Program VCA Indonesia pada Festival Forum KTI IX 2023
Penulis : Ridwan Arif

Program Voices for Just Climate Action (VCA) Indonesia telah berjalan sejak tahun 2021, secara global program VCA dilaksanakan di 6 (enam) negara lainnya yaitu Brazil, Bolivia, Paraguay, Kenya, Tunisia, dan Zambia. Di Indonesia sendiri, program ini dipayungi oleh Yayasan Humanis dan Inovasi Sosial Indonesia yang merupakan afiliasi dari Hivos Foundation. Adapun tujuan utama dari program VCA adalah “pada 2025, kelompok masyarakat sipil di tingkat lokal-ke-nasional termasuk pelaku iklim (perempuan dan laki-laki) telah diakui dan didukung sebagai inovator, fasilitator dan penasihat termasuk, menjadi mitra pemerintah untuk membawa transisi  berkeadilan yang inklusif, efektif, dan berkelanjutan”. Melalui pendekatan adaptasi berbasis masyarakat lokal, sehingga dapat terjadi sinkronisasi kebijakan dengan konteks yang sesuai kebutuhan masyarakat.

Yayasan Koaksi Indonesia tergabung dalam program VCA Indonesia bersama 17 (tujuh belas) organisasi lainnya yang terbagi menjadi 4 (empat) Koalisi yaitu 1). Koalisi Sipil yang terdiri dari Yayasan Koaksi Indonesia dan Yayasan Pikul; 2). Koalisi Kopi yang terdiri dari Hutan Itu Indonesia dan Teras Mitra; 3). Koalisi Pangan Baik yang terdiri dari Yayasan KEHATI, Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Yayasan Ayu Tani Mandiri, Ayo Indonesia, dan Yayasan Pembangunan Sosial Ekonomi Larantuka (YASPENSEL); 4). Koalisi Adaptasi yang terdiri dari Yayasan Penabulu , Yayasan Koordinasi Pengkajian & Pengelolaan Sumber Daya Alam , Yayasan Lembaga Pengembangan Masyarakat Lembata, Perkumpulan Yapeka, Perkumpulan Sinergantara, Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi, Perkumpulan Konsil LSM Indonesia, Perkumpulan Desa Lestari, dan Pusat Kajian Sains Keberlanjutan dan Transdisiplin – Institut Pertanian Bogor. Seluruh organisasi tersebut memiliki berbagai program di tingkat nasional dan Provinsi Nusa Tenggara Timur.


Pada tanggal 26-27 Juli 2023 Hivos Indonesia bersama Koalisi untuk Program VCA di NTT membuka booth pameran pada Festival Forum KTI (FFKTI) IX 2023 di Hotel Harper Kota Kupang. Tujuan dari partisipasi ini adalah untuk memperkenalkan program VCA Indonesia, menjalin potensi kolaborasi dengan lembaga lain, dan juga peningkatan pengetahuan terkait perubahan iklim melalui permainan interaktif. Pengunjung yang datang ke booth VCA Indonesia disuguhi dengan berbagai informasi terkait program dan fokus kerja dari masing-masing Koalisi baik secara interaksi langsung maupun selebaran yang dicetak. Beberapa pengunjung juga tertarik melakukan kolaborasi dengan program VCA Indonesia di NTT, ketertarikan datang dari Pemerintah Provinsi, lembaga non profit, maupun individu. Media massa juga kerap kali mendatangi booth pameran untuk menggali lebih dalam program VCA Indonesia.

Disamping mendapatkan informasi mengenai Program VCA Indonesia, pengunjung juga dapat bermain melalui permainan yang dipandu oleh teman-teman komunitas anak muda di NTT. Adapun permain yang ditawarkan adalah cerdas cermat, mencocokan gambar, dan menyusun puzzle. Semua permainan ini mengangkat topik perubahan iklim, sehingga pengunjung lebih tertarik berdiskusi setelah mereka menyelesaikan permainan. Dalam 2 (dua) hari FFKTI IX ada 100 (seratus) lebih pengunjung mendatangi pameran booth Program VCA Indonesia.

