Peraturan Desa untuk Kesejahteraan Perempuan
  • Foto: Baiq Titis Yulianty
    Foto: Baiq Titis Yulianty

Berawal dari diskusi saat rapat internal staf Sub Office NTB pada awal Januari lalu, disepakati bahwa perlu ada satu desa yang dapat dijadikan role model bentuk-bentuk perlindungan terhadap perempuan dan anak di lokasi dampingan Program MAMPU BaKTI. Meskipun secara undang-undang negara telah memberikan perlindungan kepada kaum perempuan namun pelaksanaan dari undang-undang tersebut belum memberikan dampak posistif secara nyata. Sehingga perlu ada aturan yang dapat mengikat di tingkat desa.

Bentuk peraturan tersebut bisa berupa Peraturan Desa (Perdes) ataupun revitalisasi awig-awig (local wisdom) yang telah berkembang di masyarakat. Selanjutnya tim melakukan identifikasi desa dampingan yang siap untuk dijadikan sebagai pilot project. Dari sepuluh desa dampingan, Desa Kembang Kerang menjadi salah satu desa terpilih dengan pertimbangan bahwa desa tersebut pada tahun 2016 sudah dicanangkan oleh Pemerintah Kabupaten sebagai desa Anti KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga), sehingga sangat tepat jika diperlukan legislasi untuk perlindungan perempuan dan anak di desa tersebut. Tetapi, tentu saja hal ini akan diserahkan kepada keputusan kepala desa.

Tiga hari setelah keputusan tersebut disepakati, Tim MAMPU-BaKTI NTB berkunjung ke Desa Kembang Kerang untuk menemui kepala desa yang baru saja dilantik, Yahya Putra, yang sebelumnya juga merupakan Ketua Kelompok Konstituen Desa Kembang Kerang. Gayung bersambut, belum juga tim menyampaikan rencana tentang menjadikan Desa kembang Kerang sebagai Desa Pilot untuk perlindungan perempuan dan anak. Kepala Desa telah terlebih dahulu menyampaikan rencana untuk menindaklanjuti apa yang pemerintah kabupaten telah canangkan di desanya tahun 2016 lalu. “mohon masukan dari rekan-rekan, apa yang harus saya lakukan untuk mewujudkan Kembang Kerang sebagai Desa Anti KDRT, paling tidak ini dapat mengurangi tindak kekekerasan terhadap perempuan”.

Tentu saja ungkapan Pak Yahya tersebut kami sambut dengan suka cita karena apa yang dilakukan atas permintaan masyarakat yang telah memiliki kesadaran untuk melawan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak. Sekali lagi, kesepakatan sudah dicapai. Desa Kembang Kerang akan menyusun Perdes tentang Perlindungan Perempuan dan Anak. Dengan demikian desa ini akan menjadi Desa Pilot Project Program MAMPU-BaKTI untuk bentuk-bentuk perlindungan terhadap perempuan dan anak yang dapat menjadi acuan serta membuka ruang replikasi bagi desa lainnya.

Kondisi Perempuan dan Anak di Desa Kembang Kerang
Tidak jauh berbeda dengan tempat-tempat lain di pelosok tanah air, Perempuan di Desa Kembang Kerang masih terkungkung dalam “ketidakberdayaan”. Hal ini yang menyebabkan perempuan memiliki partisipasi yang sangat rendah dalam pembangunan di desanya. Sering terjadi pemiskinan hak, karena kesempatan untuk berperan dalam rapat pengambilan keputusan pembangunan di desa tidak mereka dapatkan. Kondisi ini semakin diperparah karena adanya sikap “penerimaan” dari perempuan yang diukur sebagai kodrat mereka.

Disakiti secara verbal tidak dikategorikan sebagai tindak kekerasan psikis, karena itulah kodrat mereka, menerima apapun sikap yang dilakukan oleh suami. Ketika terjadi pemukulan pun, perempuan akan berusaha menyembunyi-kan luka yang mereka terima. Karena akan menjadi aib jika ada orang yang mengetahuinya atau jika mereka melakukan pelaporan kepada Kepala Dusun atau Kepala Desa, maka perempuan tersebut akan dicap sebagai perempuan “kurang ajar”. Tidak hanya itu, perempuan juga tidak mengetahui apa saja hak mereka ketika mengalami perceraian, tidak mengetahui bahwa mereka mendapatkan hak perlindungan oleh negara ketika mengalami kekerasan bahkan mereka tidak tahu apa yang akan mereka lakukan ketika hak mereka diabaikan saat pembagian warisan.

