Magdalena Patiran Kepala Kampung Torea
Penulis : Puthut E.A
  • Magdalena Patiran. <br>Foto: Jenny P. Karay/Yayasan BaKTI
    Magdalena Patiran.
    Foto: Jenny P. Karay/Yayasan BaKTI

Sepintas saja berjalan di Kampung Torea, langsung terasa ada yang berbeda dari kampung-kampung lain. Rumah-rumah permanen kokoh berdiri dengan halaman yang rapi, jalanan juga tampak bersih. Kampung yang merupakan bagian dari Distrik Pariwari, Kabupaten Fakfak ini, tentu bukan sembarang kampung.

Memang benar. Hanya butuh waktu singkat, bakal diketahui bahwa kampung ini dipimpin oleh seseorang yang memiliki visi, dan didukung sepenuhnya oleh aparat kampung. Selain itu, warganya pun memberi dukungan penuh sehingga kampung ini bisa menjadi tempat yang nyaman untuk ditinggali. Kualitas hidup warga pun tinggi dilihat dari berbagai sisi ekonomi, pendidikan, dan kesehatan.

Kepala Kampung Torea adalah seorang perempuan. Namanya: Magdalena Patiran. Usianya 49 tahun, dan ini adalah periode kedua kepemimpinannya. Sejak muda, Magdalena telah aktif berorganisasi, terutama di organisasi gereja. Begitu terpilih sebagai Kepala Kampung pada 2010, perempuan kelahiran asli Torea ini langsung membuat gebrakan yakni dengan membuat Rumah Belajar.

Gagasan tentang Rumah Belajar ini sederhana. Dia melihat ada ancaman serius yang terjadi di kampungnya dengan banyaknya anak-anak muda yang mabuk, dan anak-anak kecil yang menghirup lem Aibon. Dengan Rumah Belajar, anak-anak jadi lebih fokus belajar dan tidak terpengaruh hal negatif di sekitarnya. Pukul dua siang hingga empat sore, anak-anak usia SD wajib datang di Rumah Belajar. Di  sana sudah disediakan guru yang akan mengajar berbagai pelajaran mulai dari Bahasa Inggris, membaca, menulis, dan berhitung. Para guru yang mengajar diberi insentif dari dana kampung. Selain itu, di Torea juga ada jam belajar di malam hari. Sehingga tidak ada anak-anak yang nongkrong dan keluar rumah sembarangan saat malam hari.

Usai membuat gerakan itu, Magdalena dan aparat kampung lain membuat terobosan yakni penguatan ekonomi rumah tangga. Sebanyak 42 perempuan yang telah berumah tangga diberi modal dan pendampingan untuk melakukan bisnis. Mereka berjualan, dari mulai hasil kebun sampai hasil laut. Di luar dugaan, bisnis mereka berjalan lancar, makin membesar, dan belum ada yang gagal dalam makna menghentikan aktivitasnya. Bahkan pada musim durian, perempuan-perempuan itu menjual durian sampai ke Sorong dan Timika dengan naik kapal.

Terobosan dari sisi ekonomi belum cukup. Ada juga program ternak ayam yang dikelola secara kolektif yakni oleh kaum perempuan dan para pemuda lewat karang taruna. Program ini sudah berjalan di tahun ketiga. Semenjak masuk tahun ketiga, kampung sudah tidak lagi memberikan modal dan pendampingan. Usaha itu sudah berjalan dengan baik, dan memberikan keuntungan yang nisbi bagus bagi para warga yang mengelolanya.

Tidak berhenti di sana, lagi-lagi para aparat kampung dengan dipimpin oleh Magdalena memberi prioritas khusus di bidang kesehatan. Posyandu diaktifkan. Bukan hanya Posyandu untuk balita tapi juga untuk lansia. Alat dan obat-obatan yang tidak disediakan pemerintah dibeli dengan dana kampung, misalnya alat ukur gula darah, asam urat, dan kolestrol. Selain itu diberikan makanan tambahan untuk balita dan lansia. Untuk lansia, misalnya, diberikan minuman susu penguat tulang, untuk balita berupa bubur kacang hijau dan susu balita. Selain itu, pihak kampung pun bekerjasama dengan kesusteran gereja untuk membantu anak-anak yatim piatu. Dana dikucurkan ke sana. Rumah yatim piatu itu bahkan menerima juga anak yang berasal dari kampung lain. Total anggaran kampung untuk bidang kesehatan, yang mencakup kegiatan-kegiatan di atas, di tahun 2018 sebesar 40 juta rupiah.
 

Pendidikan adalah investasi penting di Papua Barat. Program ‘2025 Satu Rumah Satu Sarjana’ jelas tidak main-main. Kini Ibu Magdalena dan aparat kampung mulai mempersiapkan banyak hal untuk mencapainya. Foto : Jenny P. Karay/Yayasan BaKTI
Pendidikan adalah investasi penting di Papua Barat. Program ‘2025 Satu Rumah Satu Sarjana’ jelas tidak main-main. Kini Ibu Magdalena dan aparat kampung
mulai mempersiapkan banyak hal untuk mencapainya.
Foto : Jenny P. Karay/Yayasan BaKTI


Semua bentuk kegiatan dan dukungan kampung itu makin semakin maksimal ketika program KOMPAK-LANDASAN II mulai masuk Torea. Magdalena beserta beberapa aparat kampung terlibat aktif dalam pelatihan dan pendampingan yang dilakukan KOMPAK-LANDASAN II, baik itu kegiatan yang langsung dengan kampung, maupun pelatihan-pelatihan Standar Pelayanan Minimum dan Manajemen Berbasis Sekolah  untuk sekolah-sekolah. Intervensi KOMPAK-LANDASAN II dengan data SAIK terasa penting bagi Magdalena dan aparat kampung lain, untuk memaksimalkan pelayanan masyarakat. Data SAIK dijadikan landasan bagi musyawarah kampung, dan menentukan titik-titik program prioritas.

