di dalam negara dan masyarakat. Sementara itu, upaya untuk menghapus diskriminasi dan memberdayakan penyandang disabilitas masih sangat minimal, untuk tidak mengatakan tidak pernah ada. Pembentukan perda adalah salah satu upaya untuk penghapusan diskriminasi dan pemberdayaan penyandang disabilitas.

Ketiga, perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas menjadi isu nasional dan internasional. Adalah penting untuk menempatkan penyandang disabilitas sebagai salah satu kelompok marginal dan rentan yang harus mendapatkan kepedulian dan perhatian sebagai upaya pemenuhan hak asasi manusia. 

Keempat, lahirnya Undang-Undang Penyandang Disabilitas Tahun 2016 yang harus diimplementasikan oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Penyusunan Perda Penyandang Disabilitas merupakan bagian dari upaya pemerintah daerah memiliki kebijakan dan panduan untuk perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas.

Kelima, beberapa daerah (provinsi dan kabupaten/kota) telah membuat perda mengenai penyandang disabilitas yang telah disahkan. Keenam, pendataan yang dilakukan di wilayah program menunjukkan bahwa penyandang disabilitas merupakan jumlah terbesar dari kelompok marginal dan rentan. Ini menjadi dasar bagi anggota DPRD dan OPD mendorong dan menyetujui lahirnya Perda Penyandang Disabilitas.

Proses pembentukan Perda di wilayah Program INKLUSI juga melibatkan Komisi Nasional Disabilitas (KND). Usulan KND lebih mempertegas dan memperjelas substansi perda, sehingga sebagai sebuah kebijakan dan panduan pemerintah daerah, perda tidak lagi diperdebatkan pada sisi substansi ketika diimplementasikan. Apalagi isu Penyandang Disabilitas tergolong isu baru dalam pembentukan kebijakan di tingkat daerah.

Hingga Desember 2023 empat mitra BaKTI di empat wilayah program berhasil mendorong pengesahan perda, yakni YESMa di Tana Toraja, LRC di Lombok Timur, RG Ambon, dan YLP2EM di Parepare. Di Kabupaten Tana Toraja disahkan Perda Kabupaten Inklusif dan Perlindungan Penyandang Disabilitas. Di Kabupaten Lombok Timur dinamakan Perda Penghormatan, Perlindungan, dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas, Perempuan, dan Anak. Di Ambon dinamakan Perda Kota Ramah Hak Asasi Manusia. Sedangkan di Kota Parepare dinamakan Perda Penghormatan, Perlindungan, dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas.

 

Submission Agreement

Terimakasih atas  ketertarikan Anda untuk mengirimkan artikel ke BaKTINews. Dengan menyetujui pernyataan ini, Anda memberikan izin kepada BaKTINews untuk mengedit dan mempublikasikan artikel Anda di situs web dan situs afiliasinya, dan dalam bentuk publikasi lainnya.
Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuk setiap artikel yang dimuat.  Redaksi akan mempromosikan artikel Anda melalui situs kami dan saluran media sosial kami.
Dengan mengirimkan artikel Anda ke BaKTINews dan menandatangani kesepakatan ini, Anda menegaskan bahwa artikel Anda adalah asli hasil karya Anda, bahwa Anda memiliki hak cipta atas artikel ini, bahwa tidak ada orang lain yang memiliki hak untuk ini, dan bahwa konten Artikel Anda tidak mencemarkan nama baik atau melanggar hak, hak cipta, merek dagang, privasi, atau reputasi pihak ketiga mana pun.

Anda menegaskan bahwa Anda setidaknya berusia 18 tahun dan kemampuan untuk masuk ke dalam kesepakatan ini, atau bahwa Anda adalah orang tua atau wali sah dari anak di bawah umur yang menyerahkan artikel.
 
Satu file saja.
batasnya 24 MB.
Jenis yang diizinkan: txt, rtf, pdf, doc, docx, odt, ppt, pptx, odp, xls, xlsx, ods.