Partisipasi Program VCA Indonesia pada FFKTI IX tidak hanya melalui pameran booth, tetapi juga pada kegiatan side event. Pada side event, topik yang diangkat adalah "Adaptasi Efektif dan Solusi Berbasis Kearifan Lokal yang Berkeadilan". Side event dirancang dengan konsep interaktif agar tercipta diskusi dua arah antara narasumber dengan peserta yang hadir. Kegiatan yang diselenggarakan pada tanggal 27 Juli 2023 ini diawali dengan nonton bareng (nobar) Film Climate Witness. Kemudian dilanjutkan sesi talkshow dengan 4 (empat) narasumber yang merupakan tokoh masyarakat dari NNT. Adapun narasumber tersebut adalah 1).    Joni Messakh – Pewaris Mangrove Desa Tanah Merah, Kabupaten Kupang, NTT; 2). Lunggi Randa – Pemuka Adat Kampung Wundut, Kabupaten Sumba Timur, NTT; 3). Maria Mone Soge – Aktivis Pangan Lokal Desa Hewa, Kabupaten Flores Timur, NTT; 4). Lia Wanda – Perwakilan @murarame.hub. Setelahnya, para peserta akan dibagi menjadi 4(empat) kelompok dengan tema 1). Masyarakat adat; 2). Konservasi lingkungan; 3). Pangan lokal; 4). Mobilisasi anak muda. Keseluruhan kegiatan side event dimoderatori oleh Yurgen Nubatonis.

Berbagai cerita yang datang dari narasumber adalah pengalaman pribadi yang telah mereka rasakan. Keresahan akan dampak perubahan iklim menjadikan mereka sadar perlu adanya aksi dalam menyelamatkan lingkungan sekitarnya. Maria Mone Soge yang merupakan guru SMA di tempatnya tinggal, pada akhirnya juga harus melakukan aksi dalam penyelamatan eksistensi pangan lokal. Karena pangan lokal mulai tersingkirkan keberadaannya dengan pangan dari industri, padahal pangan lokal memiliki lebih banyak manfaat dan lebih tahan pada kondisi lingkungan sekitar. “Kami makan apa yang kami tanam, dan kami tanam apa yang kami makan” ucap Maria Mone Soge saat bercerita.

 

Upaya konservasi lingkungan juga dilakukan oleh 3 (tiga) narasumber lainnya, namun dengan pendekatan yang berbeda. Namun, hal yang menjadi dorongan mereka datang dari keresahan jika alam atau alam sekitar tempat mereka tinggal rusak, maka tidak ada lagi kehidupan bagi mereka. Aksi pertobatan ekologis dilakukan oleh komunitas yang tergabung dalam @murarame.hub sebagai kesadaran mereka untuk hidup seimbang dengan alam, apa yang mereka dapatkan dari alam harus dikembalikan lagi ke alam. Salah satunya dengan menghitung jejak emisi karbon dari semua aktivitas masa lampau yang kemudian dikonversi menjadi jumlah pohon yang harus mereka tanam. Lain cerita dengan Bapak Lunggi Randa yang melakukan konservasi hutan melalui adat istiadat budaya setempat. Hutan di kampungnya dilindungi dengan adat, sehingga tidak diizinkan menembang pohon atau mengambil hasil hutan tanpa ritual adat. Sedangkan Om Joni Messakh melakukan penanam dan perawatan mangrove di pesisir Desa Tanah Merah sudah hampir 20 tahun, akibat tidak adanya pelindung antara laut dengan pemukiman warga di desa tersebut. Om Joni khawatir jika tidak pelindung maka suatu saat daratan akan tergerus oleh gelombang air laut.
Side event yang berlangsung selama lebih dari dua jam tersebut berhasil mendatangkan lebih dari 60 peserta. Dimana peserta terlibat aktif dalam diskusi kelompok kecil dan saling bertukar cerita. Kegitan Side event VCA juga medapatkan feedback positif dari peserta, karena rangkaian acara yang saling berkesinambungan dan diskusi pada kelompok kecil membuat peserta lebih leluasa berbagi cerita dengan para narasumber.


 

Submission Agreement

Terimakasih atas  ketertarikan Anda untuk mengirimkan artikel ke BaKTINews. Dengan menyetujui pernyataan ini, Anda memberikan izin kepada BaKTINews untuk mengedit dan mempublikasikan artikel Anda di situs web dan situs afiliasinya, dan dalam bentuk publikasi lainnya.
Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuk setiap artikel yang dimuat.  Redaksi akan mempromosikan artikel Anda melalui situs kami dan saluran media sosial kami.
Dengan mengirimkan artikel Anda ke BaKTINews dan menandatangani kesepakatan ini, Anda menegaskan bahwa artikel Anda adalah asli hasil karya Anda, bahwa Anda memiliki hak cipta atas artikel ini, bahwa tidak ada orang lain yang memiliki hak untuk ini, dan bahwa konten Artikel Anda tidak mencemarkan nama baik atau melanggar hak, hak cipta, merek dagang, privasi, atau reputasi pihak ketiga mana pun.

Anda menegaskan bahwa Anda setidaknya berusia 18 tahun dan kemampuan untuk masuk ke dalam kesepakatan ini, atau bahwa Anda adalah orang tua atau wali sah dari anak di bawah umur yang menyerahkan artikel.
 
Satu file saja.
batasnya 24 MB.
Jenis yang diizinkan: txt, rtf, pdf, doc, docx, odt, ppt, pptx, odp, xls, xlsx, ods.