Replikasi PKSAI untuk Kesejahteraan Lebih Banyak Anak
Penulis : Arafah
  • Foto: Arafah/Yayasan BaKTI
    Foto: Arafah/Yayasan BaKTI

Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya konkrit untuk memperkuat kesejahteraan dan perlindungan anak. Melalui Kementerian Sosial, pemerintah menerbitkan Keputusan Menteri Sosial Nomor 15A/HUK/2010 tentang Panduan Umum Program Kesejahteraan Sosial Anak.

Lima tahun setelah Panduan Umum Program Kesejahteraan Sosial Anak dikeluarkan, Kementerian Sosial dengan dukungan UNICEF memulai inisiatif model terpadu pelayanan untuk anak rentan dan anak yang menjadi korban kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi dan penelantaran. Inisiatif yang disebut Pusat Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI) diujicobakan di wilayah Tulungagung, Surakarta, Klaten, Makassar dan Gowa.

PKSAI adalah upaya yang terarah, terpadu, komprehensif dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi dan melindungi hak anak. Berdasarkan materi yang dipaparkan oleh narasumber dari Kementerian Sosial RI, bahwa pelaksanaan PKSAI memberikan dampak signifikan terhadap jumlah kasus yang direspon. Anak-anak rentan lima  kali lebih mungkin mendapatkan akses terhadap layanan melalui PKSAI. Kementerian Sosial akan mereplikasi pengembangan PKSAI di tiga lokasi baru di Sulawesi Selatan yaitu di Bulukumba, Maros, dan Pare-Pare.

Ada beberapa layanan utama dari model PKSAI. Pertama, layanan responsif atau tersier bagi anak yang membutuhkan perlindungan khusus, seperti korban kekerasan atau penelantaran. Kedua, layanan penguatan keluarga dan anak yang berada dalam situasi rentan dan miskin, seperti anak yang bekerja, anak buruh migran, putus sekolah, tanpa identitas hukum, yang membutuhkan rujukan ke beragam pelayanan dasar dan perlindungan sosial yang  sesuai.

Hal ketiga adalah inisiatif untuk mengidentifikasi risiko kerentanan anak dari tingkat desa. Hal ini untuk memastikan anak rentan untuk menerima layanan secepatnya. Rujukan dan layanan yang disediakan dalam model PKSAI bertujuan untuk menghubungkan layanan perlindungan anak (seperti bantuan psikososial, pengasuhan alternatif dan bantuan hukum serta pendampingan bagi anak berkonflik dengan hukum), layanan penguatan keluarga (seperti konseling keluarga), dengan layanan perlindungan sosial dan kebutuhan dasar.

Foto: Arafah/Yayasan BaKTI
Foto: Arafah/Yayasan BaKTI


Transformasi Perjalanan PKSAI
PKSAI memiliki cerita perjalanan yang cukup panjang, mulai dari perubahan nama sampai pada payung hukum yang menjadi pedoman pelaksanaannya. Pada tahap awal, PKSAI diberi nama Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA). Program ini lahir tahun 2010 karena ada Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2010 tentang pembangunan yang berkeadilan. PKSA, didukung juga dengan Keputusan Kementerian Sosial Pedoman Umum tentang PKSA. Program ini  memiliki lima klastering yakni klaster anak balita, anak berhadapan hukum, anak terlantar, anak jalanan dan anak yang memelukan perlindungan khusus termasuk korban-korban perlakuan salah, penelantaran, dan pelecehan seksual. Dengan adanya PKSA, lahirlah mitra Kemensos, seperti LKSA (Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak). Setiap klaster permasalahan anak itu memiliki mitra yang berbeda.

Pada awal dibentuk PKSA bertujuan memberikan layanan pemenuhan kebutuhan dasar dan hak-hak anak agar mereka bertumbuh kembang secara optimal dengan meminimalisir jumlah anak yang menjadi korban penelantaran, eksploitasi, perlakuan salah, dan tindak kekerasan lainnya. Pada tahun 2014, Kementerian Sosial melakukan kajian; masihkah PKSA dibutuhkan? Program ini mendampingi anak-anak, merespon dengan tiga macam intervensi yaitu primer, sekunder, dan tersier. Hanya saja selama ini memang kebanyakan melakukan di area tersier. Jadi ketika ada kasus barulah  bekerja.

Paradigma ini harus berubah, jadi tidak hanya tersier tetapi juga bagaimana meminimalisir tersier ini agar jangan sampai selalu lebih besar. Idealnya adalah layanan primerlah yang seharusnya lebih besar. Untuk apa intervensi primer ini? Tentu saja untuk semua anak tanpa kecuali. Merujuk kajian tersebut jumlah kapasitas Peksos untuk mendampingi lembaga-lembaga yang sebenarnya masih banyak yang belum tersentuh. Secara otomatis masih banyak anak yang juga belum ikut tersentuh.

Pada fakta perjalanannya, Peksos tidak mampu menangani semuanya dan tentunya membutuhkan manajemen kasus. Oleh karena itu dibutuhkan pihak-pihak yang juga menangani sasaran yang sama yaitu anak meskipun anaknya berbeda. Lalu dari sisi integrasi, bagaimana selama ini PKSA tidak sampai ke Dinas Sosial Kabupaten/Kota? Selama ini PKSA melewati Dinas Sosial Kabupaten/Kota dan langsung ke provinsi. Padahal seharusnya ada rekomendasi dari Kabupaten/Kota dan provinsi. Inilah yang menjadi masukan-masukan sehingga bisa mengoptimalkan integrasi dengan Kabupaten/Kota karena sebenarnya yang memiliki wilayah tersebut adalah Kabupaten/Kota itu sendiri.