Kondisi anak pun tidak jauh berbeda, masih tingginya angka perceraian dan pernikahan usia anak juga menjadi penyebab kurangnya perhatian terhadap anak. Ketika terjadi perceraian, anak menjadi sepenuhnya tanggungjawab ibu. Peran kepala keluarga secara otomatis berpindah kepada perempuan, urusannya tidak lagi pada pekerjaan domestik saja melainkan juga mencari nafkah.

Rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan tidak banyak memberikan pilihan pekerjaan bagi mereka, kecuali sebagai buruh tani. Pada kondisi ini, seringkali anak terabaikan, baik perhatian, kasih sayang, maupun pendidikan. Dalam kasus pernikahan usia anak juga demikian, hampir 70% pernikahan dini berujung perceraian (DP3AKB, 2017). Kembali perempuan menjadi korban, anak menjadi tanggungjawab mereka sepenuhnya. Satu jalan pintas yang sering menjadi pilihan bagi mereka adalah menjadi buruh migran. Dengan harapan akan memperbaiki kondisi ekonomi mereka. Namun kembali, pendidikan dan keterampilan yang rendah justru menjadi bumerang bagi perempuan yang menyeret mereka pada kasus trafficking. Masa depan anak kembali dipertaruhkan. Anak-anak tidak sekolah dan salah pergaulan.

Saat ini, Kepala Desa dan anggota Kelompok Konstituen Mele Maju sedang berusaha keras agar hak-hak perempuan dapat terpenuhi sehingga akan meningkatkan peran serta mereka dalam pembangunan di desanya.

Proses Penyusunan Peraturan Desa

Proses penyusunan Perdes pun berjalan, beberapa tahapan yang dilakukan adalah pertama dilakukan adalah koordinasi dengan fasilitator tentang tahapan yang akan dilakukan untuk penyusunan peraturan tersebut. Beberapa tahapan yang akan ditempuh adalah:

Pertama, workshop untuk pelatihan penyusunan Perdes yang dilakukan pada tanggal 15 Maret 2018. Tujuan dari pelatihan ini adalah untuk meningkatnya pengetahuan dan pemahaman peserta akan pentingnya perlindungan bagi korban kekerasan terhadap perempuan/anak (KtP/A) di desa/tingkat komunitas serta berbagai upaya yang perlu dilakukan untuk memberikan perlindungan bagi perempuan dan anak-anak. Pada pelatihan ini peserta tidak hanya perwakilan dari berbagai unsur yang ada di Desa Kembang Kerang saja melainkan juga dari Desa Aikmel dengan harapan pelatihan ini akan dapat menjadi salah satu referensi jika desa  tersebut juga akan menyusun peraturan serupa.

Ada beberapa hal menarik dari pelatihan tersebut, di antaranya adalah peserta memiliki perspektif yang sama bahwa perlu dilakukan upaya perlindungan terhadap perempuan dan anak. Adanya komitmen dari pemerintahan Desa untuk mendorong lahirnya Perdes Perlindungan Perempuan dan Anak di Desa Kembang Kerang. Terjalinnya komunikasi aktif para peserta dalam memberikan masukan untuk Draft Perdes Perlindungan Perempuan dan Anak. Terbangunnya sinergi dari para pihak baik dari pemerintah desa maupun kelompok konstituen  dalam penanganan korban KtP/A di Desa Kembang Kerang.

Kedua, penyusunan Draft Perdes. Dalam tahapan ini dikuti oleh perwakilan unsur pemerintah desa dan masyarakat di antaranya adalah Kepala Desa, perwakilan staf Desa, Kepala Dusun, ketua dan anggota BPD (Badan Permusyawaratan Desa), dan perwakilan masyarakat, yang selanjutnya disebut sebagai tim kecil penyusun Perdes.

