Pemodelan Pembelajaran Lokal Sekolah Formal dengan Pendekatan Sekolah Kampung
Penulis : John Rahail
  • Foto: Dok. Yayasan BaKTI
    Foto: Dok. Yayasan BaKTI

Sejak tahun 2007, pengembangan layanan pendidikan berbasis kontekstual sesuai dengan nilai dan kearifan lokal Papua melalui pendekatan Sekolah Kampung di Tanah Papua, mulai dikembangkan oleh Institut Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (ICDp) dengan dukungan UNDP pada beberapa kampung di wilayah pesisir pantai utara Papua yang berpusat di Kampung Beneraf Distrik Pantai Timur Kabupaten Sarmi yang terletak ± 325 kilometer di sebelah barat Kota Jayapura ibukota Provinsi Papua.

Inovasi ini sebagai terobosan dalam upaya pemenuhan kebutuhan layanan pendidikan bagi masyarakat terutama anak-anak usia sekolah tingkat pendidikan dasar (SD-SMP) maupun yang tidak bersekolah dan putus sekolah di wilayah pinggiran dan pedalaman Papua. Layanan pendidikan ini dilakukan melalui  pendekatan yang berbasis nilai dan kearifan lokal melalui pendekatan Sekolah Kampung dengan misi “Membangun rasa percaya diri anak-anak di kampung, sehingga suka belajar dan mencintai sekolah” agar anak-anak usia sekolah di kampung siap secara mental, emosional, sosial dan psikologis saat memasuki pendidikan formal (SD), dan anak-anak yang sudah sekolah (SD-SMP) tidak putus sekolah sehingga dapat mendukung upaya pemerintah dalam pencapaian tuntas Program Wajib Belajar (WAJAR) 9 tahun.

Sekolah Kampung sebagai Pendekatan
Sekolah Kampung bukanlah sebuah sekolah formal yang memiliki bangunan fisik gedung, guru, kurikulum baku, dan warga belajar harus berseragam, bahkan membekali warga belajar dengan ijazah. Namun sekolah kampung merupakan upaya pendekatan yang memberikan kekuatan dari dalam diri untuk membangun visi masa depan dengan menumbuhkan rasa percaya diri sehingga tidak ada kata bodoh dan pemalas. Hal ini dimaksudkan agar warga belajar menjadikan sekolah dan proses belajar sebagai kebutuhan, bukan menjadi beban ketika waktunya harus ke sekolah.

Untuk itu pendekatan sekolah kampung menjadi jembatan untuk menguatkan pemahaman masyarakat bahwa pendidikan adalah investasi yang secara sosial murah, sehingga membangun optimisme masyarakat yang selama ini apatis karena pengalaman layanan pendidikan di sekolah yang tidak optimal karena berbagai alasan (kepala sekolah dan guru tidak berada di tempat tugas, tidak tersedia buku paket dan media pembelajaran) telah menyebabkan rendahnya motivasi orang tua siswa dan masyarakat, serta partisipasi masyarakat yang semu dalam mendukung anak ke sekolah, sehingga anak lebih sering ikut membantu pekerjaan orangtua di rumah, kebun dan dusun.

Pendekatan sekolah kampung menjadi alternatif sebagai aktivitas bersama mendorong pelaksanaan layanan pendidikan bagi semua orang di kampung yang dilakukan terintegrasi dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya lokal masyarakat dengan membangun jejaring dan kemitraan bersama stakeholder lokal sesuai struktur dan fungsi sosial yang lahir, hidup dan berkembang dalam masyarakat kampung, dengan cara:

Masuk dalam komunitas lokal melalui pintu sosial dengan membangun jejaring kemitraan dan komunikasi yang setara dengan unsur 3 tungku (pemerintah kampung, adat dan agama) dan unsur 2 peran (perempuan dan pemuda) sehingga tidak lagi membentuk kelompok baru dalam kampung karena alasan administratif.

Memberdayakan potensi dan sumber daya lokal dengan “tidak membawa baju baru ke kampung, tetapi merapikan baju masyarakat kampung” sebagai bentuk  penguatan nilai dan kearifan lokal yang diintegrasikan dalam proses belajar mengajar.

Melangkah dan menyatu bersama dalam aktivitas dan rutinitas masyarakat lokal sebagai proses belajar berdasarkan peran masing-masing komunitas suku dan sub-suku sebagai aktor penggerak, sehingga masyarakat tidak hanya dijadikan sebagai objek tetapi justru sebagai subjek.

Membangun dan menjaga kepercayaan masyarakat bahwa layanan pendidikan sebagai proses bersama secara aktif melalui dukungan “biaya sosial” sehingga menghindarkan partisipasi semu.

Cara pendekatan ini memberikan ruang dan peluang bagi masyarakat lokal yang difasilitasi untuk menolong dirinya dengan kekuatannya sendiri melalui pendampingan sebagai penggerak dan pengelola sekolah kampung, menggunakan pendekatan dari falsafah lokal yang terkandung dalam kebiasaan “bakar batu (bagi habis tugas), makan pinang (menyatu dalam peran) dan makan papeda (terpadu dalam kebersamaan)”. Hal ini dilakukan untuk memperkuat identitas dan jati diri masyarakat lokal Papua dalam membangun dan menjaga dinamika layanan pendidikan melalui pendekatan sekolah kampung dengan semangat kerja sama yang menyatu sesuai peran sosial, mengedepankan kebersamaan wujudkan peran yang partisipatif, terpadu dan harmoni menuju pada kemandirian yang keberlanjutan.

