Merawat Kepedulian Masyarakat, Catatan tentang Shelter Warga
  • Foto: Frans Gosali/Yayasan BaKTI
    Foto: Frans Gosali/Yayasan BaKTI

Kekerasan terhadap perempuan dan anak bukanlah sesuatu yang turun dari langit, tetapi merupakan perilaku dan masalah yang diproduksi dan dilestarikan. Karena itu, kekerasan terhadap perempuan dan anak oleh sebagian kalangan diterima dan dianggap sebagai sesuatu yang biasa. Bahkan di masyarakat tertentu, kekerasan terhadap perempuan dan anak masih dianggap sebagian bagian dari cara mengajar dan mendidik.

Kekerasan terhadap perempuan dan anak masih terjadi di berbagai lingkungan dan strata sosial, karena masyarakat terbiasa dan permisif. Kekerasan terhadap perempuan dan anak dianggap sebagai cara hidup dan cara mengatur masyarakat, khususnya perempuan dan anak. Sebagian orang menganggap dengan melakukan kekerasan terhadap perempuan dan anak, maka akan menghasilkan perempuan dan anak yang baik.

Cara berpikir dan bertindak yang salah tersebut harus diakhiri. Kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah kejahatan terhadap kemanusiaan, dalam hal ini pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah tindakan merendahkan martabat kemanusiaan.

Untuk itu, upaya harus terus dilakukan dalam berbagai bentuk. Penanganan korban untuk menyelamatkan perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan harus dilakukan, termasuk dengan penanganan cepat dan mendekatkan layanan.

Layanan yang diberikan kepada korban harus segera dan disesuaikan dengan kondisi korban. Dengan demikian, pelibatan masyarakat sangat penting dan strategis. Masyarakat harus menangani korban kekerasan di lingkungannya, baik untuk menyelamatkan korban maupun untuk menjaga ikatan sosial. Masyarakat harus responsif terhadap korban, namun harus proporsional, karena tidak semua kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak harus diekspos dan ditangani oleh lembaga formal.

Kegiatan Diskusi Inspirasi BaKTI tentang Shelter Warga menghadirkan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Makassar, Ibu Tenri A. Palallo dan Bpk. Sabir selaku Ketua Shelter Warga Kelurahan Manggala. Foto : Frans Gosali/Yayasan BaKTI
Kegiatan Diskusi Inspirasi BaKTI tentang Shelter Warga menghadirkan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Makassar, Ibu Tenri A. Palallo dan Bpk. Sabir selaku Ketua Shelter Warga Kelurahan Manggala.
Foto : Frans Gosali/Yayasan BaKTI


Shelter Warga
Pembentukan Shelter Warga adalah bagian dari upaya mendorong masyarakat untuk menangani perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan. Masyarakat perlu menyelesaikan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak secara kekeluargaan untuk menjaga lingkungan sosial terus kondusif. Kasus-kasus yang dianggap ringan dan dapat diselesaikan secara musyawarah, tidak perlu dibawa ke lembaga formal yang lebih tinggi. Ini untuk menghindarkan korban dari proses formal berkepanjangan yang menguras energi, dan menyebabkan keretakan di masyarakat.

Shelter Warga dibuat untuk melibatkan masyarakat dalam upaya pencegahan dan penanganan korban kekerasan. Shelter Warga juga merupakan wadah masyarakat untuk berembuk menyelesaikan berbagai permasalahan perempuan dan anak. Keterlibatan dan kepedulian masyarakat, maka kekerasan terhadap perempuan dan anak diharapkan dapat ditekan menjadi rendah.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Makassar, Tenri A. Palallo yang menginisiasi pembentukan Shelter Warga di Kota Makassar menjelaskan bahwa, Pemerintah Kota Makassar hingga tingkat terendah, seperti Ketua RT dan RW pun tidak bisa mendeteksi semua kekerasan terhadap perempuan dan anak, jika masyarakat permisif dan tidak mau melaporkan kasus-kasus kekerasan. Menurut Tenri, biasanya masyarakat mau melaporkan jika korban sudah dalam kondisi sangat parah atau telah meninggal. Dibeberapa kasus merupakan kasus yang sangat ringan, yang tidak perlu dilaporkan ke lembaga apa pun, cukup diselesaikan oleh tokoh masyarakat setempat, Ketua RT atau RW. Namun, tidak jarang kasus-kasus ringan tersebut dilaporkan yang kemudian tidak jarang menyebabkan keretakan dalam hubungan kekeluargaan di masyarakat.

Sementara itu, Sabir, Ketua Shelter Warga Kelurahan Manggala, Kecamatan Manggala, Makassar, menyatakan bahwa dirinya dipilih oleh masyarakat untuk menjadi Ketua Shelter Warga, karena sebagai Ketua RT, dia telah melakukan tugas-tugas diantaranya adalah mendamaikan warganya ketika bertikai. Menurut Sabir, penanganan masalah perempuan dan anak di Shelter Warga adalah penanganan sementara, sebelum diteruskan ke P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak) Kota Makassar. Itu apabila kasusnya berat, sedangkan untuk kasus-kasus ringan, maka pengurus Shelter Warga memediasi sehingga diselesaikan secara kekeluargaan. “Di shelter kami, sudah ada KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) diselesaikan secara kekeluargaan, karena kasusnya masih ringan, jadi pelaku dinasehati dan diberi peringatan.” Lanjut Sabir.

Apa yang disampaikan Tenri A. Palallo dan Sabir adalah pemaparan keduanya di acara Inspirasi BaKTI pada 22 Maret 2019 di Kantor BaKTI Makassar. Diskusi yang dipandu oleh Luna Vidya tersebut menampilkan Shelter Warga sebagai sebuah lembaga yang menginspirasi di Kota Makassar. Shelter Warga adalah upaya perlindungan perempuan dan anak di masyarakat.