Kampung juga mulai melibatkan pihak sekolah dan Puskesmas dalam musyawarah kampung. Melalui musyawarah kampung itu, SD YPPK Torea diberi bantuan untuk membuat fasilitas MCK (Mandi, Cuci, Kakus) yang lebih bagus dan lebih sehat. Kemudian dibangunkan pula bak penampungan air. Dua orang guru honorer diberi insentif. Total anggaran yang dikeluarkan kampung untuk SD YPPK Torea pada tahun 2018 sebesar 35 juta rupiah. Tidak lupa, program kejar paket A, B, dan C ditingkatkan lagi.

Administrasi kampung pun mulai tertata apik. “Banyak hal yang saya dulu tidak tahu tentang administrasi kampung, kini saya dan para aparat kampung jadi tahu karena program KOMPAK-LANDASAN II,” ungkap Magdalena. “Kerja-kerja kami jadi lebih terarah dan tertib.”

Menurut Jimmy Pieter Letsoin (49), Sekretaris Kampung Torea, Magdalena adalah seorang kader yang dipersiapkan oleh tetua kampung Torea. “Kami dulu berpikir, kita tidak bisa membiarkan kampung ini begini terus tanpa kemajuan yang berarti.
“Papua tidak akan bisa maju kalau tidak dipimpin oleh orang yang baik dan punya ketegasan. Akhirnya kami membuat semacam pengkaderan kepemimpinan lewat gereja.” Magdalena lalu aktif di gereja dan dia diberi kesempatan oleh para tetua kampung untuk berkembang. “Kami berharap, gereja, masjid, dan tempat ibadah lain harus bisa menjadi ajang untuk melahirkan para pemimpin. Sebab pemimpin yang punya kesadaran religius, tentu akan bergerak dengan moral. Bukan karena uang atau ambisi lain.”

Setidaknya ada dua orang lagi yang juga hampir setiap hari membantu Magdalena bekerja, Elsina Hambore (34) dan Sartince Kabes (28). Elsina adalah bendahara kampung, sementara Sartince adalah kader kampung yang aktif mengawal dan menjalankan proses SAIK di Torea. Kedua perempuan itu, sekalipun masih muda, sudah menunjukkan kapasitas kepemimpinan yang baik dan penuh dedikasi.

Magdalena mengingatkan kita pada Risma, Walikota Surabaya yang menjabat dua periode. Selain tegas, dia juga punya sisi kelembutan sebagai seorang ibu. Pernah suatu masa, Magdalena kesal sekali karena pohon enau di kampung Torea dijadikan bahan baku miras. Dia dan aparat kampung sudah mengingatkan para warga agar tidak menjadikan pohon enau itu sebagai bahan miras, termasuk orang dari luar kampung yang memproses air nira menjadi sopi.

Karena berkali-kali imbauan itu tidak juga dipedulikan, Magdalena dan aparat kampung, didukung oleh warga, dan melibatkan pihak kepolisan dan pihak distrik, mengambil tindakan tegas. Magdalena memimpin sendiri operasi ‘tebang enau’. Dia ikut memegang gergaji mesin menebang enau-enau yang ditoreh untuk memproduksi miras. Ketegasannya membuat banyak orang yang punya niat tidak baik menjadi keder.

Ketika terpilih kali kedua sebagai Kepala Kampung, Magdalena mencanangkan program ‘2025 Satu Rumah Satu Sarjana’. Program ini jelas tidak main-main. Karena untuk menuju ke arah sana, dia dan aparat kampung harus mempersiapkan banyak hal. Setidaknya menurut Magdalena, dia optimistis program ini bakal tercapai. “Tahun ini saja, sudah 60 persen anak Torea yang lulus SMA melanjutkan ke perguruan tinggi,” ujarnya dengan senyum dan wajah yang teduh tenang.

Submission Agreement

Terimakasih atas  ketertarikan Anda untuk mengirimkan artikel ke BaKTINews. Dengan menyetujui pernyataan ini, Anda memberikan izin kepada BaKTINews untuk mengedit dan mempublikasikan artikel Anda di situs web dan situs afiliasinya, dan dalam bentuk publikasi lainnya.
Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuk setiap artikel yang dimuat.  Redaksi akan mempromosikan artikel Anda melalui situs kami dan saluran media sosial kami.
Dengan mengirimkan artikel Anda ke BaKTINews dan menandatangani kesepakatan ini, Anda menegaskan bahwa artikel Anda adalah asli hasil karya Anda, bahwa Anda memiliki hak cipta atas artikel ini, bahwa tidak ada orang lain yang memiliki hak untuk ini, dan bahwa konten Artikel Anda tidak mencemarkan nama baik atau melanggar hak, hak cipta, merek dagang, privasi, atau reputasi pihak ketiga mana pun.

Anda menegaskan bahwa Anda setidaknya berusia 18 tahun dan kemampuan untuk masuk ke dalam kesepakatan ini, atau bahwa Anda adalah orang tua atau wali sah dari anak di bawah umur yang menyerahkan artikel.
 
Satu file saja.
batasnya 24 MB.
Jenis yang diizinkan: txt, rtf, pdf, doc, docx, odt, ppt, pptx, odp, xls, xlsx, ods.