Saat proses penyusunan Draft Perdes, peserta dibagi ke dalam tiga kelompok yang disertai dengan tugas sebagai berikut: kelompok I menyusun latar belakang, kelompok II menyusun bagian pembukaan Perdes, dan kelompok III menyusun Batang Tubuh Perdes. Selama sehari penuh tim kecil berdiskusi memetakan kebutuhan sesuai dengan hasil diskusi peserta saat pelatihan penyusunan Perdes sebelumnya. Hasil pemetaan tersebut selanjutnya dijabarkan dalam setiap pasal dalam batang tubuh Perdes.

Ketiga, melakukan beberapa kali perbaikan maka pada tanggal 9 Juli 2018 dilakukan Konsultasi Publik Draft Perdes tersebut. Konsultasi publik ini dihadiri oleh lebih dari 70 orang yang merupakan perwakilan dari seluruh eleman masyarakat desa seperti BPD, tokoh agama, tokoh masyarakat, anggota Kelompok Konstituen, perwakilan Kader, Polmas, Babinsa, Bidan/perawat Pustu Desa Kembang Kerang, Karang Taruna, perwakilan guru, eks buruh migran perempuan dan korban kekerasan. Sungguh di luar dugaan, persentase kehadiran perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki. Demikian pula antusiasme mereka dalam diskusi memberikan masukan untuk melengkapi Perdes tersebut.

Beberapa masukan dari kaum perempuan adalah, perlu ada pasal khusus yang membahas tentang pentingnya pendidikan untuk anak-anak. Tidak hanya anak laki-laki, tetapi juga hak yang sama diperoleh anak perempuan. Perlu dimasukkan juga pentingnya perempuan mengetahui hak-hak mereka ketika menjalani proses perceraian dan pasca perceraian, serta  perlunya sosialisasi hak perempuan dalam hal bagi waris (pembagian warisan) baik menurut adat, agama, dan hukum negara.

Atas berbagai masukan tersebut, Tim Penyusun melakukan perbaikan draft Perdes dan dilakukan pengesahan di hari yang sama. Dengan demikian terhitung sejak tanggal 9 Juli 2018, Perdes Perlindungan Perempuan dan Anak di Desa Kembang Kerang resmi berlaku.

Foto: Baiq Titis Yulianty
Foto: Baiq Titis Yulianty


Upaya Menjawab Kekhawatiran Masyarakat

Pada hari disahkannya Perdes Perlindungan Perempuan dan Anak di Desa Kembang Kerang, beberapa saat setelahnya, Ewi Istariana, salah seorang peserta yang hadir menyaksikan penandatanganan Perdes mengacungkan tangannya seraya berkata, “Bapak, Ibu, mohon maaf sebelumnya. Saya sangat terharu dan bahagia sekali dengan adanya Peraturan Desa ini. Namun, sebagai masyarakat dan juga kelompok Konstituen saya khawatir tentang bagaimana mengimplemntasikan Perdes tersebut. Serta bagaimana kami bias mengukur keberhasilan dari Perdes tersebut?”

Ternyata kekhawatiran yang sama juga kami rasakan, untuk beberapa bulan ke depan kami bisa memantau implementasi Perdes tersebut. Namun bagaimana jika Program MAMPU-BaKTI berakhir, apakah Perdes ini akan masih bisa berjalan? Ataukah hanya akan menjadi penghias laci atau bahkan akan dikilokan ke penjual kacang rebus?

Kekhawatiran antara kami dan masyarakat memiliki benang merah yang harus segera ditemukan untuk menjawabnya. Hal tersebut menjadi bahan diskusi Tim Penyusun dan para saksi yang hadir dalam Forum tersebut. Tidak membutuhkan waktu lama, kesepakatan pun diperoleh. Pertama, perlu ada semacam roadmap atau workplan yang bisa dijadikan sebagai acuan dalam implementasi Perdes. Dengan demikian, arah dan output yang akan dicapai dalam setiap tahun akan lebih jelas dan terukur. Kedua, perlu segera melakukan penyusunan workplan agar amanat dalam Perdes segera dilaksanakan.