Dari namanya, Shelter Warga, adalah rumah aman atau tempat berlindung yang disediakan oleh warga. Namun, Shelter Warga tidak hanya untuk menjadi rumah aman untuk korban, tetapi juga ikut menyelesaikan masalah perempuan dan anak di masyarakat secara kekeluargaan, serta ikut mencegah kekerasan terhadap perempuan dan anak. Dengan demikian, Shelter Warga ikut menjaga hubungan kekeluargaan di masyarakat.

Prinsip penanganan perempuan dan anak di Shelter Warga adalah penanganan cepat, karenanya lembaga layanan harus dekat dengan warga. Shelter Warga juga menyediakan tempat perlindungan sementara atau rumah aman untuk korban, sebelum korban dirujuk ke lembaga layanan yang sesuai. Rumah Aman adalah rumah warga yang digunakan untuk perlindungan sementara dan hanya diketahui oleh pengurus Shelter Warga.

Kegiatan Diskusi Inspirasi BaKTI tentang Shelter Warga menghadirkan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Makassar, Ibu Tenri A. Palallo dan Bpk. Sabir selaku Ketua Shelter Warga Kelurahan Manggala. Foto : Frans Gosali/Yayasan BaKTI
Kegiatan Diskusi Inspirasi BaKTI tentang Shelter Warga menghadirkan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Makassar, Ibu Tenri A. Palallo dan Bpk. Sabir selaku Ketua Shelter Warga Kelurahan Manggala.
Foto : Frans Gosali/Yayasan BaKTI


Merawat Kepedulian
Menurut Tenri A. Palallo, adalah keliru ketika menganggap masyarakat kota, apalagi kota besar tidak lagi peduli terhadap masalah di lingkungannya. Menurut Ibu Tenri, “masyarakat bukan kehilangan kepedulian terhadap masalah di lingkungannya, tetapi ketika mereka mau berbuat, misalnya membantu anak-anak yang mengalami kekerasan, mereka tidak tahu, apa yang harus dilakukan, dan kalau anak membutuhkan perlindungan atau penanganan segera dia harus di bawa ke mana. Karena itu, Shelter Warga dibuat sebagai wadah dan penunjuk bagi masyarakat ketika harus menolong perempuan, anak, atau penyandang disabilitas yang membutuhkan.”

Shelter Warga merupakan inovasi DP3A Kota Makassar yang diapresiasi oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Susana Yembise. Bahkan Menteri Yohana telah berkunjung dan berdialog langsung dengan pengurus Shelter Warga di Kelurahan Tamamaung.

Sementara Program MAMPU (Kemitraan Australia Indonesia untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan) Yayasan BaKTI yang mengembangkan LBK (Layanan Berbasis Komunitas) juga mengadopsi Shelter Warga untuk perlindungan dan penanganan perempuan dan anak di masyarakat. Program MAMPU Yayasan BaKTI mereplikasi Shelter Warga di Kabupaten Tana Toraja, Kota Parepare (Sulawesi Selatan), Kota Kendari (Sulawesi Tenggara), Kabupaten Belu (Nusa Tenggara Timur), Kabupaten Lombok Timur (Nusa Tenggara Barat), dan Kota Ambon (Maluku).

Sebagai sebuah inovasi, Shelter Warga mempunyai fungsi ganda. Pertama, sebagai lembaga di masyarakat untuk perlindungan perempuan dan anak. Pengurus Shelter Warga diberi pengetahuan dan keterampilan untuk ikut menangani perempuan dan anak korban kekerasan, seperti menjadi pendamping, memediasi kasus, merujuk kasus, dan membuat laporan kasus. Kedua, Shelter Warga berfungsi merawat kepedulian masyarakat terhadap masalah-masalah sosial di lingkungannya. Peduli pada tetangga dan lingkungan sekitar adalah budaya masyarakat Indonesia. Demikian juga penyelesaian masalah-masalah secara kekeluargaan adalah kebiasaan yang telah berakar di masyarakat Indonesia. Shelter Warga hanyalah mengingatkan dan mengaktifkan kembali budaya luhur tersebut, tetapi disesuaikan dengan perkembangan masyarakat dan jaman.

Submission Agreement

Terimakasih atas  ketertarikan Anda untuk mengirimkan artikel ke BaKTINews. Dengan menyetujui pernyataan ini, Anda memberikan izin kepada BaKTINews untuk mengedit dan mempublikasikan artikel Anda di situs web dan situs afiliasinya, dan dalam bentuk publikasi lainnya.
Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuk setiap artikel yang dimuat.  Redaksi akan mempromosikan artikel Anda melalui situs kami dan saluran media sosial kami.
Dengan mengirimkan artikel Anda ke BaKTINews dan menandatangani kesepakatan ini, Anda menegaskan bahwa artikel Anda adalah asli hasil karya Anda, bahwa Anda memiliki hak cipta atas artikel ini, bahwa tidak ada orang lain yang memiliki hak untuk ini, dan bahwa konten Artikel Anda tidak mencemarkan nama baik atau melanggar hak, hak cipta, merek dagang, privasi, atau reputasi pihak ketiga mana pun.

Anda menegaskan bahwa Anda setidaknya berusia 18 tahun dan kemampuan untuk masuk ke dalam kesepakatan ini, atau bahwa Anda adalah orang tua atau wali sah dari anak di bawah umur yang menyerahkan artikel.
 
Satu file saja.
batasnya 24 MB.
Jenis yang diizinkan: txt, rtf, pdf, doc, docx, odt, ppt, pptx, odp, xls, xlsx, ods.