Pada tahun 2016 PKSA berubah menjadi PKSAI. Tujuan dari PKSAI ini adalah agar anak-anak bisa terlayani dengan baik. Pelaksanaan PKSAI ini adalah salah satu dari wujud implementasi SPA (Sistem Perlindungan Anak) karena SPA itu berfungsi untuk melayani dan merespon kasus. SPA inilah yang harus didorong, agar nantinya anak-anak tidak menjadi korban perlakuan salah, dan sebagainya.
Replikasi  PKSAI  di  Sulawesi  Selatan

Hingga sekarang PKSAI telah diujicoba pada lima wilayah yang ada yaitu di tiga provinsi. pertama di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan. Replikasi PKSAI di tiga  wilayah diharapkan mampu membangun mekanisme di tingkat masyarakat untuk mengidentifikasi dan menjangkau anak-anak dalam komunitas mereka yang rentan terhadap kekerasan, perlakuan salah, penelantaran, dan eksploitasi, dan merujuk mereka ke pelayanan anak integratif. Pengembangan PKSAI diharapkan tidak sekedar penambahan jumlah wilayah target semata, namun pada pemenuhan kebutuhan layanan kesejahteraan sosial anak yang maksimal dan memadai.

Untuk mempersiapkan strategi implementasi PKSAI, UNICEF melalui Yayasan BaKTI telah memfasilitasi kegiatan Workshop Pengembangan PKSAI di Bulukumba, Maros dan Parepare. Workshop pengembangan PKSAI ini diselenggarakan selama pada akhir Januari 2019 dan diikuti oleh 43 orang peserta. Peserta workshop berasal dari Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan, Dinas Sosial Provinsi, DP3A Provinsi, Kabupaten Bulukumba, Maros dan Pare-Pare.  

Pengembangan PKSAI di wilayah baru merupakan rekomendasi dari Kementerian Sosial RI, dengan target 116 wilayah baru di seluruh Indonesia. Perluasan PKSAI diharapkan dapat mendukung pencapaian Standar Pelayanan Minimum yang menjadi tugas dan kewenangan Kemensos.

Foto: Arafah/Yayasan BaKTI
Foto: Arafah/Yayasan BaKTI


Tantangan Pengembangan PKSAI
Berbicara pengembangan atau perluasan PKSAI, tentu tidak terlepas dari berbagai tantangan. Misalnya kapasitas sumberdaya manusia. Saat ini jumlah pekerja sosial yang terbatas belum memungkinkan PKSAI untuk melaksanakan layanan proaktif dan kegiatan penjangkauan. Juga terdapat isu terkait mekanisme kontrak jangka pendek dan penerimaan gaji staf garis depan yang belum teratur. Tingginya pergantian personil memengaruhi arus informasi dan tindak lanjut dari komitmen yang telah dibuat.

Ada kebutuhan untuk meninjau mekanisme koordinasi dan anggota tim saat ini. Hal ini terutama terjadi pada kasus Gowa dan Makassar. Kepemimpinan yang kompeten sangat penting untuk pengoperasian PKSAI.  Anggaran yang tidak optimal menjadi tantangan dalam perencanaan yang tidak optimal untuk mendukung layanan.

Lokasi yang mudah diakses dan khusus disiapkan untuk menjadi kantor sekretariat PKSAI juga merupakan faktor penting lainnya dalam memberikan layanan terbaik bagi aktivitas perlindungan anak yang terintegrasi. Tentu saja hal-hal ini akan dapat ditangani dengan baik jika Kepala Daerah memiliki komitmen yang tinggi untuk meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan anak di daerahnya.

Submission Agreement

Terimakasih atas  ketertarikan Anda untuk mengirimkan artikel ke BaKTINews. Dengan menyetujui pernyataan ini, Anda memberikan izin kepada BaKTINews untuk mengedit dan mempublikasikan artikel Anda di situs web dan situs afiliasinya, dan dalam bentuk publikasi lainnya.
Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuk setiap artikel yang dimuat.  Redaksi akan mempromosikan artikel Anda melalui situs kami dan saluran media sosial kami.
Dengan mengirimkan artikel Anda ke BaKTINews dan menandatangani kesepakatan ini, Anda menegaskan bahwa artikel Anda adalah asli hasil karya Anda, bahwa Anda memiliki hak cipta atas artikel ini, bahwa tidak ada orang lain yang memiliki hak untuk ini, dan bahwa konten Artikel Anda tidak mencemarkan nama baik atau melanggar hak, hak cipta, merek dagang, privasi, atau reputasi pihak ketiga mana pun.

Anda menegaskan bahwa Anda setidaknya berusia 18 tahun dan kemampuan untuk masuk ke dalam kesepakatan ini, atau bahwa Anda adalah orang tua atau wali sah dari anak di bawah umur yang menyerahkan artikel.
 
Satu file saja.
batasnya 24 MB.
Jenis yang diizinkan: txt, rtf, pdf, doc, docx, odt, ppt, pptx, odp, xls, xlsx, ods.