Manusia merencanakan, Tuhan yang menentukan. Itulah kenyataan yang kami hadapi. Pada tanggal yang disepakati yaitu di akhir Juli, tanpa disangka bencana alam melanda Pulau Lombok. Gempa dengan kekuatan 6,4 SR mengguncang Lombok timur pada pagi 29 Juli, dan kejadian ini terus berlanjut selama sebulan berikutnya dengan Magnitudo mencapai 7,0. Tentu saja, kejadian alam ini menghentikan berbagai aktifitas program. Kami lebih fokus pada berbagai kegiatan tanggap bencana.

Namun ternyata, bencana tidak menghalangi semangat Kades dan masyarakat Desa Kembang Kerang untuk mewujudkan kesejahteraan perempuan melalui Perdes yang telah mereka susun. Pada awal September, kami menerima telepon dari Kepala Desa, beliau menagih janji tentang workplan tersebut. “Bu, kami membutuhkan fasilitasi untuk menyusun rencana kerja agar kami bisa menerapkan Perdes. Bencana ini justru menjadi penyemangat kami, bagaimana pun perempuan harus bangkit kembali pasca bencana”. Semangat yang luar biasa. Tanpa menunggu lama, kami pun mempersiapkan berbagai hal yang dibutuhkan untuk kegiatan tersebut. Dan pada tanggal 24-25 September Workshop Penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Perlindungan Perempuan dan Anak kami laksanakan di Aula Kantor Desa Kembang Kerang.

Awalnya kami hanya berpikir untuk menyusun rencana kerja untuk mengawal pelaksanaan Perdes. Akan tetapi sungguh diluar dugaan, kembali antuasisme masyarakat mengawal Perdes sangat luar biasa. “tidak cukup 5 tahun untuk mewujudkan kesejahteraan perempuan seperti visi dalam Perdes tersebut. Tapi kita butuh 5 (lima) kali periode Kepala Desa. Artinya perlu ada dokumen perencanaan perlindungan perempuan dalam jangka panjang, semacam GBHN dulu” ucap Ketua BPD, Bapak Subiardi, saat mengikuti workshop tersebut.

Apa yang disampaikan oleh Ketua BPD tersebut tidak mendapatkan satu pun penolakan dari peserta yang hadir. Semua sepakat untuk menyusun Rencana Strategis dengan jangka panjang 30 tahun dan jangka menengah 6 tahun (sesuai dengan periode Pemerintahan Kepala Desa). Program setiap tahun akan dituangkan dalam Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDes). Sungguh luar biasa ini, Perdes Desa Kembang Kerang ini menjadi Perdes pertama di Lombok yang memiliki Renstra jangka panjang 30 tahun. Tidak bisa kami bayangkan, jika semua desa memiliki semangat yang sama dalam memperjuangkan kesejahteraan perempuan. Tentu, kekerasan dan ketidakadilan bagi perempuan dan anak akan dapat terhapuskan.  Salut untuk masyakat Desa Kembang Kerang.

Submission Agreement

Terimakasih atas  ketertarikan Anda untuk mengirimkan artikel ke BaKTINews. Dengan menyetujui pernyataan ini, Anda memberikan izin kepada BaKTINews untuk mengedit dan mempublikasikan artikel Anda di situs web dan situs afiliasinya, dan dalam bentuk publikasi lainnya.
Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuk setiap artikel yang dimuat.  Redaksi akan mempromosikan artikel Anda melalui situs kami dan saluran media sosial kami.
Dengan mengirimkan artikel Anda ke BaKTINews dan menandatangani kesepakatan ini, Anda menegaskan bahwa artikel Anda adalah asli hasil karya Anda, bahwa Anda memiliki hak cipta atas artikel ini, bahwa tidak ada orang lain yang memiliki hak untuk ini, dan bahwa konten Artikel Anda tidak mencemarkan nama baik atau melanggar hak, hak cipta, merek dagang, privasi, atau reputasi pihak ketiga mana pun.

Anda menegaskan bahwa Anda setidaknya berusia 18 tahun dan kemampuan untuk masuk ke dalam kesepakatan ini, atau bahwa Anda adalah orang tua atau wali sah dari anak di bawah umur yang menyerahkan artikel.
 
Satu file saja.
batasnya 24 MB.
Jenis yang diizinkan: txt, rtf, pdf, doc, docx, odt, ppt, pptx, odp, xls, xlsx, ods.