Pembelajaran dengan Pendekatan Sekolah Kampung
Proses pembelajaran dengan pendekatan sekolah kampung sangat tidak tergantung pada ketersediaan sarana dan prasarana seperti gedung, meja-kursi, papan tulis, alat peraga pendidikan dan juga pelaku yang terlibat khusus sebagai pengajar. Hal ini disebabkan karena proses pembelajarannya yang khas dan kontekstual, sehingga bagi masyarakat dan warga belajar sekolah kampung dianggap sebagai rumahku, bahasaku, kebunku, dusunku dan kampungku karena menggunakan sumber dan media bahan ajar lokal berupa kayu, daun, buah, batu, pasir, lumpur, rotan, tali dan limbah tanaman (kulit kayu, gaba, lidi, sabut dan tempurung kelapa) dan lain sebagainya.

Berbagai jenis permainan asli lokal yang selalu dilakukan dan dimainkan anak-anak di kampung, telah diinventarisir dan diidentifikasi dengan bahasa daerah lokal (bahasa ibu) yang berarti sebagai permainan yang bisa dan biasa dilakukan semua orang (besar-kecil, laki-perempuan, tua-muda) di kampung. Permainan lokal tersebut kemudian disimulasikan melalui pendekatan lokal yang dipandu penggerak dan dikonversikan ke dalam materi pelajaran matematika, IPA, PKn, pendidikan karakter dan lain-lain yang diterapkan dalam proses pembelajaran secara dinamis sesuai dengan karakter anak-anak di kampung dengan metode bermain dua kali sama dengan belajar satu kali.

Inovasi Pendekatan Sekolah Kampung dalam Pembelajaran Formal
Dalam upaya melakukan pengembangan pendekatan sekolah kampung, maka sejak tahun 2019 mulai dilakukan replikasi dengan inovasi pengintegrasian model pembelajaran lokal dengan pendekatan sekolah kampung ke dalam proses belajar-mengajar pendidikan formal sekolah dasar di Kabupaten Teluk Bintuni Provinsi Papua Barat yang difasilitasi melalui program CSR LNG Tangguh.

Langkah ini diambil sebagai upaya strategis dalam membuka ruang secara optimal untuk bagaimana pemenuhan kebutuhan atas hak pendidikan sebagai jawaban keberpihakan program yang memberikan peluang cara masyarakat menolong dirinya dengan kekayaan potensi dan sumber daya lokal yang diformulasikan melalui pendekatan sekolah kampung dan disinergikan dengan upaya formal pemenuhan kebutuhan layanan pendidikan pada satuan pendidikan dasar, terutama sekolah dasar.

Kegiatan inovasi pemodelan pembelajaran lokal dalam pendidikan formal melalui pendekatan sekolah kampung dilakukan di SD Inpres Kampung Tomu Distrik Tomu Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat, bertujuan untuk:

Mendorong pengembangan pemodelan pembelajaran lokal berbasis kontekstual melalui pendekatan sekolah kampung sesuai nilai dan kearifan lokal yang terintegrasi dalam proses belajar mengajar di sekolah formal dalam hal ini SD.

Mendukung terbangunnya relasi yang dinamis melalui ketersediaan layanan pendidikan melalui pendekatan sekolah kampung dengan mengedepankan peran serta masyarakat (PSM) untuk saling bersinergi dengan pihak sekolah (guru) secara terpadu, partisipatif dan berkelanjutan dalam mendukung pembelajaran anak saat di sekolah yang dilanjutkan di rumah, maupun sebaliknya sehingga terbangun atmosfir belajar yang dinamis. 

Mendorong peningkatan partisipasi dan motivasi belajar anak-anak usia prasekolah dan usia sekolah yang sedang bersekolah untuk suka belajar, mencintai sekolah dan bangga sebagai anak sekolah yang menghormati dan menghargai sesama teman, guru dan orang tua.

Karena pembelajaran lokal melalui layanan pendidikan formal di sekolah, maka sebagai aktor lokal penggerak sesuai dengan rekomendasi institusi lokal di kampung, kepala sekolah dan komite sekolah adalah tokoh lokal dan beberapa guru SD yang kemudian difasilitasi dalam pelatihan dan pendampingan. Kegiatan pembelajaran lokal di sekolah tidak membutuhkan penambahan waktu dan jadwal baru, namun diterapkan sesuai dengan jadwal proses belajar mengajar sebagaimana sudah tersusun pada masing-masing kelas yang dibedakan menurut kelas rendah terdiri dari kelas 1 sampai 3 dan kelas tinggi termasuk kelas 4 sampai 6.            

Submission Agreement

Terimakasih atas  ketertarikan Anda untuk mengirimkan artikel ke BaKTINews. Dengan menyetujui pernyataan ini, Anda memberikan izin kepada BaKTINews untuk mengedit dan mempublikasikan artikel Anda di situs web dan situs afiliasinya, dan dalam bentuk publikasi lainnya.
Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuk setiap artikel yang dimuat.  Redaksi akan mempromosikan artikel Anda melalui situs kami dan saluran media sosial kami.
Dengan mengirimkan artikel Anda ke BaKTINews dan menandatangani kesepakatan ini, Anda menegaskan bahwa artikel Anda adalah asli hasil karya Anda, bahwa Anda memiliki hak cipta atas artikel ini, bahwa tidak ada orang lain yang memiliki hak untuk ini, dan bahwa konten Artikel Anda tidak mencemarkan nama baik atau melanggar hak, hak cipta, merek dagang, privasi, atau reputasi pihak ketiga mana pun.

Anda menegaskan bahwa Anda setidaknya berusia 18 tahun dan kemampuan untuk masuk ke dalam kesepakatan ini, atau bahwa Anda adalah orang tua atau wali sah dari anak di bawah umur yang menyerahkan artikel.
 
Satu file saja.
batasnya 24 MB.
Jenis yang diizinkan: txt, rtf, pdf, doc, docx, odt, ppt, pptx, odp, xls, xlsx, ods.